Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Via Positiva, Beragama dengan Ceria

3 April 2024   15:02 Diperbarui: 3 April 2024   16:29 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, di sela antara mengantar istri dan menjemput si sulung ke stasiun, sebuah short ditawarkan algoritma YouTube. 

YouTube Shorts, menurut Wikipedia, adalah platform berbagi video berdurasi pendek yang ditawarkan oleh YouTube. Platform ini menampung konten pengguna seperti layanan utama YouTube, tetapi membatasi potongan video hingga 15-60 detik. Sejak diluncurkan, YouTube Shorts telah mengakumulasikan lebih dari 5 triliun penayangan.

Fitur video pendek ini dirilis secara global pada tahun 2020, sementara di Indonesia sendiri baru mulai bisa dinikmati Juli 2021. Pada tahun 2023, YouTube Shorts bekerja dengan menggunakan sinyal seperti perilaku pengguna dan topik video untuk memprediksi video mana yang ingin ditonton pengguna. Algoritma inilah yang mengantarkan saya pada video pendek tadi.  

Adalah Gus Dur, Presiden ke-4 Republik Indonesia, yang berkelakar tentang hakikat dari sebuah masalah. Menurut Gus Dur, sebenarnya masalah di dunia ini hanya ada dua. Pertama, masalah yang dapat diselesaikan. Ini tidak perlu dipikirkan karena masalahnya dapat diselesaikan sehingga tak bisa disebut masalah. Kedua, masalah yang tidak dapat diselesaikan. "Nah, yang ini juga jangan diambil pusing, jangan dipikirkan karena tidak dapat diselesaikan," selorohnya.

Sesaat begitu efek endorfin mereda, seketika muncul di kepala sebuah meme wajah berkecamata dengan sebatang cerutu Cohiba disudut bibirnya ala thug life. Hahaha

Via Positiva Ala Imam Asy-Syadzili

Masih dalam algoritma short, saya menjumpai penjelasan dari Gus Baha saat membandingkan tarekatnya Sayyid Abdullah Al-Haddad dengan Imam Abu Hasan Asy-Syadzili. Kata Gus Baha, “Sayyid Abdullah al-Haddad kalau habis salat itu masih susah, diterima (atau) nggak, salat kita maqbulah apa ndak, puasa kita makbul apa ndak, sujud kita makbul apa ndak. Tapi kalua Abul Hasan Asy-Syadzili, kalau ada orang tanya gitu dimarahi: ‘Sujud saya diterima atau tidak, tidak usah dipikirkan. Ditakdir sujud saja itu sudah luar biasa.’”

Gus Baha juga menyitir pengarang kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah as-Sakandari yang merupaka murid dari Abul Abbas al-Mursi yang merupakan murid dari Abul Hasan Asy-Syadzili. Menurutnya, Al-Hikam merupakan cerminan dari ajaran Syadziliyah murni yang mana di dalamnya ada ungkapan: 

Qaliilul ‘amali ma’a syuhuudil minnati minallahi khairun min katsiiril ‘amali ma’a ru’yatit-taqshir minan-nafs

Bahwa lebih baik berbuat sedikit sambil menyaksikan kemurahan Tuhan daripada berbuat banyak sambil melihat kekurangan diri sendiri. Atau, bahwa amal yang sedikit tapi yakin itu anugerah Allah lebih baik daripada beramal banyak tapi masih merasa salah karena tidak ada rasa syukurnya, menurut Gus Baha.

Saya menangkap benang merah yang sangat halus antara kelakarnya Gus Dur dengan paparan Gus Baha berkenaan dengan tarekatnya Imam Syadzili. Keduanya menggambarkan perspektif teologis katafatik yang merupakan kebalikan dari pendekatan afokatif atau via negativa. Cara pandang ceria seperti ini oleh beberapa ahli disebut dengan via positiva. Beragama dengan ceria.

Teringat akan sebuah ungkapan yang banyak diatribusikan kepada Sayyidina Ali yang sedikit lebih serius dalam ceria beragama. Maaf, saya sedikit bermajas oksimoron. Ungkapan yang saya maksudkan berbunyi:

Saat doaku terkabul, maka aku berbahagia, akan tapi jika Allah tidak mengabulkan doaku maka aku lebih berbahagia lagi. Karena, jika yang pertama adalah keinginanku, maka yang kedua adalah kehendak-Nya.     

Ada banyak varian redaksinya, namun intinya sama. Hanya saja uniknya, saya belum dapat sumber yang darinya kutipan tersebut diambil. Namun, menilik isi dari ungkapannya yang bagus, sebagai qaulul hikmah bolehlah kita sebagai via postiva dalam berdoa. 

Saya tambahkan satu lagi contoh betapa hal kecil selama dikerjakan dalam pendekatan Syadziliyah dapat menghasilkan hal yang luar biasa.

Mohammed Abdul Baseer, dilansir kanal YouTube, Muslim Community Center East Bay (MCC East Bay) Pleasanton, California pada 5 August 2022 mengisahkan:

"Malaikat Jibril  datang kepada Nabi saw, ketika beliau sedang berada di Tabuk dan berkata: 'Wahai Muhammad! Hadiri pemakaman Mu'awiyah Al-Muzani ra!' Nabi saw berangkat bersama para sahabatnya dan Jibril turun bersama 70.000 malaikat. Jibril kemudian membentangkan sayap kanannya di atas gunung-gunung dan mereka merendahkan diri mereka dengan merendahkan diri, dan dia membentangkan sayap kirinya di atas bumi dan bumi pun merendahkan dirinya dengan segala kerendahannya hingga kita dapat melihat Mekah dan Madinah. Kemudian Nabi saw, Jibril, dan para malaikat melakukan salat jenazah untuk sahabat tersebut. Ketika beliau saw selesai salat, beliau bersabda, 'Wahai Jibril! Apa yang mengangkat Mu'awiyah bin Mu'awiyah hingga mencapai derajat ini?' Malaikat Jibril menjawab: 'Dengan membaca Qul Huwallahu Ahad (Surah Al-Ikhlas) ketika duduk, berjalan dan berkendaraan.'"

Kisah ini, dikutip dari Kitab Sunanul Kubra, jilid 4 hal. 50, Mizanul I'itidal, jilid 5 hal. 39-40, nomor: 8628; Juga lihat Ibnu Katsir, kata pengantar Surat Al Ikhlas.

Inilah keutamaan dari via positiva.

Di Balik Hattrick Mengantar Istri

Tiga hari ini, saya berturut-turut menemani istri bertugas ke lapangan. Hari ini (Rabu, 3/4) saya mengantar ke dua Posyandu: Mekarjaya dan Sukasari. Lokasi posyandu yang pertama, Mekarjaya, bermedan cukup esktrem bagi pemotor payah seperti saya. Adrenalin mengalir kencang saat menapaki turunan panjang yang licin akibat sebelumnya diguyur hujan. Hikmahnya, saya jadi lebih saleh. Setidaknya jadi ingat kepada Sang Pemberi keselamatan, Allah SWT.

Kampung Mekarjaya berada di kedusunan Cigunungtilu. Awalnya nama kampung tersebut Cituak. Namun, akhir-akhir ini berganti nama dalam catatan pemerintahan Desa Tenjowaringin, menjadi Mekarjaya. Tentang Cigunungtilu, sebagaimana dalam tulisan sebelumnya, Tenjowaringin, Sebuah Nama yang Bersejarah Panjang yang membincang toponimi kampung-kampung di Tenjowaringin yang memiliki hubungan dengan Gunung Cikuray. Pun demikian halnya ternyata dengan Cigunungtilu. Kata 'tilu' dalam bahasa Sunda artinya tiga. Kata 'tilu' yang dilekatkan pada gunung inilah yang menjadi kuncinya.

Dalam bukunya Bijragen tot de kennis van het Hindoeisme op Java, sebagaimana dikutip Dr. Rakeeman R.A.M. Jumaan dalam tulisannya, Keturunan Prabu Siliwangi di Samida Srimanganti, Jan Frederik Gerrit Brumund menulis:

Zoo is ook, zeide ons Lange, de top van den Tjikoerai (Bandong, Preangerlanden), die blijkbaar door mensehelihanden gelijk gemaakt, en door omgangen in eenige boven elkander gelegen terrassen verandered; een vorm, voegt hij her bij, die ons doet denken aan de tempel-ruinen, waarvan Boroboedoer de hoofdtype is.

"Demikian juga, kata Lange, puncak Cikuray (Bandung, kawasan Priangan), yang tampaknya telah diratakan oleh tangan-tangan manusia, dan diubah dengan cara melingkar menjadi beberapa teras yang terletak satu di atas yang lain; sebuah bentuk, tambahnya, yang mengingatkan kita pada reruntuhan candi-candi, di mana Borobudur adalah tipe utamanya."

Brumund mengutip informasi dari Ir. C.A. van Lange (1855) yang menyebutkan bahwa di Gunung Cikuray ada lokasi Pawikuan yang tertata dengan rapi. Rakeeman menduga, Cigunungtilu, sebagai toponimi kuno terkait dengan keberadaan tiga undakan di Cikuray ini.

Sensasi deg-degan saat membonceng istri menuruni jalan menurun tajam, licin dan berkelok tunai sudah dibayar rasa syukur atas hipotesis berkenaan dengan toponimi dusun yang saya kunjungi tersebut.

Gunung Cikuray yang Bersembunyi

Sebelum pulang, saya sempatkan untuk mengambil gambar Gunung Cikuray. Bukit Panenjoan juga saya ambil gambarnya. Namun, rupanya, Cikuray menyembunyikan puncaknya di balik saputan awan mendung sepanjang pagi menjelang siang ini.

Gunung Cikuray dari kaki bukit Panenjoan (Dokumentasi Pribadi)
Gunung Cikuray dari kaki bukit Panenjoan (Dokumentasi Pribadi)

Bukit Panenjoan dari arah lapangan Panejoan, Sukasari (Dokumentasi Pribadi) 
Bukit Panenjoan dari arah lapangan Panejoan, Sukasari (Dokumentasi Pribadi) 

Jelang pukul 14.00 layanan posyandu pun selesai. Sebagai guru yang sudah mengajar 24 tahunan, sisi lain dari kunjungan ke posyandu adalah bertemu dengan 'cucu-cucu' dari lulusan Al-Wahid, sekolah tempat saya mengajar. Tanpa terasa saya telah berumur. Akan tetapi, sebutan tua masih jauh di depan sana. Hehehe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun