Sindangratu artinya tempat singgah ratu. Ratu dalam bahasa Sunda memiliki arti luas, bukan hanya raja atau ratu saja melainkan keturunan raja atau sosok yang sangat dimuliakan. Sesuatu terlintas di benak saya saat menerima informasi ini.
Sementara tadi pagi, pasien yang istri saya kunjungi tinggal di kampung Sindangsari. Nama asal kampung tersebut adalah Muringis.
Kata Sunda muringis searti dengan meringis dalam bahasa Indonesia. Adapun penamaan Sindangsari juga diberikan oleh kakek saya yang disebutkan sebelumnya. Nama beliau adalah Muhammad Zaenal Mutaqin namun lebih umum dikenal sebagai Edjen.
Singdangsari berasal dari dua kata, sindang dan sari. Untuk kata sindang seperti pada kata Sindangratu berarti singgah atau berhenti sejenak.
Kata sari nampaknya bentuk perubahan dari kata sri. Penggunaan kata 'sri' lazim untuk menunjukkan gelar kehormatan bagi seorang raja atau orang besar lainnya.
Jadi antara Sindangsari dan Sindangratu memiliki kaitan yang erat secara toponimi. Sebuah catatan tersendiri bagi saya untuk sosok Abah Edjen ini.
Kampung Bersejarah Panjang
Kembali kepada apa yang disebutkan Dani berkenaan dengan kedudukan Gunung Cikuray sebagai kabuyutan lengkap dengan skriptoriumnya. Tersebutlah sosok Kai Raga, sebagaimana disebutkan Atep Kurnia dalam Sinurat Ring Merega; Tinjauan atas Kolofon Naskah Sunda Kuna nama atau gelar yang tercatat sebagai penyalin atau penulis naskah-naskah Sunda kuno. Namanya tercantum dalam enam naskah Sunda kuno, sebagaimana mengutip Wikipedia. Hal ini menunjukkan posisi penting Gunung Cikuray dalam tradisi literasi pada zaman bihari.
Gunung Cikuray yang awalnya bernama Srimanganti yang secara sederhana bisa diartikan sebagai gunung tempat menanti raja atau ratu. Sebagai sebuah kabuyutan atau kamandalaan adalah hal sangat lazim bila pangeran atau putra raja dididik berbagai ilmu di dalamnya. Dan hal yang bisa dipahami bila toponimi Srimanganti merujuk kepada aktivitas pendidikan dan pelatihan yang berlangsung di kabuyutannya.
Pada abad ke 17, menurut salah satu sumber, Gunung Cikuray menjadi mandala atau pusat bertapa dan pusat ilmu pengetahuan bagi Kerajaan Padjadjaran.
Hal ini terbukti dengan adanya naskah kuno yang disimpan di Situs Kabuyutan Ciburuy yang dimana di dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa Gunung Cikuray ini dijadikan tempat petapaan para raja dan. para dewa-dewa. Posisi ini sekaligus mengukuhkan fungsi Srimanganti sebagai 'panenjoan' Pajajaran yang dengan khazanah keilmuan yang dihasilkan di Sirimanganti maka para raja dan pangeran Pajajaran dapat mengabadikan keberadaan kerajaannya.