Ibadah puasa adalah salah satu bentuk ibadah yang paling bersifat pribadi. Hanya pelaku puasa dan Allah yang mengetahui kepuasaan seseorang. Keisitimewaan inilah yang melahirkan firman Allah dalam hadits Qudsi berikut:
“Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan Akulah yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung ”. (HR Bukhari dalam Shahihnya: 7/226 dari hadis Abu Hurairah r.a.)
Sifat Hakim (Bijaksana) Allah SWT telah mengantisipasi adanya potensi keasyikan shaum yang kebablasan oleh para pelakunya. Itulah hikmah di balik adanya perintah ifthar (berbuka) bahkan diwajibkanya Ramadan berakhir berupa Idulfitri--sebuah isyarat bahwa manusia harus kembali kepada fitrah kemanusiaan yang berhajatkan makan, minum dan bersosialisasi. Agama menghendaki penganutnya meraih kemanusia yang utuh dan bukan malah mengejar 'ketuhanan'. Hadits populer al-muslimu mir'atul muslim (seorang muslim adalah cermin bagi muslim lainnya) menandaskan bahwa tujuan beragama adalah saling memanusiakan manusia. Menjadikan diri kita cermin kebaikan bagi diri kita yang lainnya. Sebuah refleksi komunal yang akan berujung pada terwujudnya masyarakat manusiawi yang sejati. Ke arah ini Ramadan mengajak kita berefleksi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI