Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kisah Secangkir Kopi dalam Dialektika yang Panas

16 Maret 2024   06:30 Diperbarui: 16 Maret 2024   09:47 2359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.dd-sunnah.net/

Saya tidak termasuk peminum kopi ideologis. Bahkan, sebagai peminum kopi pragmatis pun agak sulit untuk masuk barisan. Saya sejatinya peminum kopi yang payah. Namun, meski begitu, kisah tentang kopi selalu terasa memikat. Nampaknya hubungan saya dengan kopi bisa dianggap bersifat 'Platonis'.

Menurut legenda, seperti dikutip dari The history of coffee, kambinglah yang pertama kali menjadikan tanaman kopi populer. Kisah ini terjadi di provinsi Kaffa di barat daya Ethiopia, di mana kambing-kambing tersebut memakan sejumlah pohon yang tumbuh rendah dan memiliki daun-daun halus dan buah beri merah. Namun, hal ini membuat mereka begitu bersemangat hingga sang penggembala membutuhkan waktu lama untuk menenangkan mereka. Dia kagum dengan efek tanaman tersebut dan memutuskan untuk mencoba buah beri itu sendiri -- ternyata buah tersebut tidak berasa. Meskipun demikian, penggembala kambing memperhatikan bahwa memakan buah beri dari tanaman yang tidak diketahui membuatnya segar selama beberapa waktu. Para biksu dari biara terdekat mendengar tentang fenomena ini dan, setelah beberapa kali mencoba, menemukan bahwa jika dipanggang, digiling, dan diseduh, biji kopi tersebut akan menghasilkan minuman yang membantu mereka tetap terjaga selama berjam-jam berdoa. Kemungkinan besar kemampuan inilah yang membuat minuman ini populer di biara-biara lain.

Semua ini tentu saja hanya legenda, meskipun sebagian besar peneliti modern berpendapat bahwa tanaman kopi berasal dari Etiopia -- di mana tanaman ini masih dapat ditemukan tumbuh liar hingga saat ini. Dari Etiopia, kopi dibawa ke Yaman, tempat penyebaran geografis dan agroindustri kopi dimulai. Pemanggangan biji kopi dimulai secara kebetulan. Ketika ranting-ranting kopi dibakar di api unggun, biji kopi panggang ditemukan di dalam abu; ini kemudian dikunyah atau digunakan untuk membuat minuman tonik. Dengan ditemukannya cara pemanggangan dan pengembangan metode penyeduhan, kopi berhasil merebut hati masyarakat Yaman dan menjadi sumber kebanggaan nasional, sedangkan proses penyeduhan menjadi ritual nasional.

Selama dua abad, Yaman menjadi satu-satunya negara pemasok kopi ke pasar dunia. Dari situlah kopi mulai menyebar ke seluruh benua di dunia. Hal ini sebagian besar dimungkinkan oleh keadaan sejarah yang menguntungkan pada saat itu. Yaman terletak di jalur perdagangan penting dari Afrika Timur dan Asia Tenggara hingga Timur Tengah dan Eropa. Pemanfaatan kopi menyebar hingga ke kota suci Mekah dan Madinah, yang awalnya juga digunakan untuk mencegah jamaah tertidur saat salat. Namun, penduduk kota-kota tersebut sangat menyukai minuman baru tersebut sehingga mereka mulai mengkonsumsinya karena alasan selain alasan agama. Penting untuk diingat bahwa bagi umat Islam, alkohol terlarang, sehingga pengenalan kopi ke wilayah tersebut sangat sukses dan sejak itu menjadi bagian dari tradisi nasional.

Kopi sendiri berasal dari kata Arab qahwah. Leksikograf Arab Abad Pertengahan, menurut Wikipedia,  secara tradisional berpendapat bahwa secara etimologis qahwah berarti 'anggur', mengingat warnanya yang sangat gelap, dan berasal dari kata kerja qahiya, 'tidak memiliki nafsu makan'. Kata qahwah kemungkinan besar berarti 'yang gelap', mengacu pada minuman atau kacang. yang berarti  , dari bahasa Arab. Kata kopi kita dapatkan gara-gara orang Turki yang kesulitan mengucapkan 'qahwah' lalu memodifikasinya menjadi qahve, yang kemudian menjadi caff, caf dan coffee di belahan Eropa -- dan kemudian menjadi kopi dalam pengucapan kita.

Eropa, menurut artikel  The history of coffee, pertama kali mengetahui tentang kopi pada tahun 1548 dari sebuah risalah tentang minuman Turki yang ditulis oleh orang Italia Giovanni Antonio Menavino.

Konon, secangkir kopi pertama di Eropa diseduh di Roma pada tahun 1626 oleh Pietro della Valle, yang sudah terbiasa minum kopi setiap hari saat menjabat sebagai duta besar Paus di Iran (Persia) dan sudah mahir menyeduhnya sendiri. Kedai kopi secara bertahap dibuka di pelabuhan Mediterania. Venesia memperolehnya pada tahun 1615, Roma pada tahun 1626. Para penentang kopi mendekati Paus, berharap akan adanya pelarangan. Namun, Paus menyukai minuman tersebut dan memberkatinya. Kedai kopi pertama dibuka di Venesia dan kemudian menyebar ke seluruh Italia.

Kopi begitu lekat dengan Islam, terutama dengan kalangan sufi. Dalam Melayani Tamu: Buku Masak Sufi, disebutkan bahwa kopi merupakan warisan tradisi dalam tarekat Sufi di Arab Selatan. Anggota tarekat Syadziliyah dikatakan telah menyebarkan minuman kopi ke seluruh dunia Islam antara abad ke-13 dan ke-15 Masehi. Seorang Syaikh Syadzili diperkenalkan dengan minuman kopi di Etiopia, di mana semak asli dataran tinggi, buahnya, dan minuman yang dibuat darinya dikenal sebagai roti . Ada kemungkinan, meskipun tidak pasti, bahwa sufi ini adalah Abul Hasan 'Ali ibn Umar, yang pernah tinggal di istana Sadaddin II, seorang sultan di Etiopia Selatan . 'Ali ibn Umar kemudian kembali ke Yaman dengan pengetahuan bahwa buah beri tidak hanya dapat dimakan, tetapi juga meningkatkan kesadaran. Sampai hari ini syekh dianggap sebagai santo pelindung para petani kopi, pemilik kedai kopi, dan peminum kopi, dan di Aljazair, kopi terkadang disebut shadhiliyye untuk menghormatinya .

Minuman tersebut kemudian dikenal sebagai qahwa -- istilah yang sebelumnya digunakan untuk anggur -- dan akhirnya, di kalangan orang Eropa, disebut sebagai "Anggur Islam" atau  Wine of Islam yang maksudnya adalah mampu menggairahkan tanpa menjadi alkoholik. Sampai di sini legenda kambing yang menemukan kopi sedikit terkoreksi. Hehe...

Dialektika Panas Secangkir Kopi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun