Ramadan 1445 yang bertepatan dengan bulan Maret 2024 merupakan Ramadan yang ke-1400 bagi kaum Muslimin.Â
Murat Sofuoglu dalam How Prophet Muhammad and his companions experienced the first Ramadan menyebutkan bahwa pada tahun 624 M, Ramadhan pertama kali dilaksanakan di kota Madinah oleh Nabi Muhammad saw bersama para sahabat. Hal ini juga menandai tahun kedua Hijrah yang memainkan peran penting dalam sejarah Islam. Di bawah tekanan kaum musyrikin Mekah, komunitas kecil Muslim awal ini terpaksa meninggalkan kota Mekah dan pindah ke Madinah untuk mencari perlindungan pada tahun 622. Ramadhan pertama bagi umat Islam terjadi pada bulan Maret, bulan musim semi, saat suhu di Jazirah Arab termasuk Madinah lebih sejuk dibandingkan musim panas, ketika cuaca panas ekstrem melanda daerah gurun dan perkotaan.
Perintah puasa Ramadan sendiri disyariatkan pada hari Senin tanggal 10 Sya'ban 2 H atau, menurut Karen Armstrong dalam Muhammad Sang Nabi (2001), sekitar bulan Februari 624 M saat turun surat Al-Baqarah ayat 285 yang berisi perintah kepada umat Islam untuk berpuasa seperti yang dilakukan oleh orang-orang sebelum mereka. Hal ini terjadi kurang lebih satu setengah tahun setelah kaum Muslimin hijrah dari Mekah ke Madinah. Dan Nabi Muhammad saw sepanjang hayat beliau menjalani sebanyak sembilan  kali Ramadan.Â
Puasa sebenarnya bukanlah hal yang aneh bagi masyarakat Arab pra-Islam. Mereka terbiasa melakukan puasa pada hari dan waktu tertentu sesuai tradisi yang hidup di tengah masyarakat Arab. Namun, perintah untuk berpuasa selama satu bulan penuh, dengan rentang waktu antara 29-30 hari tanpa jeda, tentu bukan hal yang ringan.Â
"Ada catatan dari masa Nabi Muhammad SAW, yang menunjukkan bahwa bahkan umat Islam pertama pun mengalami masa-masa sulit untuk membiasakan diri berpuasa Ramadan di tahun pertama," ungkap Kasif Hamdi Okur, profesor dari Hitit University, sebagaimana dikutip Murat, mengisyaratkan bahwa ini adalah salah satu langkah Al-Quran untuk menciptakan umat Muslim yang memiliki disiplin spiritual yang khusus, yang dapat menahan kesulitan psikologis dan fisik.
Beberapa waktu sebelumnya, menurut para ahli sejarah Islam, umat Islam pun telah diperintahkan untuk memindahkan arah kiblatnya dari Masjid Al-Aqsa (Yerusalem) ke Masjidil Haram di Mekah. Dengan mengubah arah salat dan berpuasa tanpa henti selama sebulan, umat Islam pertama merasa bahwa mereka adalah komunitas agama yang berbeda dari kelompok monoteistik lainnya, Kristen dan Yahudi, yang anggotanya tinggal bersama mereka di Madinah, mengembangkan keyakinan diri yang kuat. kesadaran tentang identitas mereka sendiri, menurut Okur.
Ramadan pertama juga bertepatan dengan pertempuran militer penting pertama, Perang Badar, antara Muslim dengan kaum musyrik yang dipimpin Mekah. Perang yang dengan luar biasanya dimenangkan oleh umat Islam sekaligus memastikan kelangsungan sejarah agama monoteistik baru tersebut, sehingga memungkinkannya berkembang di seluruh dunia selama berabad-abad setelahnya.
Bagaimana kebulatan tekad pasukan Muslim yang kecil itu untuk gugur di medan laga Badar dapat diukur pada tuturan Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra dalam Pengantar Mempelajari Al-Quran:
"Pertempuran belum terjadi ketika Abu Jahal mengirim seorang pemuka Badui sebagai pengintai untuk mengetahui dan melaporkan jumlah laskar Islam. Pemuda Badui itu kembali dan melaporkan bahwa pasukan Muslim kira-kira tiga ratus orang banyaknya. Abu Jahal dan para pengikutnya sangat gembira. Mereka memandang pasukan Muslim sebagai mangsa yang empuk. 'Tetapi,' pemuda Badui itu meneruskan, 'nasihatku kepada kalian ialah: Jangan memerangi orang-orang itu, sebab tiap-tiap orang dari antara mereka nampak bertekad bulat untuk mati. Aku tidak melihat sosok-sosok manusia, melainkan malaikat maut berkendaraan unta.' Pemuka Badui itu memang benar, mereka yang bersedia mati, tak mudah untuk mati."
Keberanian yang penuh perhitungan dan dengan pertimbangan kesadaran ini lahir dari sebuah keyakinan yang salah satunya merupakan hasil dari tempaan Ramadan yang padahal baru setengahnya kaum Muslimin jalani. Puasa adalah serupa maut yang dengannnya kematian tidak tidak lagi menggentarkannya.
Ramadan baru menyambangi kita selama tiga hari. Masih ada 26 atau 27 hari tersisa untuknya bersama kita. Ia mencecapkan cawan kematian ke bibir kita agar tak gentar dengan berbagai kesulitan dan kepahitan hidup. Ia serupa vaksinasi yang memberikan kekebalan yang dengannya umat Muslim dapat bertahan selama 1400 tahun. Bila umat Muslim pada masa awal bisa mendapatkan kekebalan tersebut maka kita pun seyogianya bisa. Untuk bertahan sejumlah tahun yang sama demi kejayaan Islam di masa kemudian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H