Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dua Figur Berkilau dalam Semarak Merdeka Belajar di Al-Wahid

25 Mei 2023   14:25 Diperbarui: 25 Mei 2023   18:26 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Sekolah dan Wakasek Kurikulum menjadi narasumber workshop https://smaplusalwahid.sch.id/

Awal bulan Mei ini saya menulis Hardiknas 2023: Sebuah Upaya Reflektif. Tulisan yang didedikasikan untuk memperingati tiga tahun saya sebagai seorang Kompasianer, sejak Mei 2021 lalu. Terbetik keinginan untuk menutup bulan pendidikan ini sebuah tulisan sesuai dengan tema Hardiknas 2023: "Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar".

Al-Wahid Sebagai Sekolah Penggerak

Awal tahun pelajaran ini, 2022/2023, termasuk tahun pelajaran yang paling menantang bagi sekolah kami. SMA Plus Al-Wahid, tempat saya mengajar sejak awal berdirinya tahun 2000 lalu, berhasil lolos dalam seleksi sebagai pelaksana Program Sekolah Penggerak (PSP). 

Lekat benar dalam ingatan saat Kepala Sekolah kami mengundang para Wakil Kepala Sekolah dan perwakilan guru untuk membincang wacana keikutsertaan Al-Wahid dalam program pemerintah dalam bidang pendidikan, Sekolah Penggerak. Selepas pertemuan, secara terpisah kami berdiskusi ringan menyambung apa yang disampaikan Kepala Sekolah. Informasi awal yang didapatkan adalah bahwa Program Sekolah Penggerak yang merupakan episode ke-7 dari program Merdeka Belajar yang dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2021. Sementara itu, program Merdeka Belajar sendiri dicanangkan Pemerintah dua tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2019. Tahun 2023 ini, Kemdikbudristek sudah meluncurkan 24 episode dengan tema episode terbarunya adalah 'Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan'. 

Frasa Merdeka Belajar menjadi buah bibir dan bahan bincangan keseharian di sekolah sejak pertemuan tadi. Terlebih saat tagar Semarak Merdeka Belajar mulai gencar dan viral di dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan, vibe Merdeka Belajar semakin terasa. Saya mencoba mencari-cari informasi seputar Merdeka Belajar, termasuk kurikulum baru yang sudah mulai ramai diperbincangkan di berbagai platform media sosial. Sebagai pembanding, tulisan-tulisan yang bernada kontra atau kritis pun termasuk yang saya pelajari. Salah satu di antara yang kritis favorit saya adalah artikel Ganti Kurikulum Lagi yang ditulis Ki Darmaningtyas di harian Kompas, 4 September 2021. Tidak lupa saya share juga di WhatsApp Group sekolah.

Kisaran bulan Agustus 2021, setelah Kepala Sekolah kami mengikuti seleksi pencalonan sekolah penerima program ini dan kemudian dinyatakan lolos, maka awal tahun 2022 Al-Wahid pun bersiap untuk melaksanakan piloting implementasi kurikulum yang baru. Karena baru bersifat prototipe atau purwarupa, maka tidak sedikit di antara kita yang menyebut kurikulum penerus Kurikulum 2013 ini sebagai Kurikulum Prototipe. Beberapa waktu kemudian muncullah nama Kurikulum Merdeka mengkhalayak. Sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Humas tahun lalu, saya bersama pengurus  OSIS periode 2021/2022, mulai mencantumkan Al-Wahid sebagai Sekolah Penggerak dengan Profil Pelajar Pancasilanya dalam flyer Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun berjalan ini. Struktur kurikulum di Kurikulum Merdeka sendiri didasari oleh tiga hal, yaitu: berbasis kompetensi, pembelajaran yang fleksibel, dan karakter Pancasila. 

Kepala Sekolah dan Wakasek Kurikulum menjadi narasumber workshop https://smaplusalwahid.sch.id/
Kepala Sekolah dan Wakasek Kurikulum menjadi narasumber workshop https://smaplusalwahid.sch.id/

Dua Figur Penggerak 

Adalah sulit bagi saya untuk mengabaikan peran dua figur di sekolah kami dalam perjalanan Al-Wahid sebagai Sekolah Penggerak. Pertama, Kepala Sekolah kami, Luki Abdurrahman, S.Sos. Inisiatifnya untuk mendaftarkan sekolah dalam Program Sekolah Penggerak benar-benar mendorong para pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik untuk berani melangkah menyambut perubahan. Saya sendiri menyebut inisiasi ini sebagai keberanian Al-Wahid sebagai satuan pendidikan untuk berselancar di atas gelombang perubahan. Courage to surf on the wave of change, tulis saya di WAG Forum Komunikasi Al-Wahid.

Pak KS, begitu panggilan singkatnya, memiliki keinginan belajar yang tinggi. Boleh jadi di antara para kepala sekolah di lingkungan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) di bawah KCD XII Tasikmalaya, Jawa Barat, Pak KS ini salah satu di antara yang paling curious dengan sesuatu yang baru. Kebaruan selalu menjadi ruh dalam arahan-arahannya, baik dalam upacara bendera ataupun rapat-rapat dinas. Termasuk dalam mengikuti dinamika pemberlakuan Kurikulum Merdeka. Sejak persiapan mengikuti seleksi, apalagi setelah dinyatakan lolos sebagai Sekolah Penggerak, rasanya berbagai aspek kebaruan yang ditawarkan oleh kurikulum ini seakan sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembicaraan dan arahan-arahan dinasnya. Posisi saya dengan senang hati menjadi jembatani agar visi Kepala Sekolah bersambutan dengan persepsi para pendidik, tenaga kependidikan dan peserta didik khususnya dan keluarga besar sekolah pada umumnya. Tentu tidak mudah. Hanya saja, karena peserta didik yang menjadi pertaruhannya, kita tidak punya pilihan kecuali berusaha secara maksimal.

Secara pribadi, tugas berat yang diberikan Kepala Sekolah adalah saat dimasukkan ke dalam Komite Pembelajaran. Komite ini bertugas merancang, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan murid. Selain itu, para anggota komite dituntut aktif berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Setiap bulan Kepala Sekolah bersama Komite Pembelajaran mengadakan pertemuan dengan para guru yang mengampu mata pelajaran ber-Kurikulum Merdeka untuk melakukan evaluasi dan refleksi. Kepala Sekolah berulang-kali menekankan pentingnya kolaborasi antar guru sebagai teladan nyata bagi peserta didik yang dituntut cakap dalam berkolaborasi saat mengikuti pembelajaran di kelas. Meskipun terdengar bukan sesuatu yang teramat baru, namun tidak mudah ternyata di tataran praksis untuk berkolaborasi secara setara dan kontributif.    

Komite Pembelajaran berbagi bersama para pendidik https://smaplusalwahid.sch.id/
Komite Pembelajaran berbagi bersama para pendidik https://smaplusalwahid.sch.id/

Figur kedua adalah Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, Mia Rosmiati, S.Pd. Saya menyebut Wakasek Kurikulum ini sebagai penerjemah kebijakan yang handal. Saat sesi bimbingan Komite Pembelajaran bersama fasilitator Program Sekolah Penggerak dari Universitas Siliwangi Tasikmalaya, saya berseloroh menyebut Wakasek Kurikulum Al-Wahid dengan julukan 'Ibu Gigih'. Ungkapan kekaguman saya ini divalidasi oleh fasilitator PSP, Dr. Nana, M.Pd., yang dengan itu julukan 'Ibu Gigih' secara absah dikukuhkan.

Saya tidak bermaksud hiperbolis saat menyebutnya sebagai penerjemah kebijakan untuk Wakasek Al-Wahid ini. Betapa tidak, sejak Tasikmalaya tidak mengirimkan perwakilan dalam seleksi Sekolah Penggerak gelombang 1 pada tahun 2021, maka Al-Wahid harus berangkat dari nol dalam merancang dan kemudian melaksanakan interpretasi pedoman yang diberikan Kemdikbudristek berkenaan dengan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM). Beruntung sekali, kami yang terhimpun dalam kelompok fasilitasi  bersama enam sekolah lainnya, bisa sharing sekaligus berbagi energi bersama fasilitator PSP. Tanpa ada contoh sekolah di Tasikmalaya yang sudah menjadi pelaksana Kurikulum Merdeka, menuntut seorang Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum untuk mampu menterjemahkan secara teknis panduan ke dalam format layanan pembelajaran yang implementatif sesuai kondisi yang ada. Adrenalin akademik sudah mulai terpacu sejak menyusun Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP). Sebuah dokumen akademik yang merupakan 'DNA'-nya sebuah satuan pendidikan atau sekolah. Inilah kemampuan yang saya maksudkan sebagai penerjemah kebijakan. 

Hal menantang berikutnya adalah pengorganisasian pembelajaran Kurikulum Merdeka. Kita harus memilih satu dari empat format, yaitu pendekatan mata pelajaran, tematik, integratif atau blok secara terpisah waktu. Produk akhir dari pengorganisasian ini nantinya secara sederhana akan berupa jadwal pelajaran. Administrasi pembelajaran juga memiliki tantangan tersendiri. Perubahan nomenklatur Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar (KI-KD) menjadi Capaian Pembelajaran (CP), Silabus menjadi Alur Tujuan Pembelajaran (ATP), Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP)  menjadi Modul Ajar membawa implikasi baru. Layanan dan desain Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang tepat juga tidak kalah menantangnya. Lalu, penilaian sumatif yang boleh tidak lagi berupa test tertulis melainkan bisa berupa portofolio, penugasan ataupun proyek terhitung langkah baru bagi dunia persekolahan secara umum. Kesemua ini berada di bawah bidang Kurikulum sebuah satuan pendidikan. Pada posisi inilah kegigihan seorang Wakasek Kurikulum teruji. Atas alasan inilah sebutan 'Ibu Gigih' saya sematkan kepada kolega yang sehari-harinya mengampu mata pelajaran Kimia ini.   

Peserta didik sedang belajar presentasi  https://smaplusalwahid.sch.id/r
Peserta didik sedang belajar presentasi  https://smaplusalwahid.sch.id/r
 

Menyoal Air Beriak Tanda Tak Dalam

Tahun pelajaran 2022/2023 akan berakhir di bulan Juni mendatang yang ditandai Penilaian Sumatif Akhir Tahun (PSAT). Implementasi Kurikulum Merdeka di SMA Al-Wahid pun akan mencatatkan tahun pertamanya. Pembelajaran kolaboratif, pembelajaran terdiferensiasi, pembiasaan refleksi di akhir kegiatan pembelajaran, dan gelar atau panen karya – yang dikemas dalam koridor pembelajaran menyenangkan lalu kemudian diharapkan akan melandasi pembelajaran sepanjang hayat – menjadi buah-buah mimpi kedua figur yang berkilau dalam Semarak Merdeka Belajar di Al-Wahid ini. Sebuah impian yang berangkat dari cita-cita luhur Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. 

Keduanya barangkali akan tersipu malu saat membaca tulisan ini. Atau, menganggap saya berlebihan. Meski, saya telah berusaha untuk menghindari kalimat-kalimat yang terlalu berbunga. Pepatah bijak mengatakan bahwa air beriak tanda tak dalam, untuk itu biarlah saya menjadi periak air di permukaan. Bukan karena ia tidak dalam. Melainkan, justru sebagai penanda bahwa ada air yang cukup dalam sebuah ceruk satuan pendidikan yang bernama SMA Al-Wahid.

Terima kasih, Pak Luki dan Ibu Mia, sebagai sosok inspiratif Merdeka Belajar di SMA Al-Wahid!     

Terima kasih juga kepada kolega pendidik dan peserta didik di SMA Al-Wahid!

Mari kita semarakkan Merdeka Belajar!      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun