Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tiga Hari Pertama Pasca-Ramadan

24 April 2023   09:13 Diperbarui: 24 April 2023   09:20 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan akhirnya, paragraf favorit saya ada pada kata-kata penutupnya, Weinberg berfilsafat dalam kerendahhatian:

"Penelitian pada alam semesta yang paling awal ini mewakili kemajuan nyata, tetapi itu adalah kemajuan semacam konseptual, hanya sama-samar terkait dengan pengamatan alam semesta saat ini. Kita hari ini tidak lebih dekat daripada kita pada tahun 1976 dalam memahami asal-usul struktur yang mengisi alam semesta kita: galaksi dan gugus galaksi. Ketika kita memandang langit malam, yang terlihat adalah besar Bima Sakti dan bagian bercahaya redup dari Nebula Andromeda terus mengejek ketidaktahuan kita."

Saya selalu iri atas kemampuan ilmuwan-ilmuwan Barat dalam mengemas tuturan mereka ketika menarasikan hal-hal yang pelik. Sementara saya sendiri, berpikir saja 'belibet' sekali. 

Tiga Hari Pertama Pasca-Ramadan

Kembali kepada hari Senin ini (24/04). Tiga hari pertama pasca-Ramadan 1444 H. Rasa sedih yang dirasakan saat mengikuti bacaan takbir imam masjid selepas salam terkonfirmasi secara riwayat. Terlepas dari diskusi hangat seputar derajat periwayatannya. Hemat saya, secara kandungan hikmah riwayat yang menceritakan betapa sedihnya Rasulullah saw jelang bulan Ramadan berakhir sangat tidak bisa diabaikan kebenarannya.

Sudah lazim diperdengarkan kepada kita bahwa Rasulullah pernah berkata bahwa apabila malam terakhir bulan Ramadhan tiba, maka menangislah langit, bumi, dan para malaikat karena musibah menimpa umat Muhammad SAW. Konon, para sahabat kemudian bertanya tentang musibah apa gerangan yang akan menimpa. Rasulullah saw menjawab:

"Perginya bulan Ramadhan, karena di bulan Ramadhan itu semua diijabah, semua sedekah diterima, semua kebaikan dilipatgandakan pahalanya dan siksa ditolak (dihentikan)," (Diriwayatkan dari Jabir).

Sementara itu, tidak ada jaminan bagi kita akan dipertemukan kembali dengan Ramadan berikutnya. "Sekiranya umatku ini mengetahui apa-apa (kebaikan) di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar tahun semuanya itu menjadi Ramadhan," (Diriwayatkan dari Ibnu Abbas).

Secara psikologis, hemat saya, inilah yang menjadi salah satu alasan adanya sunnah berpuasa enam hari pada bulan Syawwal. Baik itu berturut-turut ataupun berselangan hari. Sementara secara fisika, berpuasa 6 hari segera selepas Ramadan semacam pemenuhan fitrah inertia atau kelembaman dalam berpuasa.

Tepat di hari ketiga sejak beranjaknya Ramadan, sambil menanti pergantian hari bersama tergelincirnya hari dari siangnya, dengan berat hati saya berucap: "Sampai bertemu kembali, wahai Ramadan!"  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun