Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Arti Sebuah Nama? (Sebuah Tulisan Terbelah Hari)

21 April 2023   00:01 Diperbarui: 21 April 2023   05:59 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah Nama yang Menggoda

Emre Sobuncuoglu. Setidaknya sudah tiga kali saya menyinggungnya dalam tulisan selama Ramadan ini. Emre adalah gitaris klasik, sekaligus doktor di bidang musik berdarah Turki. 

Ada dua hal yang menarik perhatian saya. Pertama, secara skill permainan gitar, hemat saya, Emre termasuk sangat 'nyekolah' sesuai kata klasik sendiri, classic. Betapa tidak, Emre adalah penyandang gelar doktor dalam bidang musik. Selain itu, ia sarjana di bidang matematika, khususnya Aljabar umum dan Kekisi (Lattice). 

Menurut Tom Service dalam Why do we call it 'classical' music? di BBC kata klasik telah menjadi sebuah ungkapan dari sebuah nilai. "Kita menggunakan itu untuk menunjukkan pendapat kita bahwa sesuatu akan bertahan dari tantangan zaman. Sebuah ungkapan atas nostalgia dan keunggulan dalam persaingan dari apapun yang ada," tambahnya.

Definisi klasik yang dijelaskan Tom Service mengukuhkan musik klasik sebagi musik yang berkelas. Sehingga, kalau saya menyebut Emre sangat 'nyekolah' terhitung cukup aman. 

Kedua, tentang nama belakang Sabuncuoglu. Nama belakangnya membangkitkan rasa penasaran kebahasaan. Nama depan Emre sudah cukup membuat saya tenang. Bila merujuk bahasa Arab, nama yang paling potensial untuk jadi mitranya adalah Imru' (ingat saja sama Imru' al-Qais, pujangga Arab pra-Islam). Atau, bila mengintip forum tanya-jawab Quora:

"Emre adalah bentuk transformasi dari nama Turki lainnya Emrah. Emrah terdiri dari dua kata Persia yaitu hem dan rah. Hem berarti 'sama' dan rah berarti 'jalan', sehingga menjadi 'seseorang di jalan yang sama dengan yang lain' atau sederhananya adalah 'kawan'. Baik Emrah dan Emre berarti 'kawan' dalam bahasa Turki," ungkap salah satu partisipan. 

Ada juga yang mengatakan bila Emre berasal dari nama Imre di Hongaria. Apapun jawabannya, saya cukup merasa tenang. 

Giliran nama belakang, lain lagi. Sabuncuoglu terasa mengganggu ketenangan. Secara analisis sederhana, Sabuncuoglu terdiri dari tiga suku kata (atau tepatnya tiga kata): sabun, cu dan oglu. 'Sabun' artinya sabun. Ya, sabun. Dan 'Cu' adalah sebuah sufiks yang menunjukkan arti profesi atau pekerjaan. Sementara 'oglu' berarti anak atau keturunan. Sehingga bila digabungkan, maka Sabuncuoglu akan berarti 'anak atau keturunan pembuat sabun'. 

Pemberontakan Atas Kuasa Kantuk

Saya sebenarnya bisa tidur nyenyak saat mendapatkan simpulan ini. Sama sekali tidak ada yang salah dengan profesi pembuat sabun. Seorang gitaris klasik seperti Emre sangat mungkin berasal dari keluarga dengan tradisi profesi sebagai pembuat sabun. 

Sabun dan musik klasik, bagi kebanyakan orang, barangkali merupakan dua hal yang seakan nyaris tidak berhubungan sama sekali. Saya tidak termasuk di antara kebanyakan orang tadi. Sederhana saja. Tidakkah para maestro, editor, musisi ataupun penyanyi menggunakan sabun sata mereka mandi? Sesederhana itulah setidaknya irisannya. Hehehe

Hanya saja, saya belum diizinkan tidur oleh rasa penasaran yang terus menggoda. "Cobalah cari asal-usul keluarga Emre, atau siapa saja penyandang nama belakang itu. Siapa tahu ada yang lebih menarik," atur otak saya seenaknya. Apalah daya, kedua mata dan kesepuluh jari-jari telah sepakat berkomplot dengan otak untuk memberontak kepada tuan mereka. 

Kata Sabuncuoglu diketikkan pada bilah pencarian. Sepersekian detik kemudian, tepatnya sekitar 186.000 hasil hasil dalam 0,35 detik pencarian Google. Bertengger teratas, Serefeddin Sabuncuoglu. Berbekal sedikit bahasa Arab, meskipun sangat payah, dengan mudah saya menenggarai nama Serefeddin yang sangat Arab. 

Syariifuddin atau Syaraafuddin merupakan kandidat terkuat untuk padanan nama ini.  Dan, sebuah artikel di laman Muslim Heritage The 15th Century Turkish Physician Serefeddin Sabuncuoglu Author of Cerrahiyetu 'l-Haniyye sukses memuluskan rancangan kudeta otak bersama antek-anteknya: mata  dan jemari. Sementara, jam menunjukkan bahwa waktu tidur sudah mulai hangus. "Saya bukan makhluk nokturnal," batin bergumam lirih. 

Artikel tersebut ditulis Salim Ayduz dan Osman Sabuncuoglu. Di dalamnya dinyatakan bahwa Serefeddin Sabuncuoglu (1385-1470) adalah seorang dokter sekaligus penulis sebuah traktat bedah terkenal, Cerrahiyetu'l Haniyye (Bedah Kekaisaran), yang ditulis dalam bahasa Turki pada tahun 1465. Ini adalah atlas bedah bergambar pertama dan ensiklopedia medis besar terakhir dari dunia Islam. Meskipun traktat ini sebagian besar didasarkan pada Al-Tasrif milik Al-Zahrawi, Sabuncuoglu memperkenalkan banyak inovasi miliknya, di antaranya pengenalan gambaran di mana kita melihat ahli bedah wanita diilustrasikan untuk pertama kalinya.

"Nama lengkap dari dokter kita adalah Serefeddin Sabuncuoglu b. 'Ali b. al-Hajj Ilyas b. Sya'ban al-Amasi al-Mutatabbib. Dia lahir di Amasya sekitar tahun 1385 dan meninggal di Amasya setelah tahun 1468. Dia berasal dari Turki dan tinggal di negara Ottoman selama masa ekspansinya yang progresif pada abad ke-15. Kakeknya, Hajji Ilyas Beg, adalah seorang dokter istana di Bursa selama pemerintahan Sultan Celebi Mehmed (1413-1421)," ungkap mereka.

Selarik cahaya masuk ke dalam benak. Satu dari 64 kata yang terdapat dalam paragraf akhir kutipan tadi menghalau kantuk kian menjauh. Sya'ban. Karena Sya'ban adalah nama terakhir yang bisa dirujuk oleh Serefeddin secara genealogis, maka artinya perujukan keturuan akan berpuncak pada sosok bernama Sya'ban ini. "Nah, ini dia," seru saya spontan sekaligus bernada euraka ala Archimedes

Begini maksudnya. Seperti sebelumnya, Sabuncuoglu terdiri dari tiga kata. Hanya saja kali ini ada dua kata pembentuknya yang berbeda. Pertama, 'Sabun' berasal dari kata Sya'ban, nama dari buyutnya Sefereddin. Kedua, sufiks 'cu' nampaknya bentuk perubahan dari sufiks 'ji', yang berasal dari pengaruh budaya benua alit India, yang berarti sebuah penghormatan atau menyampaikan rasa hormat. Sabunji, maksudna yang terhormat atau tuan Sya'ban. 

Perubahan penulisan dan bacaan dari ji menjadi cu atau ci lazim terjadi dalam bahasa Turki, seperti jannah menjadi cennet atau jum'ah menjadi cuma. Nampaknya hal yang sama terjadi dengan sufiks ji menjadi ci (kemudian menjadi cu). Titel al-mutatabbib yang disematkan kepada Sya'ban jelas menunjukkan posisi buyutnya Serefeddin sebagai tabib istana. Sebuah jabatan yang layak disemati 'ji' di belakangnya.

Saya tidak sendiri. Wikipedia edisi Inggris mencantumkan penulisan nama Serefeddin Sabuncuaglu dengan sufiks 'ji'. Namun, penulisan Sabun-nya masih shabun yang merujuk kepada sabun bukan Sya'ban.  

Setidaknya kita punya alternatif untuk arti dari nama belakang Sabuncuoglu: "keturunan dari keluarga pembuat sabun" atau "keturunan dari keluarga terhormat tuan Sya'ban". Tentu saja hal ini menarik untuk ditelusuri lebih lanjut. Dan kantuk pun semakin tersudut.   

Dokter Aktivis Kesetaraan Gender

Dua sumbangan unik dari Serefeddin Sabuncuoglu di luar teknis kedokterannya, menurut G. Bademci dalam First illustrations of female "Neurosurgeons" in the fifteenth century by Serefeddin Sabuncuoglu adalah memelopori penyisipan ilustrasi dan dukungannya atas kesetaraan gender dalam dunia kedokteran.   

"Kaum laki-laki telah mendominasi dunia kedokteran selama berabad-abad. Wanita tidak dapat muncul dalam sejarah medis secara setara hingga akhir abad ke-18; meskipun mereka nyatanya selalu ada dalam kedokteran sebagai praktisi. 

Patut disebutkan bahwa ilustrasi pertama yang menunjukkan ahli bedah wanita ditemukan dalam buku yang ditulis dalam bahasa Turki oleh Serefeddin Sabuncuoglu pada abad ke-15; sementara Eropa baru bangun dari zaman gelapnya dan Timur Tengah berada di bawah pengaruh aturan ketat budaya Arab dan Islam. Serefeddin Sabuncuoglu (1385-1470) adalah penulis dari buku teks bedah pertama yang bergambar, Cerrahiyyetu'l-Haniyye (Bedah Kekaisaran) dalam Sastra Turki.

"Dalam ilustrasi-ilustrasi mini yang digambar oleh Serefeddin Sabuncuoglu ditunjukkan bahwa ahli bedah wanita, yang disebut sebagai tabibe (Thabiibah, Arab), telah diizinkan untuk praktik sendiri di Anatolia. Tabib (dokter) wanita ini diilustrasikan dalam gambar-gambar kecil sedang berlatih dalam penanganan janin mati dengan hidrosefalus dan makrosefalus yang merupakan petunjuk pertama dilakukan wanita Turki dalam bidang bedah syaraf," ungkap akademisi dari jurusan bedah syaraf fakulas kedokteran Kirikkale, Turki ini.

Jejak peradaban Islam di dunia sungguh sulit untuk dihapuskan. Bahkan, saat para penulis sejarah dan akademisi Barat disebabkan oleh bias sentimen secara sistematis berusaha mengaburkannya sekalipun. 

Semakin menarik. Tapi saat saya lirik jam di sudut kanan bawah layar laptop, kali ini tidak ada lagi kompromi. Terlalu malam. Saya unplug kabel power dari laptop dan segera mematikannya. "Besok, kita lanjut lagi," gumam saya. Kata kita dipilih agar otak, mata dan jemari ini merasa terlibat secara demokratis dalam pengambilan keputusan untuk rehat.   

Arti Sebuah Nama

Delapan jam setelah putusan rehat ditetapkan tadi malam, pagi ini kita kembali akan lanjutkan sisa bahasan yang sempat tertunda.

Sebelum lanjut menulis, saya teringat sebuah kutipan kata-kata William Shakespear: 'Apa arti sebuah nama? Apa yang kita sebut mawar kita sebut dengan nama lain pun akan sama bau harumnya.' Kata-kata ini digunakan Shakespear dalam drama Romeo dan Juliet---sebuah karya saduran atau setidaknya terinspirasi oleh kisah Ephesian Anthia and Habrocomes karya seorang penulis Yunani, Xenophon dari Efesus (2-3 M).  

Kutipan ini muncul saat saya mencoba menemukan judul untuk tulisan yang sempat terjeda tadi malam. Lalu mengapa harus Shakespear yang terlintas, rupanya pada siang harinya saya membaca sebuah kutipan yang diatribusikan kepada pujangga asal Inggris ini: "Love me or hate me, both are in my favor. If you love me, I’ll always be in your heart. If you hate me, I’ll always be in your mind."

Adalah Alia Farhat, siswi saya yang sekarang tengah berkutat dengan persiapan UTBK-nya, memosting kutipan yang dianggap perkataan William Shakespear tersebut. Alia adalah seorang penggandrung buku, penikmat kata dan pecinta makna. Ia adalah sekian kecil dari anak-anak didik saya yang jatuh cinta dengan aroma buku. Ada jejak buku dalam kata-katanya.  Hal itu dengan mudah bisa ditemui saat bertukar kata dengannya. Ada jejak bacaan dalam pancaran matanya.

Saat saya goda bahwa saya memilih love daripada hate, Alia tergelak diwakili tulisan 'hahaha'. Saya harap derai tawa ceria itu tetap bertahan. Sebab, dengan berat hati harus saya sampaikan bahwa kata-kata tersebut tidak terkonfirmasi diucapkan oleh Shakespear. Esther French, dalam Fakespeare: 5 quotes commonly misattributed to Shakespeare menyebutnya sebagai perkataan dari Sir Walter Scott. Sementara di tempat lain disebutkan bahwa kutipan tersebut disandarkan kepada Oscar Wilde.

Bagaimanapun juga, Alia membantu saya menemukan judul untuk tulisan kali ini. Pembaca sudah membacanya di puncak tulisan.   

Kembali kepada nama belakang Sabuncuoglu. Emre Sabuncuoglu akan tetap seperti itu, menjadi maestro gitar klasik dan berbakat di matematika, terlepas nama belakangnya berarti "keturunan dari keluarga pembuat sabun" ataupun "keturunan dari keluarga terhormat tuan Sya'ban".  Begitu juga halnya dengan dokter sekaligus aktivis keseteraan gender kita, Serefeddin Sabuncuoglu.

Begitu bila kita melihatnya secara Shakespearian. Hanya saja, saya memilih untuk melihat dari perspektif berbeda. Bukan masalah sabun atau sya'ban---mana yang lebih baik, melainkan apakah memang sabun atau sya'ban fakta yang sebenarnya? Pada saat kita mendapatkan faktanya, baru kita memaknainya dengan cara yang terbaik. 

Dalam perspektif faktual ini, agak sedikit miris saat Republika menurunkan tulisan Mengenal Serefeddin, Ahli Bedah Perempuan Asal Turki pada Jumat, 27 April enam tahun lalu. Rupanya penulis artikel tersebut gagal untuk melakukan verifikasi dan konfirmasi sumber bacaan. Apakah kalimat "[Serefeddin] Sabuncuoglu memperkenalkan banyak inovasi miliknya, di antaranya pengenalan gambaran di mana kita melihat ahli bedah wanita diilustrasikan untuk pertama kalinya" terlalu sulit untuk dicerna? Apakah sulit untuk mengenali Serefeddin adalah nama yang tidak lazim untuk perempuan? Editor tulisan tersebut tidak melakukan tugasnya dengan baik.

Belajar dari Nama

Masih tentang nama. Santo Agustinus dalam De Civitate Dei (Kota Tuhan) menghikayatkan seorang perompak (bajak laut) yang ditangkap oleh Aleksander Agung

Sang Kaisar: "Bagaimana kamu berani-beraninya menodai lautan?" 

Sang perompak: "Bagaimana juga Paduka berani-beraninya menodai dunia? Apakah hanya karena hamba melakukannya dengan sebuah kapal kecil, lalu hamba dianggap perompak? Sementara Paduka, dengan armada laut yang hebat menodai dunia kemudian dianggap kaisar?"

Konon nama perompak ini adalah Diomedes---Santo Agustinus sendiri tidak menyebutnya---ia telah membungkam sang kaisar.  

Satu lagi, masih tentang Aleksander Agung. Suatu hari sang kaisar bertemu dengan seorang filsuf. Sang kaisar berkata, "Akulah Aleksander, sang kaisar agung." 

Sang filsuf menjawab, "Hamba adalah Diogenes si anjing." 

Ketika Aleksander bertanya apa yang telah dia lakukan sehingga disebut anjing, dia berkata: "Saya menjilat mereka yang memberi, menyalak kepada yang menolak, dan menggigit mereka yang degil."

Aleksander menanyakan kepada Diogenes apakah ada yang bisa dia lakukan untuknya. Diogenes, yang sedang menikmati hangatnya matahari musim gugur, menjawab, “Sudilah kiranya Paduka untuk bergeser sedikit agar sinar matahari tidak terhalang.” 

Kembali Aleksander terbungkam. Konon sebelum pergi, Aleksander berujar, "Jika saya bukan Aleksander, saya ingin menjadi Diogenes."

Diomedes secara bahasa---dios (Zeus) dan medein (pembela)---berarti 'pembela Zeus'. Sementara Diogenes---dios (Zeus) dan genes (lahir)---berarti 'keturunan Zeus'. Dalam tradisi Islam, nama seperti Abdullah, Zhafrullah dan sebagainya memiliki kesamaan dalam tujuan pemberian namanya. Lalu bagaimana bisa sebuah nama diberikan secara sembarang dan tanpa makna?

Kata-kata 'apa arti sebuah nama' secara retoris menalar hubungan antara simbol dan realitas sebagaimana telah menjadi topik diperdebatkan selama berabad-abad. Selama perdebatan penting mana cangkang dan isi. Tentu yang disentil Shakespear adalah kecenderungan asik mengulit dari pada bermain di tataran esensi.

Sebuah Koda     

Kita sekarang hidup dalam era di mana verifikasi dan konfirmasi akan mengukuhkan kita sebagai manusia. Bukan mesin. Termasuk, memastikannya dengan bertemu muka, berjabat tangan dan bertukar sapa. 

Selamat Hari Lebaran!

Selamat menjadi manusia, apapun nama yang disematkan kepada kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun