Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

(Satu Lagi tentang) Alien

2 April 2023   11:14 Diperbarui: 2 April 2023   11:20 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Erich Anton Paul von Daniken. Amazon menahbisnya sebagai 'Bapak Teori Alien Kuna'. Ia telah menulis 26 buku dengan angka penjualan lebih dari 65 juta eksemplar. Buku-bukunya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Sulit membayangkan kita berbicara tentang alien tanpa menyebut nama Bapak Teori Alien Kuna ini. Tulisan hari ini merupakan lanjutan dari tulisan Alien sebelumnya.   

Gagasan umum von Daniken dari berbagai buku terbitannya, dimulai dengan Chariots of the Gods? pada tahun 1968, adalah bahwa makhluk luar angkasa atau astronot kuno mengunjungi Bumi dan memengaruhi budaya manusia purba. Von Daniken menulis tentang keyakinannya bahwa struktur seperti piramida Mesir, Stonehenge, dan Moai Pulau Paskah, dan artefak tertentu dari periode itu, adalah produk dari pengetahuan teknologi yang lebih tinggi daripada yang dianggap ada pada saat pembuatannya. Dia juga menggambarkan karya seni kuno di seluruh dunia mengandung penggambaran astronot, kendaraan udara dan luar angkasa, makhluk luar angkasa, dan teknologi kompleks. Von Daniken menjelaskan asal-usul agama sebagai reaksi kontak dengan ras alien, dan menawarkan interpretasi bagian dari Perjanjian Lama dari Alkitab.

Carl Sagan, yang menulis buku Intelligent Life in the Universe bersama  I. S. Shklovskii dua tahun tahun sebelum von Daniken menerbitkan Chariots of the Gods?, mengomentari gagasan von Daniken:

"[Adalah sebuah kenyataan] bahwa tulisan seceroboh von Daniken, yang tesis utamanya adalah bahwa nenek moyang kita itu bodoh, harus begitu populer adalah komentar yang bijak tentang keyakinan dan keputusasaan di zaman kita. Saya juga berharap sebagai kelanjutan atas popularitas buku-buku seperti Chariots of the Gods? [menjadi bahasan] dalam pembelajaran logika di sekolah menengah dan perguruan tinggi sebagai pelajaran contoh pemikiran yang ceroboh. Saya tahu tidak apakah ada buku terbaru yang penuh dengan begitu banyak kesalahan logika dan fakta seperti halnya karya von Daniken ini."

Saya tidak bermaksud ad hominem, von Daniken rupanya kurang tahu berterima kasih atas gagasan-gagasan sebelumnya. Ronald Story beranggapan bahwa buku yang ditulis Carl Sagan dan I.S. Skhlovskii, Intelligent Life in the Universe membidani kelahiran gagasan-gagasan von Daniken's ideas. "Banyak gagasan dari buku  ini muncul dalam bentuk yang berbeda pada buku-buku von Daniken," ungkap Story.

"Sebelum karya von Daniken, banyak penulis lainnya telah mempresentasikan gagasan tentang adanya kontak dengan makhluk luar angkasa. Dia (Daniken) telah gagal untuk menghargai para penulis ini dengan benar atau bahakn tidak sama sekali, bahkan ketika membuat klaim yang sama dengan menggunakan bukti yang serupa atau identik. Dalam edisi pertama Erinnerungen an die Zukunft  (Kenangan Akan Masa Depan) von Daniken gagal mengutip One Hundred Thousand Years of Man's Unknown History karya Robert Charroux meskipun membuat klaim yang sangat mirip. Sampai-sampai penerbit Econ-Verlag terpaksa menambahkan Charroux dalam bibliografi di edisi selanjutnya, untuk menghindari kemungkinan gugatan plagiarisme," tambah Story.

Terlepas dari semua yang disampaikan tadi, von Daniken adalah penulis yang buah pikirannya memiliki pengikut banyak. Saat tinggal di Asrama Mahmud di Bandung dulu, saya sempat membaca salah satu buku von Daniken dengan sebagian halamannya yang sudah rusak dimakan rayap. Von Daniken adalah legenda dalam madzhab extra-terrestrialisme. Sampai-sampai, kata Richard R. Lingeman---dan ini membuat saya tersedak tawa saat membacanya---dalam Erich von Daniken's Genesis:

"Separuh dari saya mengharapkan---dengan pikiran liar saya sendiri---dalam buku von Daniken berikutnya dia akan mengumumkan bahwa dia akhirnya telah dinaikkan ke atas sebuah bukit berkabut dan ditampakkan kepadanya sebuah kapsul waktu Astronot Kuno yang nyata---dengan tablet bertuliskan sinar laser yang berisi instruksi terperinci bagi umat manusia. Sebuah pemikiran tentang agama-astronomi baru, dengan Erich von Daniken sebagai nabinya; renungkanlah itu!"

Sebuah Upaya Rekonsiliasi

Kita harus terbuka terhadap sebuah gagasan. Tidak perlu takut. Tidak terburu-buru dalam menilai. Tapi juga tidak boleh tergopoh-gopoh dengan mudah menerima sebuah gagasan. Meskipun selalu ada bias dalam memandang sesuatu, akan lebih baik bila kita tidak tergopoh-gopoh dalam menyikapi sesuatu.

Nampaknya merupakan bagian dari fitrah kita untuk menerima adanya eksistensi seperti kita di luar sana. Dan juga fitrah kita untuk merasa bahwa kita adalah pusat dari pesona penciptaan semesta ini.

Fitrah yang pertama terkuak berikutnya jauh setelah fitrah yang kedua. Gagasan geosentrisme secara filosofis terlahir dari rahim fitrah bahwa kita adalah makhluk termulia dalam skema penciptaan Tuhan. Hadits qudsi populer yang berbunyi: Lau laaka lamma khalaqtul aflaak (seandainya bukan karena engkau [Muhammad saw], maka Aku [Allah] tidak akan menciptakan semesta ini) memberikan dukungan kuat bahwa kitalah pusat semesta ini. Kesahihan riwayat ini sendiri banyak diperdebatkan, bahkan ada yang menganggapnya sebagai riwayat palsu.

Sementara fitrah kita untuk memiliki kesadaran bahwa semesta ini terlalu jembar bila hanya kita satu-satunya sebagai penghuninya. Mestinya ada peradaban seperti kita---baik itu lebih tinggi atau lebih rendah---di luar sana. Gagasan ini dilandasi oleh keyakinan kita akan kemahapenciptaan Tuhan sebagai Al-Khaaliq. Heliosentrisme secara filosofis berjalan senafas dengan gagasan ini. Kita adalah adalah merupakan bagian dari sebuah ras universal manusia yang betebaran di berbagai penjuru jagat raya.    

Mungkinkah kita melakukan rekonsiliasi atas kedua madzhab ini? Saya akan mencobanya. Dan saya mencoba memahaminya melalui Surah Al-Fatihah.

Tentang adanya keberadaan entitas lain ataupun entitas-seperti-kita yang lain sebenarnya terkandung dalam ayat kedua dari Surah Al-Fatihah: Alhamdu lillahi Rabbil-'aalamin. Kata 'aalam (bentuk tunggal dari 'aalamin) secara umum adalah segala sesuatu yang diciptakan atau makhluk. Dengan kata lain 'aalam adalah apapun selain Allah, baik itu berakal ataupun tidak, baik benda ataupun non-benda. Hal ini menyiratkan bahwa makhluk seperti manusia sangat mungkin untuk ada di luar bumi, bahkan di luar semesta kita. Konsep semesta paralel dan mutiverse pun terangkum dalam al-'aalamin.

Kata-kata iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin juga menyiratkan bahwa manusia bukan satu-satunya makhluk yang beribadah dan memohon pertolongan kepada Allah. Kebertuhanan bukanlah monopoli fitrah manusia, penghuni planet Bumi ini saja.

Malah, kata-kata ihdinash-shiraathal mustaqiim dalam perspektif ini adalah sebuah doa yang mungkin menyiratkan keinginan laten dalam setiap ras makhluk cerdas seperti kita untuk menemukan jalan yang konsisten dengan kaidah fisika (bukan hanya kaidah metafisika) di masing-masing tempatnya berada untuk saling bertemu. Mungkinkah jawaban atas doa-doa itu sebuah kemungkinan yang Allah sebutkan dalam Surah Asy-Syuura yang dikupas oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh dalam Revelation, Rationality, Knowledge and Truth yang saya kutip dalam Alien, bahwa: "Dia (Allah) akan mempertemukan kehidupan di benda-benda langit dan kehidupan di bumi ketika Dia menghendakinya."?

Dalam kerangka ini, asumsikan saja hadist qudsi Lau laaka lamma khalaqtul aflaak diterima oleh kebanyakan pihak, maka mungkihkah kedatangan para alien ke planet Bumi ini adalah dalam upaya mereka mencari tahu dan berharap dapat mengambil berkah dari Nabi Muhammad saw sebagai Khaatamul Makhluqaat (Sebaik-baik Ciptaan)? Atau, mungkihkah saat nanti kita menguasai teknologi penerbangan antar bintang pada hakikatnya adalah jalan bagi kita untuk menyampaikan pesan universal Nabi Muhamad saw sebagai Rahmatan lil-'Aalamin (Rahmat untuk Semesta)?

Bila demikian skenarionya, maka para pengikut Ptolemainisme dan Kopernikanisme akan saling berjabat tangan. Demikian pula dengan para fans-nya von Daniken dan Carl Sagan, mereka akan saling bertukar senyum. Dan saya pun terbawa senyum saat mengakhiri tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun