Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

(Satu Lagi tentang) Alien

2 April 2023   11:14 Diperbarui: 2 April 2023   11:20 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fitrah yang pertama terkuak berikutnya jauh setelah fitrah yang kedua. Gagasan geosentrisme secara filosofis terlahir dari rahim fitrah bahwa kita adalah makhluk termulia dalam skema penciptaan Tuhan. Hadits qudsi populer yang berbunyi: Lau laaka lamma khalaqtul aflaak (seandainya bukan karena engkau [Muhammad saw], maka Aku [Allah] tidak akan menciptakan semesta ini) memberikan dukungan kuat bahwa kitalah pusat semesta ini. Kesahihan riwayat ini sendiri banyak diperdebatkan, bahkan ada yang menganggapnya sebagai riwayat palsu.

Sementara fitrah kita untuk memiliki kesadaran bahwa semesta ini terlalu jembar bila hanya kita satu-satunya sebagai penghuninya. Mestinya ada peradaban seperti kita---baik itu lebih tinggi atau lebih rendah---di luar sana. Gagasan ini dilandasi oleh keyakinan kita akan kemahapenciptaan Tuhan sebagai Al-Khaaliq. Heliosentrisme secara filosofis berjalan senafas dengan gagasan ini. Kita adalah adalah merupakan bagian dari sebuah ras universal manusia yang betebaran di berbagai penjuru jagat raya.    

Mungkinkah kita melakukan rekonsiliasi atas kedua madzhab ini? Saya akan mencobanya. Dan saya mencoba memahaminya melalui Surah Al-Fatihah.

Tentang adanya keberadaan entitas lain ataupun entitas-seperti-kita yang lain sebenarnya terkandung dalam ayat kedua dari Surah Al-Fatihah: Alhamdu lillahi Rabbil-'aalamin. Kata 'aalam (bentuk tunggal dari 'aalamin) secara umum adalah segala sesuatu yang diciptakan atau makhluk. Dengan kata lain 'aalam adalah apapun selain Allah, baik itu berakal ataupun tidak, baik benda ataupun non-benda. Hal ini menyiratkan bahwa makhluk seperti manusia sangat mungkin untuk ada di luar bumi, bahkan di luar semesta kita. Konsep semesta paralel dan mutiverse pun terangkum dalam al-'aalamin.

Kata-kata iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin juga menyiratkan bahwa manusia bukan satu-satunya makhluk yang beribadah dan memohon pertolongan kepada Allah. Kebertuhanan bukanlah monopoli fitrah manusia, penghuni planet Bumi ini saja.

Malah, kata-kata ihdinash-shiraathal mustaqiim dalam perspektif ini adalah sebuah doa yang mungkin menyiratkan keinginan laten dalam setiap ras makhluk cerdas seperti kita untuk menemukan jalan yang konsisten dengan kaidah fisika (bukan hanya kaidah metafisika) di masing-masing tempatnya berada untuk saling bertemu. Mungkinkah jawaban atas doa-doa itu sebuah kemungkinan yang Allah sebutkan dalam Surah Asy-Syuura yang dikupas oleh Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh dalam Revelation, Rationality, Knowledge and Truth yang saya kutip dalam Alien, bahwa: "Dia (Allah) akan mempertemukan kehidupan di benda-benda langit dan kehidupan di bumi ketika Dia menghendakinya."?

Dalam kerangka ini, asumsikan saja hadist qudsi Lau laaka lamma khalaqtul aflaak diterima oleh kebanyakan pihak, maka mungkihkah kedatangan para alien ke planet Bumi ini adalah dalam upaya mereka mencari tahu dan berharap dapat mengambil berkah dari Nabi Muhammad saw sebagai Khaatamul Makhluqaat (Sebaik-baik Ciptaan)? Atau, mungkihkah saat nanti kita menguasai teknologi penerbangan antar bintang pada hakikatnya adalah jalan bagi kita untuk menyampaikan pesan universal Nabi Muhamad saw sebagai Rahmatan lil-'Aalamin (Rahmat untuk Semesta)?

Bila demikian skenarionya, maka para pengikut Ptolemainisme dan Kopernikanisme akan saling berjabat tangan. Demikian pula dengan para fans-nya von Daniken dan Carl Sagan, mereka akan saling bertukar senyum. Dan saya pun terbawa senyum saat mengakhiri tulisan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun