Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Le Quattro Stagioni

29 Maret 2023   05:18 Diperbarui: 29 Maret 2023   05:29 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest/f0.bcbits.com

Empat Musim atau Le Quattro Stagioni dalam bahasa Italianya. Begitu empat konserto untuk violin karya Antonio Vivaldi (1678-1741) secara umum dikenal. Keempat konserto ini merupakan empat dari 12 kumpulan konserto yang oleh Vivaldi diberi nama sebagai Il cimento dell'armonia e dell'inventione. Karya ini ditulis antara 1720-1725.

Laman Galaxy Music Notes menurunkan ulasan kisah di balik konserto Le Quattro Stagioni ini dalam Story Behind "The Four Seasons" by Vivaldi sebagai berikut:

La Primavera (Musim Semi)

Konserto menawarkan pameran musik mereka sendiri melalui semua pemain, solois yang paling cemerlang. Musim semi, dimulai dengan kejernihan dan kerenyahan hari musim semi yang khas, diiringi paduan suara burung dan sungai. 

Itu diserang oleh badai petir yang tiba-tiba, tetapi burung-burung yang berkicau segera mendapatkan kembali dominasinya. Gerakan diakhiri dengan tarian pedesaan yang semarak, dengan penduduk merayakan kembalinya fauna dan flora setelah musim dingin yang keras.

L'estate (Musim Panas)

L'estate atau musim panas, menawarkan awal yang lambat, menggambarkan cuaca terlalu panas untuk pergerakan apa pun. Udara hampir berhenti, burung-burung berkicau dengan malas sampai angin sepoi-sepoi berkumpul, mencambuk peringatan badai yang akan segera terjadi. Momen paling mencolok disajikan pada gerakan ketiga, saat badai hujan es tanpa ampun menghujani, menawarkan kontras yang sempurna.

L'autunno (Musim Gugur)

L'autunno atau musim gugur, kembali ke kejelasan yang menyerupai musim semi, dengan tema musik serupa di gerakan pertama. Rakyat desa bergembira sekali lagi, merayakan panen dengan minum anggur. Tempo turun secara signifikan, seiring dengan tidur nyenyak yang menyelimuti orang-orang. Gerakan terakhir mengilustrasikan "perburuan", membawa kita kembali ke genre Italia abad ke-14, Caccia---di mana lagu digunakan untuk mengagungkan perburuan melalui kanon suara.

L'inverno (Musim Dingin)

Konser diakhiri dengan L'inverno atau musim dingin. Gerakan pembukaan menyerupai orang menggigil, menghentakkan kaki seirama agar tetap hangat. Gerakan tengah menggambarkan kenikmatan menghangatkan diri melalui api yang berderak. Gerakan terakhir menawarkan orang-orang di luar ruangan berjalan menyusuri jalur es, sementara orang-orang di dalam rumah merasakan hawa dingin yang tiada henti masuk ke dalam.

"Ini memberikan salah satu contoh paling awal dan paling detail dari apa yang kemudian disebut musik program---musik dengan elemen naratif," tulis Betsy Schwarm dalam The Four Seasons Work by Vivaldi di laman Britannica.

Empat Musim membawa kita kepada perenungan tentang betapa musim memberkati kita dengan citra, suasana dan pesonanya. Kita berutang budi kepada musik klasik---yang melaluinya Vivaldi berkarya. Dan ini tidaklah mengherankan. Musik klasik, seperti dikutip dari Why Classical Music Still Matters?  di laman iClassical Academy, di antara semua genre lainnya, mendapat tempat sebagai raja musik. Orkestra dianggap sebagai kumpulan nada suara yang ideal yang diekspresikan oleh instrumen yang berbeda, dan kumpulan instrumen yang paling ekspresif yang disatukan oleh manusia.

Dalam kupasan yang menarik tentang mengapa manusia menyukai musik, meski narasi utamanya Why Do Humans Like Jazz? (Evolution of Music, Entrophy, and Physics of Neurons), namun terdapat pernyataan yang tegas bahwa kita menghabiskan hampir sepanjang sejarah manusia untuk membuat musik lebih terorganisir dan lebih terstruktur, dan musik klasik adalah puncaknya.

Senada dengan kedua pernyataan sebelumnya, Imam Jamaah Muslim Ahmadiyah yang ke-4, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h, saat menjawab pertanyaan tentang musik sebagaimana dikutip dari Review of Relegions menegaskan:

"Saya sama sekali tidak meremehkan musik, karena saya tahu musik klasik [misalnya] memiliki kemuliaan di dalamnya. Ia mengeluarkan [potensi] yang terbaik dari manusia, dengan cara yang tidak akan dimengerti manusia. Tapi penulis musik berpikiran mulia. Mereka ingin membawa, meski temanya tentang penderitaan, mereka ingin menarik perhatian pendengar musiknya kepada penderitaan orang ---bahwa orang lain menderita. Mereka (pendengar musik) menjadi sedih. [Padahal] tanpa ada nama orang yang disebut dan tanpa ada kisah yang diceritakan dengan kata-kata. Musik menyampaikan semua hal ini, dan mereka menjadi sedih dan mulai menangis, tidak tahu untuk apa. Bahkan ketika mereka keluar dari aula musik, mereka menjadi orang yang lebih mulia dari sebelumnya. Jadi musik memiliki tujuan, dan [itu berupa] tujuan yang mulia."

Musik, apapun itu genrenya, tentu saja bisa menjadi sarana penyampaian pesan-pesan yang luhur. Adalah tugas kita untuk bijak dalam memilihnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun