Konser diakhiri dengan L'inverno atau musim dingin. Gerakan pembukaan menyerupai orang menggigil, menghentakkan kaki seirama agar tetap hangat. Gerakan tengah menggambarkan kenikmatan menghangatkan diri melalui api yang berderak. Gerakan terakhir menawarkan orang-orang di luar ruangan berjalan menyusuri jalur es, sementara orang-orang di dalam rumah merasakan hawa dingin yang tiada henti masuk ke dalam.
"Ini memberikan salah satu contoh paling awal dan paling detail dari apa yang kemudian disebut musik program---musik dengan elemen naratif," tulis Betsy Schwarm dalam The Four Seasons Work by Vivaldi di laman Britannica.
Empat Musim membawa kita kepada perenungan tentang betapa musim memberkati kita dengan citra, suasana dan pesonanya. Kita berutang budi kepada musik klasik---yang melaluinya Vivaldi berkarya. Dan ini tidaklah mengherankan. Musik klasik, seperti dikutip dari Why Classical Music Still Matters? di laman iClassical Academy, di antara semua genre lainnya, mendapat tempat sebagai raja musik. Orkestra dianggap sebagai kumpulan nada suara yang ideal yang diekspresikan oleh instrumen yang berbeda, dan kumpulan instrumen yang paling ekspresif yang disatukan oleh manusia.
Dalam kupasan yang menarik tentang mengapa manusia menyukai musik, meski narasi utamanya Why Do Humans Like Jazz? (Evolution of Music, Entrophy, and Physics of Neurons), namun terdapat pernyataan yang tegas bahwa kita menghabiskan hampir sepanjang sejarah manusia untuk membuat musik lebih terorganisir dan lebih terstruktur, dan musik klasik adalah puncaknya.
Senada dengan kedua pernyataan sebelumnya, Imam Jamaah Muslim Ahmadiyah yang ke-4, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h, saat menjawab pertanyaan tentang musik sebagaimana dikutip dari Review of Relegions menegaskan:
"Saya sama sekali tidak meremehkan musik, karena saya tahu musik klasik [misalnya] memiliki kemuliaan di dalamnya. Ia mengeluarkan [potensi] yang terbaik dari manusia, dengan cara yang tidak akan dimengerti manusia. Tapi penulis musik berpikiran mulia. Mereka ingin membawa, meski temanya tentang penderitaan, mereka ingin menarik perhatian pendengar musiknya kepada penderitaan orang ---bahwa orang lain menderita. Mereka (pendengar musik) menjadi sedih. [Padahal] tanpa ada nama orang yang disebut dan tanpa ada kisah yang diceritakan dengan kata-kata. Musik menyampaikan semua hal ini, dan mereka menjadi sedih dan mulai menangis, tidak tahu untuk apa. Bahkan ketika mereka keluar dari aula musik, mereka menjadi orang yang lebih mulia dari sebelumnya. Jadi musik memiliki tujuan, dan [itu berupa] tujuan yang mulia."
Musik, apapun itu genrenya, tentu saja bisa menjadi sarana penyampaian pesan-pesan yang luhur. Adalah tugas kita untuk bijak dalam memilihnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H