Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hujan

21 Agustus 2022   16:18 Diperbarui: 22 Agustus 2022   06:00 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hujan deras (sumber: nasional.kompas.com)

Air tercatat sudah ada di muka bumi sejak 3,8 milyar tahun lalu. Dalam sebuah tulisan yang dimuat laman Real Onomics dengan judul When Was The First Time It Rained On Earth? disebutkan bahwa terbentuknya samudera juga memakan waktu selama 3,8 milyar tahun. 

Hujan diyakini pertama kali turun membasahi bumi pada 10 juta tahun pertama sejak terbentuknya. Adapun hujan secara merata mengguyur bumi terjadi setidaknya pada 232 juta tahun lalu dalam era yang dikenal sebagai masa Karnian. Bumi pernah mengalami musim hujan sepanjang dua juta tahun tanpa henti.

Bumi kita pernah tanpa air, tanpa hujan. Akan tetapi setelah itu bumi kita juga pernah begitu sangat basah dengan guyuran hujan selama dua juta tahun lamanya.  

Hujan begitu menarik perhatian saya akhir-akhir ini. Tidak ada alasan yang filosofis pada awalnya. Lebih karena saya mendapatkan tugas sebagai penanggung jawab beberapa kegiatan yang akan ideal bila hujan tidak turun saat kegiatan tersebut berlangsung. 

Hanya saja kenyataan berkata lain. Hujan tetap turun. Tidak ada pilihan lain kecuali saya harus belajar mengambil hikmahnya. Pilihan selain itu hanya akan mengurangi nilai dari visi kegiatan-kegiatan yang diamanahkan tersebut.

Setelah rangkaian kegiatan satu demi satu terlaksana, sembari menikmati moment reflektif saya memutar lagu Lacrimosa Dies Illa gubahan Wolfgang Amadeus Mozart. Nuansa sedih meruak. Lacrimosa sendiri berarti tangisan. Agak sulit untuk memastikan apakah lagu gubahan Mozart ataukah guyuran hujan yang menggugah nuansa sedih kali ini.

Dalam sebuah tulisan berjudul The Effect of Weather on Your Mood disebutkan bahwa alasan ilmiah mengapa hujan bisa mengundang rasa sedih. Hari-hari berhujan sering dianggap menyebabkan depresi dan kesedihan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar serotonin yang disebabkan oleh kurangnya sinar matahari. Penurunan kadar serotonin juga berkontribusi pada keinginan makan makanan yang menenangkan dan karbohidrat karena mereka meningkatkan kadar serotonin.

Serotonin dilepaskan ke dalam darah setelah berolahraga atau berada di bawah sinar matahari. Hujan membuat sinar matahari tertahan untuk memapar kita secara optimal. Maka produksi serotonin pun menurun. Sementara itu hormon ini termasuk satu dan tiga hormon yang bertanggung jawab terhadap rasa gembira dan bahagia, selain dopamin dan oksitosin. Itulah mengapa hujan bisa menggugah rasa atau nuansa sedih.

Sensasi lain berkenaan dengan hujan yang sudah umum kita ketahui bahwa hujan mampu membawa sebuah kenangan. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah aroma tanah saat pertama kali tertimpa air hujan. Adalah petrichor (petrikor), yaitu aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh ke tanah kering. Petrikor ini yang bertanggung jawab atas perasaan emosional banyak orang yang menciumnya. 

Dalam keadaan tertentu sensasi emosional ini bisa membawa seseorang kepada perasaan rindu saat hujan turun. Rasa rindu dalam kadar tertentu akan menimbulkan perasaan sedih atau gundah.

Lalu apa sebenarnya perasaan rindu itu?

Menurut penjelasan beberapa ahli, rindu bisa terjadi karena otak kita memiliki 'hormon gembira' seperti disebutkan sebelumnya, yaitu dopamin, serotonin dan oksitosin. Ketiga senyawa ini akan diproduksi oleh tubuh dalam jumlah besar saat kita mengalami hal-hal kejadian atau peristiwa yang kita sukai. 

Namun, di sisi lain, apabila hal-hal, kejadian atau peristiwa yang kita sukai tersebut jarang (atau bahkan tidak lagi) kita temui maka hormon gembira tersebut akan 'menagih' agar apa-apa yang membuat kita gembira itu terulang lagi. Secara ilmiah, rasa sedih, rindu bahkan cinta ternyata hasil dari reaksi kimiawi dalam tubuh kita.

Menurunnya serotonin saat hujan membuat tubuh otak kita memunculkan kenangan atas kejadian atau peristiwa yang membuat kita bahagia guna mengaktifkan produksi hormon gembira. Pada saat itu pula sensasi rindu timbul sebagai respon atas ketidakmampuan kita memenuhi rasa gembira atau bahagia bersama seseorang atau sesuatu baik karena ruang ataupun waktu, atau bahkan karena rintangan hujan itu sendiri.  

Akan tetapi rasa rindu tidak selamanya sebatas romansa atau kasmaran saja. Rindu, menurut sebagian peneliti, tercipta di otak kita untuk saling menjaga demi kelangsungan dan kebertahanan hidup. Rasa rindu termasuk mekanisme tubuh dalam mempertahankan keberlangsungan dirinya dan bukan sebatas emosi belaka.

Kembali kepada hujan, setelah komposisi Lacrimosa Dies Illa berakhir durasi putarnya. Saya lanjut memutar nyanyian hujan, The Rain Song sebuah komposisi apik dari supergroup Led Zeppelin, sebuah komposisi yang bahkan bisa menciptakan sensasi hujan saat hari tidak berhujan sama sekali. Saya kini malah merindukan hujan.

Mengakhiri tulisan kecil ini, saya kutipkan bagian akhir lagu The Rain Song:

"These are the seasons of emotion

And like the wind, they rise and fall

This is the wonder of devotion

I see the torch

We all must hold

This is the mystery of the quotient, quotient

Upon us all, upon us all, a little rain must fall

Just a little rain, oh, yeah

Oh, ooh, yeah-yeah-yeah."

Terima kasih, hujan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun