Sebutan ini diberikan atas kekagumannya kepada Suwardi Suryaningrat dalam ilmu keguruan dan pendidikan. Pada tanggal 3 Februari 1928 Suwardi sebagaimana dikutip dari Asal Usul Nama Ki Hajar di laman National Geographic Indonesia secara resmi berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara.
Nampaknya apa yang disampaikan Bambang lebih otentik dibandingkan daripada yang dikemukakan oleh Z. Arifin Junaidi.Â
Hanya saja bila kita mencoba menengahinya, penggunaan 'Ki' sebelum nama depan dan pemilihan 'Dewantara' sebagai nama belakang, Ki Hajar mengisyaratkan kepada kita kekokohannya dalam berwawasan kenusantaraan. Ia tidak ingin tercerabut dari akar budayanya sendiri. 'Ki' menunjukkan identitas kejawaan.Â
Sementara 'Dewantara' mengisyaratkan sikap toleransi Ki Hajar terhadap keberadaan nilai-nilai religi di Nusantara. Nama yang dipilih Ki Hajar Dewantara secara keseluruhan menggambarkan filsosofi pendidikan atau tuntunan yang ia jalani dan ajarkan.
Dialog Dua Dunia
Menarik sekali apa yang disampaikan Iwan Syahril, guru sekaligus Dirjen GTK Kemendikbud sebagaimana dilansir lama Kemdikbud dengan judul Tokoh yang Berpengaruh terhadap Filosofi Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar adalah tokoh dunia dalam bidang pendidikan.Â
Saat belajar ilmu pendidikan di Belanda Ki Hajar dipengaruhi oleh pemikiran Friedrich Frobel tokoh pendidikan asal Jerman dan Maria Montessori  ahli pendidikan dari Italia. Sepulang dari Belanda, Ki Hajar juga mempelajari pemikiran Rabindranath Tagore, tokoh peraih nobel sastra di luar Eropa yang pertama. Inilah tiga tokoh dunia yang mempengaruhi filsafat pemikirannya dalam dunia pendidikan.
Namun, di sisi lain, menariknya dua dari ketiga tokoh yang Ki Hajar kagumi juga gayung bersambut mengagumi Bapak Pendidikan kita. Tagore dan Montessori secara terbuka menunjukkan sikap hormat terhadap pemikiran dan gagasan Ki Hajar.Â
Bahkan menurut Iwan Syahril, Tagore mengunjungi Taman Siswa, pergi secara fisik ke Taman Siswa Yogyakarta pada tahun 1927.Â
Sementara Montessori mengunjungi Taman Siswa Yogyakarta di tahun 1940. Lebih jauh Iwan Syahril menyebutkan bahwa saat Tagore kembali ke India ia membuatkan ruangan khusus kesenian yang terilhami dari apa yang dilihatnya di Taman Siswa Yogyakarta.
Ki Hajar bukan lagi tokoh pendidikan nasional, ia adalah tokoh dan pemikir dalam bidang pendidikan kelas dunia yang mendialogkan nilai-nilai pendidikan Nusantara di panggung internasional. Rabindranath Tagore dan Ki Hajar mewakili Dunia Timur sementara Montessori dari Dunia Barat.Â