Kashmir mengingatkan kepada dua hal yang berbeda, Yesus dan Led Zeppelin.
Tentang Yesus atau Nabi Isa as, saya akrabi sosok ini melalui literatur Ahmadiyah yang mana saya tumbuh besar di dalamnya.Â
Kashmir secara bacaan dijumpai pertama kali saat membaca sejarah perjalanan panjang Nabi yang disalib kemudian diselamatkan dari maut di atas palangnya lalu menempuh perjalanan panjang---baik secara ruang maupun waktu---ke arah timur, India.Â
Adalah Kashmir tempat di mana Yesus meninggal dan dikebumikan. Nicolas Notovich, dalam bukunya The Unknown Life of Jesus Christ menyebut Kashmir sebagai the vale of eternal happiness (lembah kebahagiaan abadi). Nama Notovitch sendiri pertama kali saya temukan dalam catatan kaki Al-Qur'an yang diterbitkan oleh Jamaah Ahmadiyah Indonesia.
Kedua, Kashmir mengingatkan saya kepada lagu supergroup Led Zeppelin, Kashmir, dari album Physical Graffiti. Lagu termagis dari buah kreasi Jimmy Page dan Robert Plant---yang dalam hemat saya---melebihi tembang balada legendaris mereka Stairaway to Heaven (Tangga Menuju Sorga).Â
Saya tidak sendiri, Mick Wall, seorang pengamat musik rock mengutip komentar langsung dari Plant, vokalis Led Zeppelin yang mengatakan:
"Saya berharap kami lebih dikenang untuk Kashmir daripada Stairaway To Heaven. Lagu itu begitu pas; tidak ada yang berlebihan, tidak ada vokal yang histeris. [Led] Zeppelin sekali."
Lagu tentang Suluk (Perjalanan Spiritual)
Plant, sang penulis lirik, menjelaskan arti Kashmir kepada Cameron Crowe bahwa lagu ini lebih tentang sebuah perjalanan alih-alih merujuk kepada lokasi geografis tertentu: "Itu adalah jalan satu jalur yang memotong dengan rapi gurun.Â
Dua mil ke timur dan barat adalah pegunungan batu pasir. Sepertinya Anda sedang mengemudi di sebuah saluran, jalan bobrok ini, dan sepertinya tidak ada habisnya.