Jum'at adalah hari yang sangat istimewa. Dalam Musnad Ahmad, sebagaimana dikutip laman Islam Web hadits nomor 15120 disebutkan bahwa penghulu hari-hari adalah Jum'at dan ia lebih mulia di sisi Allah dari pada Idulfitri dan Iduladha. Dengan redaksi yang sedikit berbeda disebutkan pula dalam Sunan Ibnu Majah seperti dilansir al-Durur al-Sunnah bahwa penghulu hari-hari adalah Jum'at dan ia lebih mulia di sisi Allah dari pada Iduladha dan Idulfitri.
Keistimewaan Hari Jum'at
Kedua hadits tersebut menyebutkan bahwa ada lima keistimewaan pada hari Jum'at ini: Pertama, Allah menciptakan Adam di dalamnya; kedua, Allah menempatkan Adam di bumi pada hari Jum'at; ketiga, Allah mewafatkan Adam pada hari Jum'at; keempat, di dalamnya (hari Jum'at) terdapat satu waktu di mana tidaklah meminta sesuatu seorang hamba kepada Allah kecuali Dia mengabulkannya---selama ia tidak meminta sesuatu yang dilarang; kelima, di dalamnya (hari Jum'at) Hari Kiamat terjadi. Tidak ada malaikat, langit, bumi, angin, gunung atau lautan yang tak merasakan ketakutan ketika Jum'at itu telah tiba. Mereka semuanya memuliakan penghulu hari-hari ini. Â
Jum'at adalah hari keenam dalam hitungan hari dalam satu minggu. Nama Arabnya secara angka adalah logisnya yaum al-Sittah. Satu hal yang luar biasanya adalah pernyataan Allah dalam Al-Qur'an bahwa bumi dan langit ini diciptakan dalam enam hari (fi sittah al-ayyam), sebagaimana firman-Nya:
"Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam. Maha beberkat Allah, Tuhan semesta alam." (QS Al-A'raf: 54)
Untuk memaknai 'pencipataan dalam enam hari' secara sederhana dapat merujuk kepada lima keistimewaan hari Jum'at sebagaimana disebutkan hadits di atas, yakni penciptaan Adam yang merupakan simbol untuk basyariyah (kemanusiaan) sebagai puncak dari penciptaan semesta. Manusia adalah mikrokosmos atau miniatur semesta. Untuk pendekatan dari enam hari secara ilmiah pembaca membaca tulisan Ethan Siegel di Forbes dengan judul We Have Already Entered The Sixth And Final Era Of Our Universe.
Pada bagian ini, saya ingin berhipotesis secara matematis sederhana, berkenaan dengan fi sittati ayyam ini berdasarkan perkataan Ibnu Arabi dalam kitab Futuhat menyebutkan bahwa Allah telah menciptakan tidak kurang dari 100 ribu Adam (Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Tafsir Shagir (Edisi Bahasa Inggris, Vol. I, halaman 91). Â
Bila siklus setiap Adam kita anggap 1 hari. Dan 1 hari di sisi Allah kita asumsikan setara dengan 50 ribu tahun sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Ma'arij: 4, maka jumlah keseluruhan tahun sejak penciptaan Adam yang pertama sampai siklus Adam kita mencapai 5 milyar tahun. Sebuah jumlah yang mendekati usia Bumi kita yang menurut para ahli berusia 4,54 milyar tahun.
Â
Tiga Hari Raya Agung
Idulfitri dan Iduladha sebagai hara raya dalam Islam sudah lumrah kita ketahui. Namun, berkenaan dengan Jum'at sebagai hari raya nampaknya masih banyak belum mengetahuinya. Dari dua hadits yang dikutip sebelumnya kita bisa menarik simpulan bahwa selain Jum'at merupakan hari raya, lebih dari pada itu, ia adalah hari raya yang teragung. Hari Jum'at di beberapa negara disebut juga Idulmukminin.
Idulfitri di Pakistan (India dan sekitarnya) biasa disebut Chotti 'Id ('Id kecil). Barangkali hal ini agak mengejutkan bagi sebagian kita. Betapa tidak, kita faktanya melihat betapa meriahnya hari raya Idulfitri dibandingkan dengan kedua hari raya lainnya. Sulit bagi kalangan awam untuk menerima bahwa hari Jum'at atau Idulmukminin sebenarnya adalah urutan pertama dalam hari-hari raya Islam. Posisi kedua adalah Iduladha. Idulfitri menempati posisi yang terakhir dari tiga Hari Raya Agung dalam Islam. Rupanya untuk alasan ini di kawasan benua alit, Idulfitri disebut sebagai Chotti 'Iid atau 'Id kecil.
Pada pertengahan Ramadan ini, dalam sebuah daras Subuh, Mln. Teguh Nasir Ahmad---pembina kerohanian di sekolah tempat saya mengajar---mengulas hakikat puasa dan bulan Ramadan. Ramadan adalah bulan latihan (riyadhah) untuk menempa diri selama satu bulan penuh. Ramadan menurutnya merupakan bulan tirakat yang meskipun dilaksanakan secara bersamaan namun hakikatnya bersifat individual. Kita dididik untuk menarik diri dari keramaian dunia ke tempat pengasingan masing-masing dalam bingkai shaum. Puncaknya dalam bentuk itikaf di mana beberapa hal yang halal pada saat malam-malam Ramadan menjadi terlarang. Mihrab untuk itikaf di masjid-masjid serupa gua-gua tempat uzlahnya para mu'takifin.
Karena shaum adalah ibadah yang sifatnya pribadi, maka ganjarannya pun bersifat pribadi berupa mukasyafah atau penyingkapan tabir-tabir rohaniah sebagaimana diisyaratkan dalam redaksi hadits Qudsi, Ana (Allah) ajzi bihi (Aku Sendiri yang akan mengganjarnya). Untuk menghindarkan pelaku puasa 'kebablasan' dalam tirakatnya, maka Allah menetapkan zakat Fitrah untuk menyadarkannya bahwa mereka masih hidup di tengah-tengah masyarakat. Mereka harus berbagi hasil tirakatnya. Nabi Muhammad saw pun 'dipaksa' oleh Allah SWT untuk keluar dari gua penyendiriannya melalui surah-surah awal, al-Muzzammil dan al-Muddatstsir.
Idulftri hakikatnya adalah kembalinya kita kepada fitrah kita yang hidup di tengah-tengah manusia, berbagi dan saling memberi manfaat. Ramadan adalah bulan mengumpulkan perbekalan untuk hidup di 11 bulan berikutnya. Untuk itu ia menempati tingkatan ketiga dalam urutan 'id (hari raya). Â Â
Sementara itu, Iduladha menempati posisi kedua. Satu tingkat di atas Idulfitri. Selepas kita tirakat selama Ramadan, lalu kita dilatih untuk menempuh kesulitan-kesulitan, tiga bulan kemudian kita dihadapkan pada batu ujian penyembelihan diri kita. Bila Fitrah hanya semacam tamparan kecil untuk menyadarkan kita dari keterlenaan tirakat kita, maka pemotongan hewan kurban adalah simbolisasi dari penyembelihan ego diri kita untuk kemaslahatan sesama. Daging hewan kurban yang dibagi-bagikan merupakan gambaran dari pelepasan ego untuk menyimpan karunia-karunia hasil tirakat kita selama Ramadan sebelumnya dan digantikan dengan kesiapan untuk berbagi dengan sesama. Kita dituntut untuk mengorbankan hak-hak kita demi terpenuhinya hak hamba-hamba Allah lainya. Untuk alasan ini Iduladha menempati kedudukan lebih tinggi di atas Idulfitri.
Lalu bagaimana dengan Idulmukminin atau hari Jum'at?
Jum'at adalah 'Id yang teragung. Setelah seorang mukmin menjalani tirakat dalam Ramadan, lalu menyembelih nafsu dalam dirinya berupa simbol hewan yang ia kurbankan, maka melalui Idulmukmin ia menyatukan dirinya dalam denyut kehidupan dengan sesama mukmin lainnya. Penyatuan ini disimbolkan dalam kata Jum'ah (penggabungan). Ia menafikan segala identitasnya, segala ciri yang membedakan satu dengan dengan lainnya, lalu larut dalam kesetaraan yang bermartabat. Penyatuan dalam semangat jamaah inilah yang menggambarkan kesatuan manusia sebagai mikrokosmos. Jum'at seolah merayakan tujuan penciptaan manusia itu sendiri. Inilah yang menjadikannya 'Id teragung dari antara 'Id yang agung.
Jum'atul Wida   Â
Jum'at ini, tanggal 29 April 2022---yang bertepatan dengan hari ke-27 Ramadan 1443 H---merupakan Jum'at terakhir dalam Ramadan kita tahun ini. Â Sebuah Jum'at yang istimewa tentunya---namun tidak mengurangi keistimewaan Jum'at-Jum'at lainnya.
Jum'ah mubarak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H