Saya berusaha untuk menulis satu tulisan setiap hari. Setidaknya sepanjang Ramadan ini. Saya adalah penikmat buku meski sekaligus pembaca yang buruk. Tentu ini merupakan komposisi yang ganjil bagi seseorang yang ingin menulis dengan baik. Tetapi saya tetap belajar menulis. Sangat boleh jadi tulisan saya tidak istimewa atau tidak menawarkan sesuatu yang baru. Â Terlebih tulisan saya pun hanya sebatas tulisan ringan, diarial dan naratif. Akan tetapi ada satu hal yang bisa dipastikan, setidaknya saya bisa membaca dua kali. Saat akan menulis dan saat menyuntingnya. Qui scribit bis legit, ia yang menulis, membaca dua kali. Demikian kata orang bijak.Â
Hari ini, 23 April diperingati sebagai Hari Buku Sedunia. Adalah kematian Miguel de Cervantes (1547-1616), William Shakespeare (1564-1616), dan Inca Garcilaso de la Vega (1539- 1616) pada tanggal yang sama, 23 April, yang menjadi pertimbangan pemilihan tanggal ini untuk diperingati sebagai Hari Buku Sedunia oleh UNESCO pada 23 April 1995. Shakespeare dikenal luas melalui karyanya Romeo and Juliet (1595) dan Hamlet (1559-1601). De Cervantes termasyhur dengan novelnya Don Quixote de la Mancha (1605). Sementara Inca Garcilaso de la Vega dikenal melalui karyanya La Florida del Inca (1605).
Hari Buku di Bulan Al-Kitab
Peringatan Hari Buku Sedunia 2022 juga terasa istimewa sebab bersamaan dengan tanggal 21 Ramadan 1443 H. Tanggal ganjil di puluhan terakhir. Tanggal yang potensial untuk turunnya Laylatul Qadar yang berpuncak pada turunnya Kitab Suci Al-Qur'an. Betapa unik dua Surah yang pertama turun kepada Nabi Muhammad saw adalah Al-'Alaq dan Al-Qalam yang mana ayat pembuka keduanya mengandung kata kerja iqra' (bacalah) dalam surah yang pertama dan yasthuruuna (menuliskan) dalam surah yang kedua. Membaca kemudian menulis. Sebuah urutan yang sangat logis.
Dengan turunnya Al-Qur'an ke dunia ini, yang kemudian kita kenal sebagai Nuzulul Qur'an, maka tahun 603 merupakan tonggak penting bagi terbitnya fajar perbukuaan modern. Namun fajar itu berhutang kepada Ts'ai Lun, sang penemu kertas setengah milenium sebelumnya, tepatnya pada tahun 105 Masehi pada zaman Kekaisaran Ho Ti di daratan Cina---600 tahunan setelah bangsa Mesir membuat media untuk menulis dari bahan serat pohon papirus. Ts'ai Lun dan Johannes Gutenberg meski terpisah satu milenium merupakan dua penemu yang menjadikan Al-Qur'an sebagai satu-satunya Kitab Suci yang paling banyak dicetak di dunia.
Al-Qur'an telah menjadi sumber inspirasi dan kajian bagi para ilmuwan muslim dari berbagai disiplin ilmu. Dalam lingkup disiplin ilmu bahasa, ilmuwan bahasa Arab memelopori penyusunan kamus pertama di dunia. Kitab al-'Ain karya Khalil bin Ahmad Al-Farahidi (718-791) atau lebih dikenal sebagai Al-Khalil. Dari satu karya ini lahirlah karya-karya ulama lainnya baik yang mengapresiasi maupun yang mengeritiknya.
Fahrizal Fadil dalam tulisannya berjudul Mengenal Kitab Al-'Ain, Kamus Bahasa Arab Pertama di Dunia menyebutkan:
"Ada ulama yang menambahkan kekurangangan kamus itu. Seperti kitab Al-Istidrak 'Ala al-'Ain karya imam As-Sadusi, dan kitab Fath Al-'Ain karya Muhammad bin Abdul Wahhab A-Mathraz (W. 345 H).
Ada juga ulama-ulama yang mengkritisinya. Seperti kitab Ghalath Al-'Ain karya Al-Khatib Al-Iskafi (W. 420 H), dan kitab Ar-Rad 'Ala al-Khalil karya Abi Thalib al-Mufadhal (W. 308 H).
Di sisi lain ulama yang mendukung pun tak kalah banyak. Seperti kitab At-Tawassuth karya Ibnu Darid (W. 321 H), dan kitab Ar-Rad 'Ala al-Mufadhal karya Darstawih (W. 347 H)."