Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Laylatul Qur'an

19 April 2022   21:55 Diperbarui: 20 April 2022   05:11 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari terakhir ini terasa emosional. Anak-anak didik yang selama tiga tahun---meski banyak terinterupsi oleh situasi pandemi---bergantian pamit dan mohon doa untuk melangkah jauh dari almamater mereka. 

Saya tidak percaya dengan perpisahan. Tapi tak bisa dipungkiri ada sensasi hampa dalam sebagian bilik hati ini. Inilah barangkali yang disebut sebagai efek dari berubahnya dimensi kebersamaan. Seiring berjalannya waktu, tentu semua akan kembali terbiasa.

Tulisan ini saya mulai selepas Zhuhur siang tadi. Sementara itu di arah timur terlihat awan mendung menggayut. Sekira pukul dua siang saya jeda dulu untuk mengisi kuliah umum Pesantren Ramadan di masjid  dekat rumah.

 Jelang Ashar hujan pun turun dengan lebatnya. Hujan---terlebih bila lebat dan disertai anging kencang---seringkali diikuti risiko tanah longsor ataupun pohon roboh. Konsekuensinya adalah pemadaman listrik. Saya harus bermain tempo.

Namun, rupanya harus kembali tertunda. Saat akan melanjutkan tulisan, anak bungsu saya, Yaqzhan menagih janji untuk ditemani main ke Garut. 

Garut adalah sebuah kota kecil---tetangga kabupaten Tasikmalaya---yang pada masa kolonial Belanda dulu diberi julukan Swiss van Java atau Swiss-nya pulau Jawa. Tulisan pun kembali saya tunda hingga kembali pulang, berbuka puasa dan menunaikan sembahyang tarawih. Nampaknya ini akan menjadi tulisan yang paling lambat saya selesaikan.

A Tourist Reads the Koran

Setidaknya sejauh ini sudah tiga kali saya mengutip nama Lesley Hazleton dalam tulisan saya. Wanita Yahudi agnostik ini memang piawai dalam bertutur tetapi juga berusaha untuk jujur. Masih dalam paparannya A Tourist Reads the Koran di TEDxRainier, saat berbagi tentang pengalamannya membaca Al-Qur'an ia menuturkan:

"Saya tahu banyak non-Muslim yang tidak berniat baik yang mulai membaca Al-Qur'an, namun kemudian ia menyerah, terganggu oleh keliyanan-nya.  Sejawaran Thomas Carlyle saja yang menganggap [Nabi] Muhammad sebagai salah seorang tokoh teragung dunia, bahkan masih menganggap Al-Qur'an sebagai 'satu bacaan yang melelahkan yang pernah saya alami; membosankan, [dan] kerancuan yang membingungkan.'

Salah satu dari masalahnya, hemat saya, adalah kita membayangkan bahwa Al-Qur'an bisa dibaca seperti halnya kita membaca sebuah buku [biasa]---seakan kita bisa sambil tiduran di sebuah sore berhujan dengan sepiring popcorn dalam jangkauan kita, [atau] seakan Tuhan itu---dan Al-Qur'an sepenuhnya adalah firman Tuhan kepada [Nabi] Muhammad---tak lebih dari penulis buku lainnya dalam daftar best-seller. Malah, kenyataannya sangat sedikit orang yang benar-benar membaca Al-Qur'an dan itulah mengapa begitu mudah untuk sekedar mengutip---atau tepatnya, untuk keliru dalam mengutip.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun