Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Vidhyadhar

18 April 2022   17:38 Diperbarui: 18 April 2022   18:16 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu tidak akan banyak yang akrab dengan istilah vidhyadhar. Kata ini secara etimologis berasal dari kata vidhya yang berarti "pengetahuan" dan dharya berarti "pemilik", "pemakai" atau "pembawa". Jadi vidhyadhar secara sederhana berarti pemilik atau pembawa pengetahuan. Bila masih ada di antara pembaca yang masih belum kunjung mengenal sosok vidhyadhar ini, maka saya akan ganti dengan sebutan bidadari. Sekarang nampaknya semua sudah mengenalnya.

Padanan kata Arab untuk vidhyadhar adalah huur. Sementara dalam bahasa Inggris adalah angel. Secara pemaknaan, huur lebih dekat kepada bidadari dalam bahasa Indonesia daripada vidhyadhar atau angel. Bidadari atau huur lebih dideskripsikan sebagai wanita sorgawi bermata indah. 

Sementara untuk makna vidhyadhar atau pun angel, dalam bahasa Arab lebih condong disebut malaa'ikah (malaikat). Tapi ada satu persamaan dari keempatnya, yakni baik vidhyadhar, huur, angel ataupun malaikat sebenarnya tidak mengenal gender. Keempatnya berlaku baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Sebuah Tanya yang Menggugat

Bila pasangan di sorga bagi muslimin adalah bidadari yang lazim disebut sebagai huurun 'iin lalu siapa pasangan bagi para muslimah?

Banyak sudah tulisan yang mencoba menengahi ketimpangan ini. Namun harus diakui tidak sedikit yang kemudian berujung di simpulan dogmatis Tuhan Maha Adil sehingga muslimah pun pasti akan mendapatkan ganjarannya yang setimpal. Atau, ada yang sedikit menghibur dengan mencari padanan untuk bidadari bagi saudara muslimnya dengan 'tawaran' pangeran sorga. Dan tentu saja ada juga yang berusaha memaknainya berbeda dari kedua jawaban sebelumnya. Saya tertarik dengan jawaban yang terakhir ini.   

Dalam bagian akhir tulisan kecil saya yang berjudul The Eye, saya mengutip nama Lesley Hazleton dengan paparannya di TEDxRainier tahun 2010 lalu yang berjudul judul A Tourist Reads The Koran. Ia menyampaikan hasil bacaan dan risetnya tentang Al-Qur'an. Namun, meskipun demikian, dengan hati-hati tetapi sekaligus jenaka, Hazleton mengungkapkan:

"Saya cukup sadar, bahwa, saya tak ubahnya seorang 'wisatawati' dalam [semesta] Al-Qur'an---sebagai seseorang yang terinformasi, bahkan memiliki pengalaman, akan tetapi tetap sebagai orang luar---seorang Yahudi agnostik yang sedang membaca kitab suci orang lain."

Saya harus mengakui sikap kritis Hazleton dalam bacaannya terhadap Al-Qur'an sungguh menggugah rasa kagum. Cerdas sekaligus hati-hati. Gambaran sikapnya tersebut tersirat dalam kata-katanya berikut:

"Barangkali ini adalah kejutan terbesarnya---betapa fleksibelnya Al-Qur'an, setidaknya bagi kalangan yang benar-benar tidak fleksibel. Al-Qur'an mengatakan, 'beberapa ayat memiliki arti yang jelas (muhkamat) ' [tetapi] ia juga mengatakan bahwa 'ayat-ayat lainnya ambigu (mutasyabihat)'. Seorang yang berhati bengkok akan mencari keambiguan, mencoba membuat perselisihan dengan menentukan makna mereka sendiri. Hanya Tuhan yang tahu arti yang sesungguhnya."

Hazleton jelas merujuk kepada ayat ke-7 dari QS Ali 'Imran sebagai dasar perkataannya di atas. Kemudian Hazleton juga mengkritisi profanitas gambaran sorga dengan bidadarinya dalam kata-katanya yang elegan:  

"Frasa Allah al-Khabiir (Maha Mengetahui Rahasia) muncul berulang-ulang, dan sungguh, keseluruhan Al-Qur'an jauh lebih pelik dari pada yang umumnya kita cenderung yakini. Seperti misalnya berkenaan dengan bidadari dan sorga. Pandangan bercorak orientalisme usang berperan di sini. Kata yang digunakan empat kali [tentang bidadari ini] adalah huurun, yang [kemudian] diterjemahkan sebagai gadis bermata hitam [indah] dengan buah dada yang (maaf) montok, atau sebagai gadis cantik berbuah dada padat berisi. Namun [sebenarnya] semua yang ada dalam bahasa Arab aslinya hanyalah satu kata: huurun. Tidak dijumpai adanya kata-kata buah dada yang (maaf) montok atau padat berisi.

Barangkali cara untuk mengartikan huurun dengan baik adalah 'makhluk murni', seperti kepada malaikat. Atau mungkin seperti kouros dalam bahasa Yunani atau kore,  yakni seorang pemuda nirwaktu (abadi). Tapi kenyataannya, tidak ada yang benar-benar tahu. Dan itulah intinya. Karena Al-Qur'an cukup jelas ketika mengatakan bahwa Anda akan menjadi 'ciptaan baru di surga', dan bahwa Anda akan 'diciptakan kembali dalam bentuk yang tidak Anda ketahui', yang menurut saya merupakan peluang yang jauh lebih menarik daripada [gambaran] seorang perawan.

Dan angka 72 itu tidak pernah ada. Tidak ada 72 perawan dalam Al-Qur'an. Gagasan itu baru muncul 300 tahun kemudian, dan sebagian besar sarjana Islam melihatnya sebagai setara dengan dewa-dewi bersayap yang duduk di atas awan dan memetik harpa. 

Sorga justru sebaliknya. Sorga bukanlah tentang virginitas yakni kenaifan, keperawanan atau ketidakberpengalaman; ini tentang fekunditas yaitu kesuburan atau kemampuan menghasilkan gagasan-gagasan baru; ini tentang keberlimpahan. Sorga adalah taman yang mengalir sungai-sungai di bawahnya." (Lesley Hazleton, 2010, A Tourist Reads The Koran)

Hazleton, seorang Yahudi agnostik---yang mengaku hanya sebagai turis dalam kesemestaan Al-Qur'an dengan indah---dengan jitu membela saudari-saudari jauhnya, para wanita muslim dari hegemoni bidadari sorga kaum lelaki mereka. Hemat saya Hazleton berhasil dengan baik dalam pembelaannya.

Sekali lagi, Belajar Kearifan dari Burung-Burung

Untuk kesekian kalinya saya belajar dari burung-burung yang arif. 30 burung yang bermusyawarah dan bermantik dalam Mantiq al-Thayr-nya Fariduddin Attar.

Sorga dan neraka adalah proyeksi dari citra amal perbuatan kita dalam kehidupan ini. Saat roh kita terbebas dari penjara tubuh kita, ia terlahir dalam wujudnya yang baru dengan kepekaan beribu kali lipat dari pada saat ia terkukung dalam jasad. Ia kini siap mengindera citra sejati dari apa yang telah ia perbuat bersama jasad yang kini telah ia tinggalkan. Segala kebaikan akan mewujud dalam bentuk sorga-Nya, dan kebalikannya, segala ketidakbaikan akan menjelma dalam bentuk neraka-Nya.

Layaknya ketiga puluh burung yang mencari Simurgh. Mereka menemukan kesejatian bahwa Simurgh tidak lain dari proyeksi dari citra diri mereka sendiri. Pun demikian halnya dengan sorga---saya sendiri memilih untuk menghindari pembahasan tentang neraka sebagai ia-yang-namanya-tidak-untuk-disebutkan---para bidadari yang kita dambakan itu tidak lain dari citra keindahan amalan kita sendiri. Tidak ada yang dirugikan oleh keindahan sang bidadari. Sebab ia ada untuk setiap kita dengan tanpa memandang gender. Ia adalah kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun