Saya bukanlah seorang seniman. Bukan pula seorang arsitek. Hanya penikmat objek yang ternoktahkan oleh indra dalam semesta benak. Lalu, dengan segala kenaifannya kadang menghubungkan satu noktah dengan noktah lainnya. Connecting the dots.
Saat untuk kesekian kalinya memandang masjid An-Nur di Manislor, saya gagal untuk tidak mengaguminya. Indah, artistik dan filosofis. Secara siluet An-Nur menyerupai gunung. Apakah An-Nur didesain untuk mengingatkan kepada Jabal Nur di Mekah? Sebuah gunung yang istimewa di mana pada salah satu lerengnya terdapat gua Hira---sebuah ceruk pada dinding Jabal Nur yang terpilih untuk menjadi locus turunnya wahyu Qur'anik yang pertama.
Pintu masuk yang diawali oleh sederet tangga menuju lantai dua---yang sekaligus menyangga kubah keempat masjid An-Nur---seolah merepresentasikan gua Hira. Sementara puncak gunungnya diwakili oleh tenggeran kubah kelima yang berwarna perak.Â
Pewarnaan kubah dengan emas dan perak pun menyampaikan sebuah pesan halus. Warna emas untuk empat kubah yang berjejer meninggi menggambarkan perjalanan ruhani Sang Muhammad. Gerak menanjak yang berangkat dari kiri ke kanan (kubah 1 sampai 3 yang berwarna emas) melambangkan arah perjalanan kesalihan sekaligus kesalikan. Sementara kubah keempat dan merupakan kubah terbesar menggambarkan peristiwa nuzulul Qur'an (turunnya Qur'an ke bumi). Sebuah peristiwa agung yang serupa Big Bang dalam semesta Agama. Empat kubah yang diwarnai emas ini melambangkan keindahan evolusi dan sekaligus revolusi ruhani Nabi Muhammad saw..
Lalu, bertenggerlah di puncak ketinggian mesjid kubah kelima. Berbeda dengan keempat kubah sebelumnya, kubah kelima diberi warna perak. Perak melukiskan kenirwarnaan sekaligus lambang ketakterbatasan. Ketakterbatasan yang dimaksud adalah saat Nabi Muhammad saw mencapai Sidratul Muntaha (puncak makrifat hamba akan Rabb-nya). Untuk itulah nampaknya kubah tertinggi di masjid An-Nur diberi warna perak.
Menarik untuk mencoba menilik masjid An-Nur secara kosmologis. Keempat kubah (khususnya kubah keempat) yang berwarna emas layaknya sebuah event horizon (horizon peristiwa, batas terjauh kita bisa mengindera keberadaan sesuatu) dalam sebuah black hole (lubang hitam). Sementara itu, kubah kelima yang berwarna perak menjadi simbol atas singularity (persuaan Nabi Muhammad dan Allah Ta'ala di Sidratul Muntaha). Fenomena ini secara sastrawi dikisahkan dalam ayat:
Fakaana qaaba qausaini au adnaa
"Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)." (An-Najm: 10)
Inilah ketakterbatasan. Sebuah keadaan yang tidak lagi bisa diungkapkan dengan kata-kata dan tidak pula dapat dibayangkan oleh pikiran inilah yang diisyaratkan dengan warna perak pada kubah di puncak masjid An-Nur.Â
Layangan pikiran saya berikutnya tertuju kepada keberadaan kubah. Untuk alasan mengapa ada lima kubah, salah satu betikan di pikiran adalah sudah lazim diketahui bahwa angka ganjil mengisyaratkan sakralitas. Saat menyitir pentingnya shalat nafal witir diriwayatkan Rasulullah saw bersabda bahwa innallahu witrun yuhibbul witra (sesungguhnya Allah itu ganjil dan menyukai yang shalat yang ganjil, yakni witir). Sejak lima adalah angka ganjil maka jumlah kubah ini dimaksudkan menyiratkan sakralitas An-Nur sebagai rumah Allah. Uniknya Manislor dalam bahasa Jawa artinya Manis Utara. Desa tetangganya bernama Manis Kidul. Kidul dalam bahasa Jawa dan Sunda artinya selatan. Utara sendiri dalam bahasa Sunda adalah kaler. Dan jumlah hurup dalam kata kaler ada lima.