"Subuh tadi, 5 karung gabah punya Pak Warto di halaman depan rumahnya dimaling, padahal rencananya mau dikeringkan kalau matahari sudah terbit, ditaksir kerugiannya mencapai 3,5 juta rupiah."
Mendengar kabar gabah punya Pak Warto dicuri, sontak warga desa kaget sekaligus keheranan. Ibu-ibu, bapak-bapak, bahkan pemuda desa membicarakannya hingga menjadi trending topic di Desa hari ini. Warga desa tak bergeming. Berbagai diskusi dan obrolan dilaksanakan untuk mencari solusi agar kejadian maling gabah tak terulang.
"Masak iya, gabah saja dimaling, kok kebangeten," seloroh Haji Kalsum di hadapan ibu-ibu saat belanja sayur di tukang sayur keliling.
"Dengar-dengar, harga gabah basah sekarang sudah sampai Rp. 7,000 per kg. Bagaimana gak tergoda, Bu, maling-maling buat mencuri" jawab Cak Amin, penjual sayur.
"Benar itu, Cak. Punya saya kemarin laku Rp. 7,100 potong sawah, padahal musim lalu laku cuma Rp. 5,400, tapi hasil panennya melorot tajam. Biasanya dapat 4 ton per bau, sekarang cuma 3 ton. Dihitung-hitung ya tetap sama pendapatannya," timpal Bu Samah, istri ketua kelompok tani di desanya.
"Walah, ya cocok to, Bu, wong beras saja sudah sampai Rp. 13,000 lho. Kemarin saya beli di toko Yu Um, naiknya gak karu-karuan," keluh Yu Kar.
"Kekeringan panjang, banyak sawah yang produksinya melorot, bahkan gagal panen, padahal yang makan beras masih banya. Barangnya gak ada stoknya, ya pasti harganya naik to, Bu," jelas Bu Guru Jikan.
Malam hari di rumah Pak Kamituo (RW)
Bapak-bapak dan para pemuda hadir di acara rembug warga di pendopo rumah Pak Kamituo.
"Bapak-bapak semua pasti sudah mendengar kabar maling gabah yang menimpa Pak Warto subuh tadi. Kita harus mencegahnya agar kejadian ini tidak terulang," sambutan pembuka Pak Kamituo dalam acara rembug warga.
"Benar, Pak Wo, tapi saya pengen tau ciri-ciri malingnya tadi seperti apa kok bisa pas yang dimaling punya Pak Warto yang sawahnya luas?" tanya Kaji Jono, tokoh yang dituakan di desa.
"Saya ya gak tau Mbah. Tadi saya tinggal shalat subuh ke mushola sama Mbah Kaji Jono kan. Cuma, kata Yu Lah waktu pulang dari mushola, malingnya bawa roda tiga (Tosa) ada 2 orang dari arah barat," jelas Pak Warto.
"Dulu waktu bunga kamboja mahal, punya Mbah Kaji kan pernah dicuri malam-malam juga kan dari arah barat?" ucap Afif, ketua pemuda desa.
"Woo ya bener, Mas Afif. Dulu juga pernah kejadian ya waktu harga bunga kamboja mahal, punya Mbah Kaji dimaling," sahut Pak Kamituo.
"Kalau begitu, gapura masuk baik barat dan timur harus lebih diketatkan ini, Pak Wo. Pak RT 1 dan RT 5 harus lebih ketat," ucap Pak Nanang.
"Apa perlu dilaporkan ke polisi saja ya, Pak Wo?" usul Pak RakiÂ
"Gak usah, Pak.... Gak usah. Malah ruwet nanti. Kita berdayakan warga desa saja. Tiap malam giliran ronda muter lagi seperti biasanya, lebih diketatkan. Yang mau jemur gabah, jangan ditaruh jauh dari pintu rumah tumpukannya," sahut Kaji Jono.
"Setuju, Mbah Kaji, setuju," sepakat hadirin semuanya.
"Kita harus lebih waspada. Musim ketigo (kemarau) banyak sawah gagal panen. harga beras naik. Banyak orang kesusahan. Sudah biar punya saya jadi pelajaran. Gak usah lapor polisi. Kasihan," kata Pak Warto.
"Musim kemarau seperti ini biasanya disebut el nino. Memang efek el nino itu besar, apalagi bagi warga desa, terutama petani dan buruh serabutan. Hasil sawahnya gak dapat, banyak yang nelongso. Kita sama-sama waspada dan saling membantu saja. Kalau ada yang butuh bantuan, jangan sungkan bilang ke saya. Jangan bergeming (diam) saja ya ,"pesan Pak Kamituo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H