Dalam tempo 10 kali pembelian yang terhitung mulai dari Maret 1947, sampai dengan akhir tahun 1948. Berikutnya adalah penyelesaian pembelian lahan serta pendistribusian kembali lahan kepada para petani penyewa.
Berdasarkan laporan akhir yang disampaikan pada Agustus 1950, sebanyak 1.137.000 chō sawah dan 796.000 chō kebun serta lahan lainnya berhasil dibeli oleh pemerintah dari 2.371.000 keluarga di seluruh Jepang.
Sebanyak kurang lebih 2.000.000 chō lahan yang dibeli oleh pemerintah, berhasil dijual kembali kepada 4.748.000 keluarga petani penyewa (Dore, 1959. Kosaka, 1982).
Adanya kebijakan reforma agraria ini memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat Jepang di semua sektor terutama ekonomi.
Pertama, keberhasilan Pemerintah Jepang dalam membeli tanah-tanah dari tuan tanah, dan mendistribusikan secara merata kepada masyarakat serta membatasi kepemilikan lahan tanah, memberikan rasa kesetaraan sosial.
Kedua, hingga akhir 1949, persentase penyewa tanah di Jepang hanya sekitar 13 persen lahan yang merupakan lahan sewa, 77 persen sisanya merupakan lahan dengan kepemilikan pribadi. Hal ini menjadi keberhasilan dari pelaksanaan reforma agraria, karena pada tahun 1941 petani pemilik hanya sebesar 30 persen, menjadi 70 persen pada tahun 1950 sekaligus meningkatkan jumlah petani.
Ketiga, kepemilikan tanah tinggi, mengurangi biaya usaha tani bagi petani, karena selama ini petani sewa kepada tuan tanah. Adanya kebijakan ini, petani tidak perlu sewa lagi.
Reforma agraria Jepang sebagai landasan Pemeritah Jepang untuk menata kembali sektor pertanian yang hancur pasca perang dunia, meski dengan campur tangan dari Amerika erikat.
Terbukti adanya reforma agraria, masyarakat yang berminat menjadi petani cukup tinggi. Meningkatkan percepatan pembangunan ekonomi yang signifikan dengan keberhasilan menghapus kelas tuan tanah (landlords), serta keberhasilan pelaksanaan reforma agraria dalam mendistribusikan manfaat dari hasil pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata.
Periode selanjutnya, pasca pendudukan Amerika Serikat di Jepang, guna menggenjot produktifitas pertaniannya, Jepang menerbitkan kebijakan program terpadu perkembangan desa pertanian, desa pegunungan dan desa perikanan, kemudian mensahkan Undang-Undang Pertanian pada 1961 dan pada 2010.
Seperti pembangunan infrastruktur pertanian tahan gempa, membangun jaringan rantai pasok yang efektif, mekanisasi pertanian, dan perluasan lahan pertanian. Sekarang bisa dilihat pertanian Jepang yang semakin maju.