Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dugaan Praktik Monopoli, di Balik Melejitnya Harga Gabah di Petani

6 Agustus 2023   06:38 Diperbarui: 6 Agustus 2023   06:41 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gabah Kering Panen (GKP) Padi Varietas Muncul (Dokpri)

Meski pemerintah melalui Badan Pangan Nasional telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)  gabah terbaru pada Maret 2023 silam, faktanya harga gabah di pasaran baik tingkat petani maupun penggilingan tetap tidak terkendali, justru cenderung merangkak naik setiap bulan.

Terlihat dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), selama Bulan Juli 2023, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani  naik menjadi Rp. 5,629 per kilogram, sebelumnya di Bulan Mei harga GKP di angka Rp. 5,543. 

"Selama Juli 2023, rata-rata harga GKP di tingkat petani Rp5.629,00 per kg atau naik 1,55% dan di tingkat penggilingan Rp5.764,00 per kg atau naik 1,61% dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, di Jakarta, dikutip dari okezone.com, Selasa (1/8/2023). 

Dibandingkan dengan Bulan Juli 2022, harga gabah kering panen (GKP) dengan kualitas yang sama di tingkat petani pada Bulan Juli 2023, tercatat naik sebesar 23,19 persen.

Kenaikan harga gabah ini, juga mengerek naiknya harga beras berbagai kualitas. Harga beras kualitas premium di penggilingan naik sebesar 0,11 persen menjadi Rp. 11,357 per kilogram, sedangkan harga beras medium menjadi Rp. 11,121 per kilogram atau naik 0,37 persen dari bulan sebelumnya.

Fenomena kenaikan harga gabah di tingkat petani yang ekstrem ini, mengundang berbagai spekulasi oleh berbagai pihak baik petani, pemerintah maupun penggilingan padi, salah satunya adalah dugaan praktik monopoli pembelian gabah.

1. Penurunan Stok, Padi Gagal Panen Dampak El Nino

Fenomena kekeringan atau El Nino yang melanda Indonesia, menyebabkan terjadinya kekeringan di banyak sawah padi di berbagai daerah di Indonesia.

Fenomena El Nino akan meningkatkan ancaman kekeringan yang sangat tinggi pada periode Juni hingga Oktober 2023 pada wilayah sentra produksi padi.

Dampak dari fenomena El Nino yang melanda Indonesia, diperkirakan produksi padi pada tahun 2023 turun tajam hingga 1,2 juta ton akibat gagal panen atau penurunan produksi padi.

"Kemungkinan kekurangan atau produksi yang terimbas dari el nino itu sekitar 300 ribu-1,2 juta ton," ucap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo usai melakukan rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, dikutip dari Detik.com Rabu (2/8/2023).

Penurunan produksi padi akibat dari fenomena El Nino ini, menyebabkan penuruan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP). 

Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (NFA), hingga awal Juli 2023 total cadangan beras pemerintah di Bulog hanya 627 ribu ton. Jauh dari jumlah cadangan aman yang ditentukan yaitu minimal 1 juta ton. 

Stok beras Bulog per 5 Juli 2023 - (Badan Pangan Nasional, Bulog) 
Stok beras Bulog per 5 Juli 2023 - (Badan Pangan Nasional, Bulog) 

Rendahnya pasokan beras pemerintah ini, menjadi salah satu penyebab naiknya harga gabah di petani. Sesuai dengan hukum ekonomi "Permintaan tinggi, pasokan rendah, menyebabkan naiknya harga".

Meski pemerintah telah melakukan impor beras sebanyak 500,000 ton pada bulan Mei 2023 lalu, harga gabah tetap tak kunjung stabil.

2. Naiknya Ongkos Usaha Tani Padi

Tak dipungkiri, dampak el nino, menyebabkan naiknya ongkos usaha tani padi. Kekeringan ekstrem menyebabkan pasokan air irigasi untuk pengairan sawah-sawah teknis menjadi terhenti. 

Curah hujan rendah, disaat tanaman padi sedang membutuhkan banyak air untuk pertumbuhannya.

Sehingga petani berupaya mengairi sawahnya menggunakan pompanisasi. Pompanisasi yaitu menggunakan air tanah yang dipompa melalui mesin pompa air digunakan untuk mengairi sawah. 

Akibatnya, biaya usaha tani padipun meningkat. Karena pompa air membutuhkan bahan bakar minyak seperti solar atau gas LPG. Biasanya petani mengairi sawah dari irigasi teknis secara gratis.

Dampak el nino juga mempengaruhi suhu udara, sehingga rentan mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Suhu udara ekstrem meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit pada tanaman padi, maka perlu biaya pemeliharaan tambahan untuk mencegah kerusakan tanaman yang semakin parah. 

Menurut hitungan penulis dampak el nino bagi petani Indramayu, menyebabkan kenaikan ongkos usaha tani 5 sampai 10 persen per hektare per musim.

"Kekeringan panjang, nggak ada hujan cukup lama saat padi butuh air, mau nggak mau harus mengeluarkan biaya tambahan buat pompa air" Jelas Calam Petani Indramayu kepada penulis.

3. Monopoli Raksasa Penggilingan Padi

Kompleks jika melihat dari sisi rantai pasok. Isu dugaan praktik monopoli pembelian gabah di petani oleh raksasa penggilingan padi cukup santer terdengar, apalagi dari penggilingan-penggilingan kecil yang mencoba mempertahankan bisnisnya.

Kasus praktik monopoli gabah ini, pernah terjadi di tahun 2017, dan sepertinya terjadi kembali di tahun 2023. Dalam praktiknya penggilingan raksasa membeli harga gabah petani lebih tinggi daripada harga pasaran yang sudah ada dan jauh dari HPP pemerintah.

Sesuai dengan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 6 Tahun 2023, HPP Gabah Kering Panen (GKP) di petani adalah Rp. 5,000 per kilogram, sedangkan HPP GKP di penggilingan yaitu Rp. 5,100 per kilogram.

Sedangkan realitanya penggilingan-penggilingan saat ini membeli GKP petani rata-rata di harga Rp. 5,600 hingga Rp. 6,200 per kilogram di petani. Selisih Rp. 600 sampai Rp. 1,200 per kilogram dari HPP pemerintah.

Dari satu sisi petani untung karena gabahnya dibeli tinggi, namun disisi lain penggilingan-penggilingan kecil merasa dirugikan, karena adanya pembelian gabah dengan harga tidak wajar ini menyebabkan petani memilih menjual gabahnya ke penggilingan raksasa karena membelinya dengan harga tinggi.

Akibatnya penggilingan kecil tidak mendapatkan bahan baku untuk produksi. Dampak jangka panjang, penggilingan kecil akan mati. Ketika penggilingan kecil tersebut mati, maka petani tidak akan memiliki banyak pilihan lagi selain menjualnya ke penggilingan raksasa tersebut.

Persaingan untuk mendapatkan bahan baku gabah di antara penggilingan-penggilingan padi inilah yang menyebakan harga gabah di petani tidak lagi dapat dikendalikan.

Antar penggilingan padi perang harga untuk mendapatkan gabah di petani, bagi penggilingan gabah yang tak mampu mengikuti harga di pasaran jelas akan kolaps, sedangkan penggilingan padi yang mampu memberi harga tertinggi, dia akan memonopoli pembelian gabah di petani.

Praktik monopoli ini telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat. 

Namun, tidak sedikit juga yang menyampaikan bahwa praktik ini bukan termasuk praktik monopoli harga gabah, karena tidak memenuhi kriteria monopoli seperti yang telah ditetapkan oleh UU No 5 Tahun 1999.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun