Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Daya Juang Pegiat Porang Pasca Ekspor Bahan Mentah Dilarang

25 Juli 2023   06:00 Diperbarui: 25 Juli 2023   18:22 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Pertanian melarang eskpor porang berupa bahan mentah seperti umbi. Ekspor porang ke luar negeri harus berupa bahan setengah jadi atau bahan jadi. Seperti dikutip dari Kompas.com (1/8/2021).

Pasalnya porang merupakan salah satu bahan baku industri yang kaya akan manfaat. Selain itu umbi porang juga berpotensi besar menjadi bahan pangan alternatif selain padi atau jagung.

Kandungan glukomanan yang tinggi, menjadi kelebihan dari porang. Karena glukomanan berperan penting sebagai bahan baku industri seperti lem dan kosmetik, selain itu juga menjadi bahan pangan alternatif yang kaya gizi dan mampu menurunkan kadar gula dalam darah.

Porang (Amorphophallus muelleri blume) merupakan tanaman hutan yang dewasa ini banyak dibudidayakan oleh petani karena memiliki harga tinggi. Umunya porang dibudidayakan di bawah pohon naungan seperti pohon jati atau di bawah jaring paranet dalam skala komersial luas.

Dampak Larangan Eskpor Umbi Porang

Larangan ekspor umbi porang memberikan pukulan tersendiri bagi industri porang. Tidak hanya di sektor hilir, sektor hulupun terhantam. Perlu adanya penyesuaian dan persiapan hingga pelaku industri porang dapat pelan-pelan berkompromi dengan keadaan. 

Tidak hanya bagi pelaku hilir saja seperti pengepul atau pabrik-pabrik porang, di sektor hulu-pun petani sangat terdampak akibat larangan eskpor porang ini.

Di Indonesia, porang banyak dibudidayakan di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Nusa Tengga Barat. 

Selain umbi porang, pemerintah juga melarang penjualan benih porang berupa benih katak atau benih umbi. Melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 30/2021 tentang Pengawasan Peredaran Benih Porang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai daerah sentra terbesar porang.

Nilai Ekspor Porang Anjlok

Sejak 2021 silam, pelarangan ekspor bahan mentah porang berupa umbi diketatkan. Pemerintah berupaya mendorong industri untuk dapat mengekspor porang dalam bentuk bahan setengah jadi seperti chips porang atau bahan jadi seperti beras, tepung, atau mie.

Alasannya adalah agar mampu meningkatkan nilai tambah secara ekonomi untuk komoditas porang. Seperti yang disampaikan oleh Deputi Bidang Penganekaragaman dan Konsumsi Pangan NFA Andriko Noto Susanto dikutip dari Bisnis.com (20/7/2023).

"Komoditas porang perlu diolah lebih lanjut dan dipasarkan secara ekspansif ke pasar dalam negeri, sehingga pangsa pasarnya tidak menyasar ke luar negeri saja. Apalagi porang memiliki kandungan yang lebih daripada beras. Ke depan NFA akan mendukung promosi dan edukasi ke masyarakat tentang porang ini," ujar Andriko dalam keterangan tertulis, saat menghadiri pelepasan ekspor porang di Pasuruan, Kamis (20/7/2023).

Nilai ekspor porang tahun 2020 mencapai Rp 548,79 miliar atau setara dengan  30,1 ribu ton. Turun drastis menjadi 6 ribu ton pada tahun 2021 senilai Rp 275,30 miliar.

Turunnya nilai ekspor porang ini karena adanya larangan ekspor bahan mentah berupa umbi porang. Karena selama ini hampir 100 persen umbi porang di ekspor ke China, Jepang, Vietnam hingga Eropa.

Harga Porang Di Petani Anjlok

Tangkapan Layar Grup Porang FB (Dokpri)
Tangkapan Layar Grup Porang FB (Dokpri)

Awal booming porang di tahun 2018 hingga 2020 harga porang di tingkat petani bisa mencapai Rp.10,000 per kilogram. Biaya pemeliharaan yang rendah, produktifitas yang tinggi, porang menghipnotis banyak orang untuk membudidayakannya.

Sebanding dengan harga benih porang yang tinggi, per kilogramnya untuk benih katak super bisa mencapai Rp.300,000 per kilogram sedangkan benih dari umbi mencapai Rp.150,000 per kilogram. Pendapatannya-pun kala itu porang amatlah menggiurkan.

Namun, miris sejak 2021, dampak larangan ekspor bahan mentah berupa umbi porang, harga di tingkat petani berangsur-angsur menurun. Dari Rp. 7,000, turun Rp. 5,000, hingga per hari ini hanya sekitar Rp.2,000 hingga Rp. 3,500 per kilogram.

Padahal banyak petani yang tanam porang saat harga benih masing cenderung tinggi. Akhirnya banyak petani yang enggan memanen umbi porang atau menunda untuk memanennya. Meski tidak sedikit pula yang tetap memanennya dan menjualnya dengan harga rendah, sehingga merugi.

Seperti yang disampaikan oleh Suharmadi, Petani Porang asal Temanggung yang terpaksa menunda menanen umbi porangnya sejak tahun 2022.

"Mau dipanen ya rugi harganya cuma laku Rp. 2,000 per kilogram, gak sesuai dengan biaya tenaga kerja cabutnya. Ya udah biarin aja di dalam tanah", Ujar Suharmadi kepada penulis.

Penolakan Negara Tujuan Eskpor Produk Turunan Porang Indonesia

Chips Porang (Dokpri)
Chips Porang (Dokpri)
Dampak larangan ekspor bahan mentah porang, tidak hanya dirasakan oleh petani saja, melainkan juga eksportir porang di seluruh Indonesia. 

Pasalnya, negara-negara tujuan ekspor porang meningkatkan persyaratan masuknya barang terutama produk pertanian dan pangan ke negara. Contohnya saja China, sebagai negara tujuan ekspor porang terbesar Indonesia. Menyusul dampak terjadinya pandemi covid-19.

China meminta negara-negara eksportir porang yang akan masuk ke negaranya menggunakan kode HS Porang (konjac chips) versi China 1212 999.

Sedangkan Indonesia selama ini menggunakan kode HS Porang yang beragam seperti HS 1212 9990 dan 0714 1011, sehingga perlu adanya kesepakatan penyeragaman satu kode HS porang sebagai identitas porang Indonesia.

Tidak hanya itu, China melarang produk turunan porang Indonesia masuk ke negaranya karena belum memiliki dokumen risk management, larangan ini berlaku sejak 1 Juni 2020. 

Akibatnya, produk turunan porang dari Indonesia seperti bahan baku kosmetik, penjernih air, bahan baku tepung, bahan baku pembuatan lem dan jelly tidak bisa masuk ke China.

Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab, iklim industri per-porangan di Indonesia lesu. Karena antara permintaan pasar dan pasokan barang tidak seimbang.

Banyak petani yang tanam porang, ketika panen, pabrik-pabrik tidak bisa membelinya karena adanya larangan ekspor umbi porang, sedangkan jika harus diekspor bahan setengah jadi atau bahan jadi, tetap akan tertolak karena kode HS porang Indonesia tidak satu identitas dan produk turunan porang Indonesia belum memenuhi standart keamanan pangan China.

Saat ini, pemerintah berupaya untuk menyusun mutu dan standart kualitas pangan berbahan baku porang melalui Skema Registrasi Eksportir atau melalui pemberlakuan Health Certificate pada ekspor Porang asal Indonesia disamping lobi-lobi tertentu kepada otoritas China.

Mempertahankan Eksistensi Porang Lewat Beras Dan Mie Porang

Inovasi Mie Porang (Dokpri)
Inovasi Mie Porang (Dokpri)

Untuk mempertahankan kelangsungan dan eksistensi industri porang yang dewasa ini redup, banyak inovasi-inovasi yang dilakukan untuk kembali meningkatkan citra positif porang.

Pak Rudi, pegiat porang asal Ngawi pendiri PT Ponang Bagaskara Konjack (PBK), merubah porang menjadi beras porang dan mie porang.

Melalui mesin-mesin miliknya, Pak Rudi yang telah menekuni bisnis porang sejak tahun 2019 ini sudah mampu memproduksi beras porang hingga 1,000 kg per bulan. Selain itu, Pak Rudi juga memulai merubah tepung porang menjadi mie porang yang bergizi.

Pak Rudi menyampaikan, saat ini PT PBK telah memiliki petani porang binaan yang tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Lombok kurang lebih dengan luasan 500 hektare. Adanya inovasi produk turunan porang diharapkan mampu mengembalikan citra positif porang.

"Inovasi-inovasi produk olahan porang ini, salah satunya untuk mengobati hati petani yang trauma dan sedih melihat harga porang yang anjlok. Beras porang dan mie porang ini mampu meningatkan nilai tambah ekonomi dari porang, selain itu juga menjadi makanan yang sehat dan bergizi. Saat ini dijual melalui online shop" Ucap Pak Rudi kepada penulis.

Inovasi-inovasi ini dapat diartikan sebagai daya juang pegiat porang untuk kembali bangkit mempertahankan eksistensi porang. Meski terbelenggu oleh aturan larangan ekspor bahan mentah dan penjegalan masuk produk turunan porang Indonesia oleh China, tidak membuat industri per-porangan mati di dalam negeri sendiri. Tujuannya-pun tidak lain juga untuk kembali meningkatkan kesejahteraan petani porang.

Porang memiliki peluang yang cukup besar menjadi bahan pangan unggulan selain padi atau jagung. Sehingga prospeknya masih cukup tinggi untuk dikembangkan.  Apalagi porang juga memiliki potensi besar untuk bahan baku industri seperti kosmetik atau medis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun