Mohon tunggu...
Dodik Suprayogi
Dodik Suprayogi Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Independen

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tidak Ada Profesional, Jika Perasaan Dominan Terlibat, Benarkah?

5 Maret 2023   09:03 Diperbarui: 5 Maret 2023   09:06 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Timesofindia

"Tidak ada kata profesional, jika perasaan masih dominan terlibat. Apalagi dalam mengambil perananan ataupun keputusan" (Disclaimer).

Profesional memiliki pengertian yang beragam dan cukup luas. Jika kita pahami secara sederhana profesional adalah suatu sikap atau perilaku untuk melaksanakan perananan sesuai dengan kemampuan, keterampilan, dan keahlian yang dimilikinya.

Orang yang bertindak profesional dituntut untuk mencintai apa yang dikerjakan dengan sepenuh hati tidak sebatas pada harapan input yang akan didapatkan seperti jabatan atau uang. Melainkan fokus pada target dan tujuan yang akan digapai. Mendedikasikan dirinya untuk pengabdian dan pelayanan.

"Jangan bicara pengabdian, jika masih bertanya pendapatan"

David H. Maister (2008 : 64) menjelaskan,jika seorang profesional ingin mencapai keunggulan harus jelas tujuan yang akan dicapai : 

“ Percayailah dengan sepenuh hati apa yang anda kerjakan, dan jangan sekali mengkompromikan standar – standar dan nilai – nilai anda secara sengaja bertindaklah seperti profesional sejati, dengan mengejar keunggulan sejati dan niscaya uang akan datang dengan sendirinya. Bertindaklah seperti seorang tuna susila dengan sikap : saya melakukan demi uang, jadi jangan berharap saya akan peduli dan niscaya anda akan kehilangan premi yang diberikan oleh keunggulan. “

Faktor-faktor baik internal maupun eksternal dari diri seorang profesional harus diidentifikasikan sebagai faktor penunjang mencapai target atau hanya sekadar menghambat target.

Salah satu, faktor terpenting dalam bertindak profesional adalah pengendalian diri. Seperti yang disampaikan oleh Bernard Barber (2005 :17), perilaku profesional harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Fokus pada ilmu pengetahuan sebagai acuan dan landasan bertindak.

2. Berorientasi pada ketertarikan orang lain bukan pada kepentingan diri sendiri.

3. Pengendalian diri sendiri melalui kode etik yang ada.

Profesional Tanpa Baper

Baper atau bawa perasaan, seringkali menjadi indikasi bahwa perilaku profesional benar terlaksana sesuai kode etik atau tidak. Misalnya saja dalam suatu organisasi mahasiswa, seorang ketua mengintruksikan kepada sekretarisnya untuk mendahulukan proposal dari organisasi jurusannya untuk diproses terlebih dahulu ke rektorat. 

Padahal itu tidak sesuai dengan kode etik organisasi yang ada yaitu mendahulukan yang terlebih dahulu proprosal masuk tanpa melihat proposal dari siapa. Karena ada kedekatan dengan Ketua maka proposal didahulukan. Artinya ketua tersebut bertindak karena kepentingan pribadi dan golongannya.

Contoh lain, seorang pimpinan kantor memperlakukan karyawan wanitanya berdasarkan kondisi fisiknya. Hal ini termasuk tindakan diskriminasi. Tidak sesuai dengan syarat-syarat perilaku profesional.

Yang sering terjadi dalam dunia akademik, seorang pengajar memberi nilai peserta didiknya tidak berdasarkan pada kemampuan akademiknya, melainkan penilaian subjektif antara suka atau tidak suka atau hanya untuk mengejar akreditasi tanpa melihat kemampuan sumber daya akademik yang sebenarnya. 

Hal ini memperlihatkan perilaku tidak profesional karena melanggar persyaratan berperilaku profesional yaitu berlandaskan pada ilmu pengetahuan sebagai acuan.

Bawa perasaan disini tidak sebatas pada rasa suka, cinta, sayang, cemburu, melainkan dalam artian luas yaitu amarah, benci, permusuhan dan lainnya.

Perasaan berdasarkan psikologi dianggap sebagai pengalaman subjektif atau emosi. Yang memiliki penilaian subjektif berdasarkan subjek yang memandang. Sehingga sulit untuk dijadikan landasan berperilaku profesional.

"Profesional tanpa menghilangkan kemanusiaan"

Beberapa hari yang lalu, terdengar kisah yang mengharukan dari Ibu Kota, dimana seorang ibu yang sedang sakit berbaring di KRL setelah pulang berobat, namun oleh petugas keamanan yang bertugas saat itu, Ibu itu justru diberikan tempat khusus untuk beristirahat agar lebih nyaman dan aman, tanpa menegurnya meksi hal tersebut sebenarnya tidak boleh dilakukan.

Apakah petugas keamanan tersebut tidak profesional?

Menurut saya, petugas keamanan tersebut tetap berperilaku profesional. Karena berdasarkan syarat perilaku profesional adalah berorientasi pada ketertarikan orang lain bukan pada diri sendiri. Tidak ada SOP yang dilanggar, justru etika profesi untuk melayani dan mengabdi sangat terlihat di kisah tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa perilaku profesional yang paling penting adalah pengendalian diri. Fokus pada lingkaran kendali diri yaitu perasaan, pikiran, perilaku, dan perkataan yang dapat kita kontrol sendiri.

Perasaan yang didasarkan pada peningkatan pelayanan dan pengabdian sesuai kode etik seperti kisah di atas adalah salah satu contoh pelibatan perasaan dalam tindakan profesional yang positif, sebaliknya jika perasaan berdasarkan kisah ketua organisasi mahasiswa dan pimpinan kantor di atas maka perasaan bertindak sebagai penghambat perilaku profesional. Kembali lagi pada syarat berperilaku profesional.

Hanya diri sendiri dan kontrol sosial yang akan menilai bahwa kita sudah berperilaku profesional atau belum. 

Referensi:

19211_BABII.pdf (pancabudi.ac.id)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun