Menurut penelitian pada tahun 2015, 93 persen masyarakat Indonesia menjadikan beras padi sebagai makanan pokoknya.Â
Hal ini didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk Indonesia tahun 2022 mencapai 32,07 juta ton meningkat 2,29 persen dari produksi beras untuk konsumsi tahun sebelumnya yang hanya 31,36 juta ton.
Selain itu, permintaan beras khusus di dalam negeri juga mengalami tren kenaikan, salah satunya beras aromatik yang dihasilkan oleh jenis varietas padi-padi aromatik.
Di Indonesia, pengembangan padi aromatik dewasa ini sudah berorientasi pada pasar, awalnya hanya berorientasi sebatas pada skala pemuliaan uji coba saja.
Padi aromatik memiliki kekhasan tersendiri yang membuatnya banyak diburu oleh konsumen, Â memiliki aroma yang wangi, rasa pulen yang enak di lidah, serta bentuk fisik yang relatif mulus, membuat banyak orang ingin mengkonsumsinya.
Dari segi budidaya tanaman, diakui beberapa jenis padi aromatik khas Indonesia relatif mudah dari sisi pemeliharaanya dan cukup efisien dalam biaya usaha taninya.Â
Hal ini karena padi aromatik selain memiliki produktivitas per hektare yang tinggi bisa mencapai 6 hingga 9 ton per hektare, harga jualnya pun masuk pada kelas beras non-medium sehingga harga jual gabahnya lebih tinggi daripada jenis padi non-aromatik, tentunya ini menguntungkan bagi petani.
Aroma yang khas pada padi terbentuk oleh beberapa faktor selain faktor-faktor klimatologi seperti ketinggian tempat, jenis tanah, dan intensitas penyinaran matahari. Â
Umumnya padi aromatik dimasukkan ke dalam golongan padi khusus sesuai indikasi geografis karena karakteristik kualitas dan aromanya tergantung wilayah, tidak bisa dibudidayakan disembarang tempat (Permentan Nomor 48 tahun 2017 tentang beras khusus).
Aroma yang khas pada padi aromatik disebabkan oleh adanya kandungan senyawa volatil 2 acetyl-1- pyrroline (2AP), yang ditemukan pada bagian kalus dan organ vegetatif tanaman padi aromatik, sehingga  memiliki aroma yang khas dan berkualitas tinggi.
Di pasar global, permintaan padi aromatik setiap tahunnya meningkat pesat. Permintaan padi aromatik dunia mayoritas didominasi oleh padi Basmati dari India dan Jasmine dari Thailand, yang tidak diragukan lagi kualitasnya.
Indonesia sendiripun juga memiliki banyak jenis padi aromatik khas yang cocok dibudidayakan di tanah Indonesia. Padi-padi tersebut yaitu :
1. Padi Pandan Wangi
Tahta tertinggi dari padi aromatik khas Indonesia bisa jadi diduduki oleh padi Pandan Wangi yang khas dari Cianjur, Jawa Barat.Â
Memiliki umur panen 140 hingga 150 hari setelah tanam, dengan tinggi tanaman mencapai 150 cm. Dibudidayakan di ketinggian tempat sekitar 300 s.d 700 meter di atas permukaan laut.Â
Hal inilah yang membuat padi pandan wangi menjadi primadona padi aromatik khas Indonesia. Harga jual gabah kering panen di tingkat petani bisa mencapai Rp.7,500 per kilogram dan harga berasnya Rp.20,000 per kilogram. Masuk kategori padi indikasi geografis dan kelas beras premium.
2. Raja Lele
Padi raja lele merupakan padi lokal yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah. Memiliki karakteristik nasi yang aromatik dan pulen. Umur tanaman 155 hari setelah semai (HSS) atau 120 hari setelah tanam (HST).Â
Memiliki produktivitas per hektare mencapai 8 ton. Sehingga padi raja lele banyak digemari petani.Â
Ada dua jenis varian baru dari padi raja lele hasil pengembangan dari padi raja lele induk, yaitu raja lele srinar dan raja lele srinuk yang memiliki umur panen 105 hari setelah tanam. Harga jual berasnya cukup variatif mulai dari Rp.13,000 sampai Rp 15,000 per kg, masuk pada beras premium.
3. Mentik Wangi
Pengembangan padi mentik wangi di Indonesia lebih banyak di Provinsi Jawa Tengah dan sebagian Jawa Barat. Di Jawa Tengah sentra padi mentik wangi seperti di Purworejo dan Magelang, di Jawa Barat sentra mentik wangi adalah di Indramayu dan Sumedang.
Padi mentik wangi merupakan salah satu alternatif pengganti padi pandan wangi, memiliki aroma wangi dan kualitas yang tidak kalah dari pandan wangi.Â
Dengan harga gabah yang selisih Rp.300 hingga Rp.700 dibawah pandan wangi Cianjur, dan umur panen yang hanya 90 sampai 100 hari setelah tanam, namun di daerah lain juga bisa mencapai 110 sampai 120 hari setelah tanam.
Padi mentik wangi sering dijuluki sebagai padi Jepang dari Indonesia, karena diklaim memiliki kualitas dan cita rasa seperti padi Japponika Jepang. Digolongkan juga sebagai padi indikasi geografis.
4. Sintanur
Memiliki ciri fisik yang hampir menyerupai padi mentik wangi, padi sintanur dianggap sebagai "saudara" dari padi mentik wangi. Memiliki umur panen 120 hari, dengan tinggi tanaman 120 cm. Produktivitas per hektare bisa mencapai 6 ton.Â
Untuk memenuhi permintaan padi aromatik di Indonesia, sebagai pengganti padi pandan wangi, padi mentik wangi dan sintanur banyak dikembangkan secara luas di Indonesia terutama di pulau Jawa.Â
Mayoritas permintaan padi aromatik di Indonesia, dipenuhi dari padi mentik wangi dan sintanur dari Jawa Tengah sebagai sentranya.
5. Bawor atau NA-178
Pendatang baru padi aromatik dari Indramayu, Jawa Barat yaitu bawor atau NA-178 (belum ada nama resmi). Dikembangkan sejak 2018 oleh petani pemulia padi Indramayu, dan secara luas dibudidayakan sejak 2019-2020 untuk memenuhi kebutuhan pasar beras aromatik khusus di wilayah DKI Jakarta.
Memiliki umur panen 85 sampai dengan 95 hari setelah tanam, tinggi tanaman 115 cm, produktivitas mencapai 7 ton per hektare, padi bawor atau NA-178 menjelma sebagai primadona baru dalam dunia padi aromatik di Indonesia.Â
Ke depan, padi bawor atau NA-178 diharapkan mampu membantu ketersediaan stok beras aromatis khas Indonesia selain dari pandan wangi, raja lele, mentik wangi atau sintanur.
Padi aromatik digolongkan sebagai jasmine rice atau beras melati yang harum. Memiliki ciri utama ukuran beras yang pendek (short grain) berbeda dengan padi Ciherang, IR 64, Mekongga yang ukuran berasnya panjang (long grain).Â
Jadi, jika ingin membeli benih dari padi aromatik pastikan sumber benihnya dan kemurniannya, jangan sampai tertipu. Selain itu, dipastikan tempat yang akan menjadi lokasi budidaya sesuai dengan karakteristik klimatologi padi tersebut.Â
Perlu diingar karena umumnya padi aromatik di Indonesia merupakan jenis padi indikasi geografis, yang hanya bisa dibudidayakan di tempat-tempat tertentu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H