Nyatanya, Indonesia juga punya bawang putih yang tidak kalah berkualitas dibanding bawang putih impor seperti bawang putih kating dan shin chung dari China
 Merujuk data dari dokumen Outlook Bawang Putih 2020 yang dipublikasikan Kementerian Pertanian (Kementan), Indonesia rata-rata mengimpor bawang putih sebanyak 509.621 ton per tahun setidaknya sepanjang tahun 2014-2018. Menjadikan Indonesia berada di posisi teratas sebagai negara importir bawang putih terbesar di dunia.
Bahkan pada periode bulan Maret 2022, realisasi impor bawang putih melonjak signifikan di angka 2.405,5% atau 15.935 ton dengan nilai US$ 20,6 juta  jika dibandingkan dengan Februari 2022 yang hanya 636 ton dengan nilai US$ 1,3 juta.Â
90% lebih kebutuhan bawang putih Indonesia diimpor dari negara lain seperti China dan India. Impor tersebut dilakukan memang dengan sebab. Bawang putih yang hanya sesuai dibudidayakan di wilayah sub-tropis seperti Asia Timur, Asia Barat dan Amerika Utara, mengalami kesulitan jika dikembangkan di Indonesia yang notabeni wilayah tropis.
Namun, Kementerian Pertanian sejak beberapa tahun belakangan ini mulai mengembangkan potensi bawang putih lokal yang ada di Indonesia agar dapat masuk ke pasar konsumsi dalam negeri. Karena selama ini selain secara ketersediaan yang sangat amat rendah, pengenalan bawang putih lokal untuk konsumsi rumah tangga masihlah minim.
Daerah-daerah sentra bawang putih seperti Temanggung, Malang, dan Sembalun menjadi daerah pengembangan utama bawang putih lokal oleh Kementan dengan berbagai program-programnya.
Seperti apa bawang putih lokal?
Bawang putih lokal asli Indonesia dikenal dengan berbagai varietas seperti lumbu hijau, lumbu kuning, lumbu putih, Tawangmangu dan sangga sembalon yang memiliki karakteristiknya masing-masing dan hanya dapat dibudidayakan di dataran tinggi sekitar 900 meter di atas permukaan laut dengan kondisi curah hujan sedang, dan intensitas penyinaran matahari yang cukup, tidak terlalu lembab.
Bawang putih lokal dulu pernah merajai pasar bawang putih konsumsi sebelum tergeser oleh bawang putih impor. Hingga berangsur-angsur keberadaanya hilang.Â
Namun, apa kelebihan dan kekurangan bawang putih lokal dibanding bawang putih impor?
Kelebihan Bawang Putih Lokal
Bawang putih lokal selama ini dikonsumsi secara terbatas untuk kebutuhan bumbu dapur petaninya saja, sebagian besar justru dijual dan digunakan kembali untuk pengadaan benih.
Pertama, kelebihan dari bawang putih lokal adalah memiliki aroma yang kuat dan mengigit. Satu siung bawang putih lokal sering disejajarkan dengan rasa 4 siung bawang putih honan atau kating. Sehingga membuat makanan menjadi lebih harum dan beraroma tajam.
Kedua, memiliki bahan bioaktif yang tinggi. Kandungan bioaktif bawang putih lokal seringkali dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal seperti bawang hitam (black garlic). Mengutip dari laman BRIN, kandungan yang bernama SAC (S-allylcysteine), yaitu senyawa bioaktif utama dalam black garlic dengan efek kesehatan sebagai antioxidant, anti-diabetes, anti-stroke, anti-cancer, anti-hypertensive, anti-blood clotting, dan cardioprotective. Apalagi bawang lanang atau bawang tunggalnya.
Ketiga, daya simpan bawang putih lokal lebih lama. Bawang putih lokal yang dibudidayakan oleh petani dalam negeri memiliki daya simpan yang lebih lama hingga 5 bulan jika disimpan dengan kadar air yang cukup kering dan ditempatkan di ruang dengan suhu kamar atau bisa juga disimpan di lemari pendingin.
Kekurangan Bawang Putih Lokal
Selain memiliki kelebihan, bawang putih lokal juga memiliki kekurangan yang membuat daya tariknya rendah dibandingkan bawang putih impor.
Pertama, ukuran umbi dan siung yang lebih kecil. Rata-rata diameter umbi bawang putih lokal seperti varietas Tawangmangu sekitar 4-5 cm sedangkan varietas lumbu kuning sekitar 3-4 cm. Beda jauh dengan bawang putih kating yang memiliki diameter umbi 6-7 cm. Sehingga hal ini membuat konsumen rumah tangga lebih memilih bawang putih impor, karena lebih mudah dikupas dan diiris.
Kedua, harga yang lebih mahal. Tak dipungkiri biaya usaha tani di Indonesia yang mahal berefek pada mahalnya harga komoditas seperti bawang putih lokal. Bahkan bisa 2 hingga 3 kali lebih tinggi dibanding bawang putih impor.
Ketiga, tampilan yang kusam. Sebenarnya untuk tampilan ini dapat diperbaiki seperti bawan gputih impor yang lebih putih, bersih dan potongan akar yang rapi. Namun, bawang putih lokal yang dijual di pasar-pasar atau toko online dengan tampilan kusam, membuat citra tampilan bawang putih lokal dinilai kusam dan kurang bersih.
Upaya Bawang Putih Lokal Merajai Pasar Dalam Negeri
Pengembangan bawang putih lokal baik secara ekstensifikasi perluasan lahan tanam maupun intensifikasi pada lahan yang sudah ada sudah dilakukan oleh Kementan. Pendampingan budidaya kususnya usaha tani agar penggunaan biaya yang lebih efisien dan efektif sehingga mampu menurunkan biaya produksi dan harga jual bawang putih lokal.
Selain itu, untuk mendorong perbaikan tampilan fisik dengan ukuran lebih besar, Kementan dan Balitbangtan melakukan rekayasa varietas umbi besar dan teknologi perbanyakan benih, merekayasa teknologi perbanyakan benih melalui somatic embryogenesis.
Perbaikan varietas unggul bawang putih di dataran tinggi dan menengah dengan beberapa perlakuan hormon pengatur zat tumbuh, mulsa tanah, dan teknik perbanyakan benih nonkonvensional dengan cepat.Â
Harapannya bawang putih lokal memiliki ukuran yang lebih besar, produktivitas tinggi dan harga yang lebih efisien. Sehingga mampu bersaing dengan bawang putih impor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H