Perkenalan saya dengan olah raga sebenarnya dimulai dengan pengalaman pribadi yang tidak menyenangkan. Beberapa tahun yang silam berat badan saya sempat menyentuh angka 108 kg dan harus saya akui bahwa kondisi obesitas tersebut sangatlah tidak nyaman. Napas yang mudah tersenggal-senggal, badan yang sering tidak fit hanyalah sedikit masalah dari berat badan yang berlebih.
Ketakutan akan serangan jantung mendadak seperti yang dikatakan seorang sahabat ketika sedang memeriksakan kesehatan akhirnya memaksa saya untuk berolah raga. Meski awalnya merasa sangat terpaksa berolah raga dan jatuh bangun, namun setidaknya dengan rutin berolah raga berat badan saya bisa turun hingga 85kg saat ini. Memang masih jauh dari ideal tetapi hal tersebut sudah membawa perubahan yang besar dalam hidup, yang pasti merasa lebih sehat dibandingkan ketika berat badan ada di angka lebih dari 100 kg.
Ada 2 olah raga utama dan 1 olah raga rekreasi yang saya geluti: yang pertama adalah latihan beladiri dua kali seminggu yang rutin dilakukan sebelum adanya pandemi (untuk sekarang sementara stop karena pandemi), yang kedua adalah lari joging dan yang ketiga namun tidak rutin adalah mendaki gunung bersama teman-teman (ini juga stop sementara karena pandemi). Dalam Paragraf berikutnya akan dibahas mengenai aktivitas-aktivitas olah raga tersebut berdasarkan pengalaman pribadi saya
Berlatih Bela Diri
Sebelum pandemi setidaknya seminggu dua kali saya berlatih beladiri namun saat ini berhenti sementara karena pandemi masih belum terkendali. Saya berlatih beladiri yang berasal dari Jepang yaitu Aikido. Aikido adalah beladiri non-kompetisi yang menekankan pada teknik kuncian, lemparan dan bantingan.
Saya memiliki kesan tersendiri dalam berlatih beladiri ini. Karena banyak mengaplikasikan teknik kuncian, lemparan dan bantingan maka ketika berlatih kami harus banyak jatuh dan bangun dalam arti sebenarnya. Selain filosofi jatuh bangun yang sangat berguna dalam kehidupan nyata yang mengharuskan untuk segera bangkit kembali ketika terjatuh, berlatih jatuh bangun juga memberikan manfaat yang sangat besar dalam membangun stamina tubuh dan memperkuat fungsi jantung karena ritme gerakannya yang cukup intens namun tidak berlebihan.
Kemudian gerakan dalam beladiri ini natural atau alamiah dan sesuai mekanisme fungsi tubuh. Bila dilakukan dengan benar dan rutin maka apa yang dilatihkan akan membantu memperbaiki postur tubuh dan memperbaiki pernapasan. Salah satu syarat berlatih beladiri adalah memiliki jantung yang sehat dan bila mempunyai masalah haruslah dikomunikasikan secara jujur kepada pelatih di awal ketika akan memulai latihan. Selama saya berlatih, saya belum pernah menemukan teman yang kolaps karena latihan ataupun ketika melakukan gerakan-gerakan yang intens dalam ujian kenaikan tingkat . Yang membuat saya merasa aman ketika berlatih beladiri ini adalah karena kami dilatih oleh pelatih profesional yang memahami betul potensi cedera yang bisa terjadi dan pelatih selalu memberikan pengetahuan dan pemahaman untuk menghindari cedera dalam latihan.
Mengingat masa lalu, meski tidak lama saya juga pernah berlatih beberapa beberapa beladiri lainnya dan ada kesamaan di antara beladiri-beladiri tersebut yaitu gerakan-gerakannya alami dan sesuai dengan mekanisme fungsi tubuh. Saya berlatih beladiri dengan tujuan utama untuk mendapatkan kesehatan yang baik melalui ritme gerakannya yang membuat kita aktif bergerak dan berkeringat. Saya juga merasa aman berlatih beladiri karena berlatih bukan dengan tujuan untuk menjadi atlet,melainkan dengan tujuan untuk mendapat kesehatan sehingga tidak ada yang perlu diforsir yang malah bisa merugikan kesehatan kita. Pelatihan untuk menjadi atlet tentu berbeda karena atlet memiliki kemampuan fisik yang berbeda daripada orang-orang pada umumnya.
Salah satu hal penting yang juga memotivasi untuk berlatih beladiri hingga umur saat ini adalah manfaat yang diberikan oleh berlatih beladiri yang bisa membawa perubahan besar dalam hidup sehari-hari, baik yang secara visual dapat dilihat seperti: perbaikan postur fisik dan kesehatan maupun yang tidak dapat dilihat secara visual seperti perbaikan karakter mental dan suasana hati, yang tentu sangat berpengaruh pada produktivitas kerja dan hidup sehari-hari.
Olah Raga Lari
Olah raga lari merupakan olah raga yang saya gemari dan masih rutin saya lakukan hingga saat ini. Motivasi pertama saya melakukan olah raga lari adalah untuk menurunkan berat badan. Saya memulai olah raga lari ketika berat badan saya ada di kisaran angka 100kg yang secara bertahap mulai turun ketika rutin berlari. Menurut saya dan berdasarkan pengalaman pribadi, berlari rutin merupakan salah satu olah raga yang sangat baik untuk membangun stamina dan efektif untuk menurunkan berat badan. Lari seperti joging di pagi hari relatif aman jika dilakukan secara terukur dan tidak dipaksa.
Pertama kali berlari saya hanya mampu menempuh jarak beberapa ratus meter saja hingga secara bertahap mampu mencapai 3km, 5km,10 km, 21km hingga berhasil 3 kali mengikuti event lari marathon dengan jarak 42km dan berhasil finish di event lari marathon: Yogyakarta Marathon (2018), Borobudur Marathon (2018) dan Pocari Sweat Bandung Marathon (2019)
Mengenai lari jarak jauh, setelah rutin berlari dan melihat teman-teman mulai banyak mengikuti event lari jarak jauh saya pun ingin mengikuti jejak mereka atau dalam bahasa sederhananya ingin ikut-ikutan melakukan pencapaian dalam berlari jarak jauh.. Lari jarak jauh adalah lari dengan jarak di atas 10km yang biasanya terbagi atas: Half Marathon (21km), Full Marathon (42km) dan Ultra Marathon (lebih dari 42 km). Keinginan tersebut juga didukung oleh banyaknya event lari yang digelar beberapa tahun yang lalu sebelum terjadinya pandemi saat ini.
Ada satu hal yang ingin saya sharingkan mengenai aktivitas olah raga lari ini , motivasi ikut-ikutan untuk berlari jarak jauh ini sebenarnya berbahaya karena membuka potensi terjadinya cedera serius atau bahkan lebih fatal bila tidak dilakukan persiapan yang matang. Lari Jarak jauh adalah olah raga ekstrem yang menuntut kekuatan fisik termasuk kinerja jantung yang baik dipadu dengan kondisi mental yang prima.
Kesalahan saya sewaktu mengikuti event lari marathon berjarak 42km untuk pertama kalinya adalah persiapan yang seadanya dan tanpa pengetahuan yang memadai, latihannya hanya lari joging di pagi hari sebelum masuk kantor dengan jarak 7 hingga 10km, sebanyak 6 kali seminggu (rest 1 hari). Namun di event lari Full Marathon pertama ini saya berlari sebagaimana biasa saya joging dengan pace 8atau 9 (8/9 menit untuk menempuh jarak 1km) dan berhasil masuk garis finish dalam tempo waktu 6 jam sejak melintasi garis start dan sebelum Cut off Time diberlakukan. Pikiran saya saat itu yang penting aman dan jangan sampai memaksakan diri.
Berdasarkan pengalaman tersebut ada beberapa hal yang dapat saya sharingkan berkaitan dengan lari jarak jauh namun dari sudut pandang sebagai seorang awam penggemar olah raga dan bukan atlet:
- Jika ingin menggunakan pelatih (coach), pilihlah instruktur yang profesional dan berpengalaman. Kondisi fisik setiap orang tidaklah sama apalagi kita bukan atlet, pelatih tentu paham program dan porsi latihan yang akan diberikan sekaligus mengantisipasi potensi cedera yang bisa terjadi. Pelatih dengan pertimbangan obyektif akan memutuskan apakah seseorang akan mampu melakukan lari jarak jauh atau tidak.
- Lari jarak jauh terutama yang berjarak 42km ke atas membutuhkan kekuatan fisik dan jantung yang prima. Tidak hanya lelah fisik saja, banyak kombinasi yang bisa menurunkan stamina fisik dalam lari jarak jauh. Sejauh pengalaman, sengatan panas matahari merupakan faktor dominan yang menurunkan stamina karena menyebabkan banyak keringat keluar yang akan disusul oleh masalah lain seperti kram otot. Jangan pernah lupa minum di setiap water station yang disediakan kecuali anda memang atlet terlatih yang mengejar waktu dalam lomba lari Marathon. Dehidrasi bisa memicu hal lain yang bisa berakibat fatal seperti serangan jantung.
- Rajin-rajin mengecek kondisi kesehatan dasar menjelang event lari seperti tekanan darah dan kadar gula darah.
- Yang terpenting dari semuanya adalah listen to your body, dengarkan tubuh anda. Meskipun banyak device olah raga yang mampu mengukur denyut nadi dan lain-lain namun yang paling penting adalah dengarkan tubuh anda, tubuh akan memberikan “alarm” bila akan sampai pada batasnya. Jangan malu memutuskan DNF (tidak finish) jika dirasa tubuh tidak kuat lagi, keputusan bijaksana tersebut dapat menghindarkan diri dari situasi fatal yang bisa saja terjadi bila dipaksakan. Jangan push to the limit kecuali anda adalah atlet yang terlatih karena kita berolah raga untuk sehat.
Sebenarnya ada pertanyaan yang masih mengganjal dalam diri saya mengenai beberapa aspek keamanan dari lari jarak jauh semoga ada artikel tanggapan atau informasi yang bisa memberikan pemahaman komprehensif mengenai pertanyaan di bawah ini:
- Yang pertama, regulasi mengenai aturan lari jarak jauh. Sebagaimana diketahui ada beberapa catatan kematian di lintasan lomba lari dan beberapa kasusnya adalah kasus henti jantung karena faktor kelelahan. Ditakutkan hal tersebut adalah sebuah fenomena gunung es, maka untuk alasan kesehatan dan keamanan, apakah perlu ada regulasi yang mengatur untuk seseorang bisa melakukan lari jarak jauh antara lomba yang satu dengan lomba lainnya? karena setelah pandemi saat ini berhasil ditangani mungkin banyak event-event lari offline yang akan dibuka dan mungkin pelaksanaannya akan berdekatan antara event yang satu dengan yang lainnya. Biasanya event lari offline akan selalu banyak peminat.
- Yang kedua, apakah aman jika seseorang sering melakukan lari jarak jauh? Dalam dunia lari, saya melihat beberapa orang sering melakukan lari jarak jauh dalam waktu yang berdekatan. Anomali memang selalu ada dalam setiap bidang meskipun secara statistik tidak banyak, mungkin ada orang-orang yang tidak ada masalah berlari puluhan km hingga ratusan km dalam rentang waktu yang berdekatan namun dikhawatirkan akan banyak orang yang meniru hal tersebut karena termotivasi untuk melakukan sebuah pencapaian tanpa menyadari potensi bahaya yang bisa saja muncul dari aktivitas tersebut.
Mendaki Gunung
Olah raga yang tidak rutin namun saya gemari adalah mendaki Gunung bersama teman-teman, namun sementara berhenti sejak adanya pandemi COVID-19 ini. Mendaki gunung di sini adalah mendaki gunung-gunung yang biasa didaki dan cukup aman di seputaran Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Selain menikmati keindahan alamnya, mendaki gunung bisa merupakan sarana untuk mengungkapkan syukur kepada Sang Pencipta melalui keindahan alam ciptaan-Nya. Di ketinggian kita bisa melihat pemandangan indah yang tidak biasa kita lihat, kita bisa menghirup udara segar yang tidak biasa kita hirup dalam keseharian.
Namun dibalik cerita keindahannya, terdapat pula catatan kematian pendaki di gunung yang disebabkan oleh sejumlah hal seperti; kelelahan, hipotermia, dan henti jantung. Mendaki gunung termasuk olah raga ekstrem, persiapan sebelum pendakian seperti olah raga rutin yang terukur wajib dilakukan karena mendaki gunung membutuhkan stamina yang kuat dan kerja jantung yang baik. Kejujuran mengenai kondisi kesehatan penting dikomunikasikan agar jangan sampai perjalanan mencari keindahan berujung petaka.
Sejauh pengalaman, alam gunung yang indah terkadang cepat sekali berubah dari yang cerah menjadi hujan badai. Mendaki gunung saat cuaca cerah memang sangat menyenangkan, namun bila cuaca buruk seperti hujan deras akan membawa cerita lain. Dalam mendaki gunung biasanya kita membawa tas ransel berisi perlengkapan yang cukup berat, jalan menanjak dan oksigen yang lebih tipis di ketinggian, akan membuat kinerja jantung menjadi lebih berat dari biasanya, karenanya olah raga rutin dan teratur menjadi aspek penting yang tidak boleh dilupakan dalam persiapan pendakian. Situasi akan berkali lipat bertambah berat bila hal-hal tersebut dipadukan dengan cuaca buruk seperti hujan deras yang menerpa. Jadi jangan pernah mendaki tanpa persiapan fisik yang baik karena jantung bisa saja kaget kalau tidak terbiasa dan bisa memicu hal-hal lain yang berakibat fatal.
Salah satu yang terpenting dalam pendakian adalah jangan pernah memaksa untuk mencapai puncak bila kondisi tidak memungkinkan, karena keputusan bijaksana tersebut dapat menghindarkan potensi hal-hal fatal yang mungkin saja bisa terjadi. Pengalaman beberapa tahun yang lalu saya dan teman-teman membatalkan niat untuk mencapai puncak Gunung Gede karena hujan yang terus turun lebih dari 24 jam yang menahan kami di Shelter Kandang Badak yang merupakan pos terakhir sebelum melakukan pendakian puncak. Di gunung kita dapat belajar mengenai kerendahan hati dan mengendalikan ego.
Sebagai penutup, harapan kita bersama semoga pandemi COVID-19 ini lekas berlalu dan kita bisa berolah raga bersama-sama kembali. Apapun olah raga kita yang terpenting harus terukur dan tidak memaksakan diri karena jangan sampai olah raga yang seharusnya membuat badan kita sehat malah berujung menjadi petaka. Badan yang sehat dan jiwa yang kuat akan memberikan jaminan kita bisa bekerja dan berkarya dalam masa yang panjang dengan apapun profesi kita. Tetap semangat, tetap sehat dan stay safe semuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H