Mohon tunggu...
Dodi Bayu Wijoseno
Dodi Bayu Wijoseno Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, membuat hidup lebih indah

Penyuka Sejarah, hiking dan olah raga

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Komik Wayang Hitam Putih Karya R.A. Kosasih yang Menemani Masa Kecil dan Tetap Menginspirasi

23 Mei 2021   18:13 Diperbarui: 25 Mei 2021   18:32 4505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertunjukkan wayang kulit yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia. Sumber gambar: Gunawan Kartapranata

Komik wayang hitam putih karya salah satu maestro kenamaan komik Indonesia R.A Kosasih adalah buku bacaan pertama  yang"agak serius" bagi saya ketika saya mulai membacanya di usia SD antara kelas 4 atau kelas 5 SD di pertengahan tahun 1990 yang lalu. 

Meski saya membaca komik-komik lainnya seperti komik Marvel, Kungfu Boy, dan lain-lain. Namun komik wayang karya R.A. Kosasih ini begitu membekas dan memiliki tempat khusus di hati saya hingga membuat saya menggemari pertunjukkan wayang kulit sejak kecil.

Mungkin di kalangan para pembaca, nama komikus  R.A Kosasih ini  cukup dikenal karena komik-komik wayangnya pernah berjaya dan eksis di dunia komik Indonesia  pada era tahun 1950-an hingga tahun 1980-an. 

Dalam  artikel Jurnal Seni Budaya-Gelar berjudul "Bahasa Rupa Komik Wayang Karya R.A. Kosasih" karya Sayid Mataram dituliskan bahwa munculnya komik wayang di Indonesia merupakan sebuah fenomena luar biasa yang menjadikan Indonesia memiliki sebuah genrenya sendiri yang tidak ditemukan pada dunia komik yang lain. 

Dulu saya memiliki 4 jilid komik wayang R.A. Kosasih ini yaitu: Wayang Purwa, Ramayana, Mahabharata dan Bharatayudha namun sayang semuanya sudah hilang ketika dulu rumah direnovasi. 

Seri Ramayana, Mahabharata, dan Bharatayudha menggunakan versi cerita aslinya yang berasal dari India sedangkan seri Wayang Purwa menggunakan versi klasik pewayangan Jawa dengan adanya tokoh-tokoh seperti Semar dan Togog yang biasa dilakonkan dalam kisah klasik pewayangan Jawa baik Wayang Kulit untuk Yogya, Jawa Tengah dan sekitarnya maupun Wayang Golek di Sunda. 

Kuatnya visual grafis komik  dan penokohan para tokoh wayang dalam komik R.A. Kosasih serta alur cerita yang runtut bisa meninggalkan ingatan yang cukup kuat dari penggalan-penggalan cerita pada panel-panel komiknya. Dari komik wayang ini saya belajar banyak sekali sifat dan karakter manusia dari berbagai macam tokoh di dalamnya, kisah-kisah kesetian, konflik batin , keserakahan, penghianatan dan lain sebagainya sebagaimana yang juga ada dalam kehidupan nyata.

Cover Komik Mahabharata karya  R.A.Kosasih. Sumber gambar: repro foto  dari artikel di Jurnal Gelar karya Sayid Mataram
Cover Komik Mahabharata karya  R.A.Kosasih. Sumber gambar: repro foto  dari artikel di Jurnal Gelar karya Sayid Mataram

Meski komik wayang ini masih hitam putih namun karena kuatnya visualisasi grafis R.A. Kosasih dan bangunan runtut ceritanya membuat saya ketagihan membacanya. Tidak hanya itu  yang menarik lagi bagi saya hitam putih gambarnya tidak selalu menggambarkan sifat hitam putih seorang tokoh atau peristiwanya yang sering membuat saya berimajinasi mengenai makna dari sebuah cerita atau bahkan menanyakan dalam diri sebuah ganjalan dalam cerita yang beberapa akan dibahas dalam paragraf-paragraf selanjutnya.

Dari Kisah Ramayana, kisah cinta Rama dan Sinta yang melegenda dan sebagian besar dari kita mungkin pernah mendengar kisah yang menarik ini. Dewi Sinta, istri Rama diculik Raja raksasa Rahwana karena berkeinginan menjadikan Dewi Sinta istrinya. Rama bersama Hanoman dan pasukan keranya berperang melawan Rahwana hingga akhirnya Rahwana kalah dan Dewi Sinta berhasil dibebaskan Rama.

Namun dari cerita Rama Sinta itu jujur saya memiliki ganjalan tentang akhir kisahnya. Setelah berhasil dibebaskan Rama, Rama meminta Dewi Sinta untuk dibakar untuk membuktikan kesuciannya, api memang tidak mampu membakar Sinta karena Sinta memang masih suci namun di pikiran saya cinta Rama bersyarat, lalu untuk apa dia berperang melawan Rahwana dan pasukannya?

Dalam cerita wayang, Rahwana adalah sosok yang sangat jahat dan lambang angkara murka,  dia lahir dari seorang ayah yang memiliki spiritualitas tinggi namun terjerumus hawa nafsu. Ini memberikan pelajaran bahwa manusia tidak bisa sombong dan mengandalkan dirinya sendiri selain bergantung kepada Sang Pencipta kehidupan.

Rahwana  tidak bisa mati dan usianya 7 kali usia jagad namun masih bisa merasakan sakit. Dia kalah karena ditimbun gunung oleh Hanoman yang menjepit dan menguburnya.  Dalam komik ini kita bisa mengetahui bahwa Rahwana dengan segala kekuasaannya tidak memaksa Sinta untuk menerima cintanya, namun dengan "sabar" menunggu agar Sinta juga tertarik kepada dirinya.

Ketika membaca komik Ramayana ini, saya justru menemukan satu karakter Kesatria hebat yang tersamar dalam alur kisah Rama dan Sinta. Dialah Raden Laksmana adik Rama yang selalu  setia menemani kakaknya ketika memgembara di hutan hingga Dewi Sinta berhasil dibebaskan dari tangan Rahwana. Kesetiaan teguh terhadap kehidupan Kesatria tergambar dalam diri Raden Laksmana

Dari kisah Mahabharata kita mengenal sosok Bisma Dewabrata yang karena cinta kepada ayah dan negaranya dia rela untuk melepaskan takhta Hastinapura yang menjadi haknya dan bersumpah untuk tidak menikah dan tidak memiliki keturunan agar tidak terjadi perselisihan antara keturunannya dengan keturunan ayahnya dari ibu tirinya.

Ddan agar kelak yang menjadi Raja Hastinapira adalah keturunan dari ibu tirinya sebagaimana syarat yang diajukan oleh Dewi Satyawati sebelum menikah dengan Prabu Santanu, ayah Bisma.

Bisma  membuat keputusan besar dalam hidupnya, tidak hanya melepas takhta dia juga telah melepas cintanya walaupun cinta itu belum hadir di dalam kehidupannya tanpa menyadari bahwa terkadang cinta bisa tiba-tiba datang ke dalam hidup manusia dalam bentuk yang tidak terpikirkan sebelumnya, hingga dalam kisah "supata seorang putri" cinta itu datang dalam rupa Dewi Amba. 

Karena keteguhannya terhadap sumpahnya Bisma menakuti Dewi Amba dengan senjata pusakanya agar menjauhi dirinya namun tidak sengaja senjata tersebut terlepas dan mengenai Dewi Amba.

Sebelum meninggal, Dewi Amba berbicara kepada Bisma bahwa kelak dalam perang besar ia akan menjemputnya ke alam keabadian  dan menitis kepada Kesatria wanita. 

Bisma menerima ini semua dan ketika perang besar Bharatayudha terjadi ia bertemu Kesatria wanita titidan Dewi Amba bernama Srikandi di medan tempur. Ketika bertemu dengan Srikandi, Bisma melepaskan seluruh kesaktiannya dan tubuhnya terluka oleh senjata Srikandi. Bisma dengan ikhlas menemui jalan kematiannya di Perang Bharatayudha. Bukan Kurawa yang ia bela dalam perang ini namun negaranya tercinta Hastinapura.

Lalu ada kisah Prabu Pandu Dewanata, Raja besar Hastinapura ayah Pandawa 5  yang terkenal dengan kebijaksanaan dan kesaktiannya yang luar biasa. Namun usia Prabu Pandu sangat singkat ketika ia dan salah satu istrinya Dewi Madrim harus pergi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya karena sebuah peristiwa dan meninggalkan para putranya Pandawa 5: Yudhistira, Bima , Arjuna dan si kembar Nakula, Sadewa dalam pengasuhan Dewi Kunthi, istrinya. 

Kisah ini memberikan pelajaran bahwa terkadang hidup berjalan tidak sebagaimana yang dikehendaki dan kita harus berani menghadapi kenyataan hidup atau kalau orang Jawa bilang dengan istilah nglakoni.

Dalam kisah Mahabharata kita juga mengenal perseteruan antara Pandawa dan Kurawa yang akhirnya memuncak dalam sebuah peperangan besar antara saudara yaitu perang besar Bharatayudha. Kisah  dimulai dari permainan dadu antara Yudhistira dan Kurawa yang menyebabkan Pandawa harus kehilangan semuanya dan harus mengasingkan diri di hutan selama 12 tahun dan 1 tahun penyamaran tanpa boleh diketahui sebelum hak-haknya dikembalikan. 

Dalam permainan dadu ini  terlihat kelemahan manusia dalam diri Yudhistira yang tidak bisa mengendalikan diri dan mempertaruhkan Kerajaan dan semua yang dia miliki.  Permainan dadu tersebut sebenarnya telah diatur sedemikian rupa oleh Patih Sengkuni sehingga dimenangkan oleh Kurawa.

Meski telah menjalani pengasingan dan penyamaran namun hak para Pandawa tidak dikembalikan yang menyebabkan pecahnya perang besar Bharatayudha antara para Pandawa dan sekutunya dengan Raja Duryudana beserta Kurawa dari Hastinapura dengan Sekutunya. Sebenarnya perang besar ini bukanlah perang tentang harta dan taktha namun perang antara kebaikan dan kejahatan.

Salah satu kisah yang mengharukan dalam Perang Bharatayudha adalah gugurnya Raden Gatotkaca putra Bima  yang juga diceritakan dalam panel komik R.A. Kosasih dalam seri  Bharatayudha. 

Nama Raden Gatotkaca telah terkenal melintasi jaman, banyak sekali yang mengetahui karakter tokoh yang satu ini yang terkenal dengan otot kawat dan tulang besi  serta mampu terbang di angkasa. Kisah kelahirannya  juga unik, tali pusarnya tidak bisa dipotong oleh senjata sakti apapun kecuali senjata yang dikenal dengan nama senjata Kontawijayadanu. 

Senjata Konta adalah senjata sakti yang hanya bisa digunakan satu kali saja, senjata ini jatuh ke tangan Adipati Karna, ketika akan direbut dari Karna oleh Arjuna hanya sarungnya (warangka) saja yang bisa direbut. Warangka senjata Konta tersebut ternyata bisa memotong tali pusar bayi Gatotkaca dan menyatu ke dalam tubuhnya. Kulit Gatotkaca tidak bisa dilukai oleh senjata apapun kecuali oleh senjata Konta.

Dalam perang besar  Bharatayudha, Gatotkaca diminta untuk menjadi panglima perang (senopati agung) pihak Pandawa oleh Kresna. Kresna adalah penasihat Pandawa dan dia sebenarnya punya maksud untuk memancing senjata Konta keluar. Senjata Konta sebenarnya disiapkan Karna untuk menghadapi Arjuna dan Arjuna pasti akan kalah bila berhadapan dengan senjata sakti ini. 

Kresna paham betul akan hal ini, dan tugas yang akan diberikan kepada Gatotkaca adalah sebuah tugas pengorbanan untuk menyelamatkan Arjuna, tetapi dia sungguh percaya kepada Gatotkaca yang akan menyelesaikan tugas ini dengan baik karena Gatotkaca sangat setia dan memegang teguh prinsip-prinsip Kesatria demi keutuhan dan keselamatan para Pandawa. 

Akhirnya Gatotkaca tampil sebagai panglima perang di perang  Bharatayudha. Dia mengeluarkan kesaktiannya yang menakutkan di medan perang  yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya. Formasi pasukan Kurawa dan Hastinapura hancur lebur, tidak terhitung yang tewas karena sepak terjang Gatotkaca di medan tempur. 

Gatotkaca mewarisi kekuatan seorang raksasa dari garis ibunya dan kecerdasan seorang manusia dari garis ayahnya. Pertempuran berlangsung hingga hari gelap dan telah menimbulkan kepanikan di pihak Kurawa karena tidak ada yang mampu menandingi kesaktian Gatotkaca.

Namun takdir Gatotkaca telah ditentukan malam itu. Amarah Adipati Karna memuncak melihat Gatotkaca menghancurkan pasukannya dan emosinya terpancing ketika tanpa sadar tiba-tiba senjata sakti Konta yang berupa tombak telah tergenggam di tangannya. Adipati Karna melemparkan senjata sakti Konta ke arah Gatotkaca terbang. 

Senjata tersebut mengeluarkan kilatan cahaya dan suara gemuruh ketika dilesatkan ke arah Gatotkaca. Mata tajam Gatotkaca menangkap kilatan cahaya senjata Konta yang dilontarkan kepadanya dan dia segera menyadari bahaya yang menghampirinya.

Raden Gatotkaca segera terbang tinggi sekali dan bersembunyi di balik awan-awan untuk menghindari senjata Konta yang mengarah ke dirinya. Namun kisahnya memang harus berakhir malam itu, senjata Konta terbang menembus awan dan tepat muncul di depan Gatotkaca dan langsung menembus ke pusar Raden Gatotkaca.  

Pusaka itu sudah bersatu kembali dengan sarungnya (warangkanya) di pusar Raden Gatotkaca. Raden Gatotkaca gugur sebagai  Pahlawan para Pandawa dan jasadnya meluncur deras ke bumi dan menghujam kereta Adipati Karna.  

Adipati Karna selamat karena berhasil melompat dari kereta namun keretanya hancur dan serpihan pecahan keretanya membunuh ribuan pasukan Kurawa. Gugurnya Raden Gatotkaca menyelamatkan Arjuna dalam perang Bharatayudha dan menjadi kehilangan yang sangat besar di pihak Pandawa.

Pertunjukkan wayang kulit yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia. Sumber gambar: Gunawan Kartapranata
Pertunjukkan wayang kulit yang telah diakui UNESCO sebagai warisan dunia. Sumber gambar: Gunawan Kartapranata

Semoga cerita-cerita ini terus lestari dan masih menarik untuk dibaca oleh generasi-generasi yang akan datang karena sarat pula dengan pesan moral yang baik, terlebih lagi cerita wayang khususnya pertunjukkan Wayang Kulit telah diakui UNESCO sebagai sebuah karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang sangat indah dan berharga.

Jaya selalu komik  Indonesia.

Referensi:

  • Mataram, Sayid. "BAHASA RUPA KOMIK WAYANG KARYA R.A. KOSASIH" Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta (2015). Gelar : Jurnal Seni Budaya.
  • Teguh, irfan. tirto id (2018) "R.A. Kosasih dan Napas Panjangnya dalam Menggeluti Komik".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun