Mohon tunggu...
Dodi Bayu Wijoseno
Dodi Bayu Wijoseno Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar, membuat hidup lebih indah

Penyuka Sejarah, hiking dan olah raga

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Keberhasilan Pendakian K2 Saat Periode Winternya, Lengkap Sudah Pendakian Winter Seluruh "The Fourteen of Eight Thousanders"

24 Januari 2021   14:53 Diperbarui: 24 Januari 2021   15:15 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nanga Parbat (8,125 mdpl), Gunung terakhir sebelum Gunung K2 yang berhasi dipuncaki saat winternya (2016).  Sumber gambar: Daniel Martin/wikimedia.org

Pada tanggal 3 Januari 2021 yang lalu saya menuliskan artikel di Kompasiana berjudul  "Upaya Pendakian Puncak Gunung K2 di Periode Musim Dinginnya, Mission Impossible?", setelah  membaca informasi di media massa mengenai adanya sejumlah pendaki yang akan mencoba memuncaki Gunung K2 pada periode musim dinginnya (winter) di tahun 2021.   

Upaya tersebut sangat menarik perhatian  para pecinta alam utamanya yang memiliki hobi mendaki gunung karena hingga saat itu Gunung K2 (8,611 mdpl) yang merupakan Gunung tertinggi kedua di dunia setelah Gunung Everest (8,848 mdpl) dan merupakan bagian dari kelompok  14 gunung dengan ketinggiaan di atas 8,000 mdpl  (The fourteen of eight thousanders), masih berdiri dengan fakta dan legendanya sebagai satu-satunya gunung yang belum bisa dipuncaki pada periode winternya yang berlangsung pada bulan Desember hingga akhir Februari. 

Sejumlah upaya pedakian K2 di saat periode winternya pernah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya namun selalu berakhir dengan kegagalan. Sejumlah pendapat mengatakan bahwa kondisi alam yang sangat ekstrim dan batasan biologis manusia menyebabkan K2 sangat sulit untuk dipuncaki saat winter.  

Namun faktor-faktor seperti  itu jugalah yang menantang para pendaki profesional untuk mencoba mencapai puncak gunung-gunung tinggi di periode winternya di mana kondisi alam Gunung tersebut akan jauh berbeda bila dibandingkan dengan di musim semi atau panas sehingga akan memberikan pride atau  kebanggaan tersendiri bagi para pendaki yang berhasil mencapai puncaknya.

Pada  hari Sabtu tanggal 16 Januari 2021  mulai tersebar informasi di media sosial bahwa sejumlah pendaki Nepal telah berhasil menjejakkan kakinya di puncak Gunung yang terletak  di wilayah Karakoram Range tersebut . 

Pada hari itu juga berita keberhasilan pendakian K2 tersebut dikonfirmasi oleh sejumlah media,  salah satunya oleh laman nationalgeographic.com yang langsung menurunkan  artikel berjudul   "Nepali mountaineers achieve historic winter first on K2" yang memberitakan sejarah baru telah tercipta dalam dunia pendakian ketika puncak K2 berhasil dicapai saat periode musim dinginnya, yang dimasa lalu sempat dikatakan sebagai sesuatu hal yang mustahil. 

Para pendaki Nepal yang berhasil mencapai puncak K2 saat periode winternya  Sumber gambar: Nirmal Purja/bbc.com
Para pendaki Nepal yang berhasil mencapai puncak K2 saat periode winternya  Sumber gambar: Nirmal Purja/bbc.com
Sepuluh orang pendaki Nepal telah mengukir namanya dalam sejarah pendakian dunia dengan menjadi manusia pertama yang berhasil mencapai puncak Gunung K2 di saat winternya. Nama kesepuluh  pendaki Nepal  yang telah mencatatkan sejarah tersebut adalah sebagai berikut:
  • Nirmal Purja
  • Mingma G
  • Sona Sherpa
  • Mingma David Sherpa
  • Mingma Tenzi Sherpa
  • Geljen Sherpa
  • Pem Chiri Sherpa
  • Dawa Temba Sherpa
  • Dawa Tenjin Sherpa
  • Kilu Pemba Sherpa

Sebelum Gunung K2 yang berhasil dipuncaki di tahun 2021 pada periode winternya, pada tahun 2016 Gunung Nanga Parbat  (8,125 mdpl) adalah gunung terakhir yang berhasil dipuncaki saat periode winternya. 

Nanga Parbat (8,125 mdpl), Gunung terakhir sebelum Gunung K2 yang berhasi dipuncaki saat winternya (2016).  Sumber gambar: Daniel Martin/wikimedia.org
Nanga Parbat (8,125 mdpl), Gunung terakhir sebelum Gunung K2 yang berhasi dipuncaki saat winternya (2016).  Sumber gambar: Daniel Martin/wikimedia.org

Pendakian winter Nanga Parbat sebenarnya juga tidak mudah,  penulis  dan jurnalis Andrew Bisharat dalam artikelnya yang berjudul  "Climbers Make History Scaling Pakistan's ‘Killer Mountain" menuliskan bagaimana beratnya  upaya sejumlah pendaki profesional elite seperti  Alex Txikon  dalam menggapai puncak Nanga Parbat dan mencatatkan nama mereka sebagai pendaki winter pertama yang mencapai puncaknya dan turun kembali dengan selamat. 

Temperatur yang rendah dan longsoran salju (avalanche) masif menjadi faktor-faktor penyulit di Nanga Parbat yang juga dijuluki sebagai "gunung pembunuh". 

 Sebagai informasi, setelah keberhasilan di Nanga Parbat,  pendaki profesional Alex Txikon dan timnya  gagal dalam percobaan pendakian winter  Gunung K2 di tahun 2019 .

Setelah Gunung Nanga Parbat berhasil dipuncaki dalam periode winternya di tahun 2016 , maka hanya tinggal menyisakan satu buah gunung lagi yang menjadi bagian dari kelompok  14 gunung dengan ketinggiaan di atas 8,000 mdpl  atau yang dikenal dengan predikat The fourteen of eight thousanders yaitu: Gunung K2.   

Sebagai informasi tambahan berikut nama-nama ke-14 Gunung yang masuk dalam kelompok  The fourteen of eight thousanders, beserta catatan tahun pertama kalinya para pendaki mencapai puncaknya di periode winternya (first winter ascent)

  • Gunung Everest (8,848 mdpl, first winter ascent: 1980)
  • Gunung K2 (8,611 mdpl, first winter ascent: 2021)
  • Gunung Kangchenjunga (8,586 mdpl, first winter ascent: 1986)
  • Gunung Lhotse  (8,516  mdpl,  first winter ascent: 1988)
  • Gunung Makalu  (8,485 mdpl, first winter ascent: 2009)
  • Gunung Cho Oyu  (8,188 mdpl,  first winter ascent: 1985)
  • Gunung Dhaulagiri I  (8,167 mdpl, first winter ascent: 1985)
  • Gunung Manaslu  (8,163  mdpl, first winter ascent: 1984)
  • Gunung Nanga Parbat  (8,125 mdpl,  first winter ascent: 2016)
  • Gunung Annapurna I  (8,091  mdpl, first winter ascent: 1987)
  • Gunung Gasherbrum I  (8,080 mdpl, first winter ascent: 2012)
  • Gunung Broad Peak  (8,051 mdpl,  first winter ascent: 2013)
  • Gunung Gasherbrum II   (8,034 mdpl,  first winter ascent: 2011)
  • Gunung Shishapangma    (8,027  mdpl,  first winter ascent: 2005)

Setelah Nanga Parbat maka fokus sejumlah pendaki profesional elite dunia mulai diarahkan untuk menaklukkan puncak K2 saat winter. Setidaknya hingga tahun 2020 telah dilakukan berbagai upaya untuk menggapai puncaknya meski selalu berakhir dengan kegagalan. 

Selain Alex Txixon dan timnya  yang mencoba pendakian winter K2 di tahun 2018 dan berakhir dengan kegagalan terdapat upaya lain yang  dilakukan oleh 13 anggota tim pendaki elite asal Polandia pada tahun 2018 yang persiapannya dikisahkan dalam artikel karya Sarah Gibbens berjudul berjudul "Climbers Set Off to Be First to Summit World's Most Notorious Mountain in Winter" . 

Mereka berlatih dalam ruangan khusus bernama "hypobaric chambers" yang mensimulasikan suasana pegunungan yang akan didaki seperti tekanan udara, tingkat oksigen dan suhu yang rendah agar tubuh pendaki dapat segera beradaptasi ketika melakukan pendakian sesungguhnya namun mereka tetap gagal ketika mencoba menaklukkan K2 di saat winternya.

K2 adalah gunung yang memiliki legenda dan kisahnya tersendiri, lebih sulit didaki dari Everest dan lebih mematikan. Berdasarkan sejumlah informasi setidaknya hingga tahun 2018 telah telah ada  lebih dari 4,000 pendaki yang mencapai puncak Everest dengan angka kematian 123 orang sedangkan untuk Gunung K2 hanya terdapat sekitar 355 pendaki yang berhasil mencapai puncaknya dengan 82 orang meninggal dalam proses pendakian. Sejumlah kecelakaan pendakian fatal juga tercatat pernag terjadi di gunung K2.

Angin beku hingga dibawah -55 derajat celcius dengan kekuaran setara badai, longsoran salju (avalanche), longsoran batu-batu besar serta kombinasi terburuk dari ketiga hal tersebut akan menghadang dan menguji fisik dan mental siapapun yang akan memuncaki K2. Setelah tiba di atas ketinggian 8,000 mdpl yang dikenal dengan zona kematian para pendaki harus memiliki strategi yang efektif untuk menumpang hidup di zona kematian tersebut karena kesalahan kecil saja bisa berakibat sangat fatal. 

Dalam artikel di laman nytimes berjudul "How Climbers Reached the Summit of K2 in Winter for the First Time" salah satu penyakit fatal di ketinggian adalah edema paru. Saat itulah pembuluh darah paru mengerut, meningkatkan tekanan di paru-paru, menyebabkan cairan bocor ke kantung udara. 

Satu-satunya cara mengatasi ini adalah segera turun ke ketinggian yang lebih rendah untuk mendapatkan lebih banyak oksigen, jika diabaikan pernapasan akan menjadi lebih sulit dan darah serta cairan akan bocor ke otak yang akan memicu kasus fatal yang dikenal sebagai  cerebral edema (pembengkakan otak)

Saya sulit membayangkan bagaimana beratnya situasi pendakian di atas sana.  Saya memiliki pengalaman ketika  melakukan hiking santai di Gunung Prau Dieng pada puncak musim kemarau beberapa tahun lalu, ketika tiba tengah malam di puncaknya yang datar dan terpapar angin serta suhu sekitar 4 derajat Celcius saja rasanya sudah sangat tidak nyaman bahkan untuk tidur di dalam tenda pun sulit karena terasa dingin sekali, beberapa pendaki saya lihat juga sudah kehilangan nafsu makannya, tentu ini tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan situasi pendakian di K2.  

Kebetulan saat ini saya juha memfollow akun instagram Colin O' Brady (@Colinobrady) yang juga sedang melakukan upaya pendakian winter K2. Di salah satu feed instagramnya dia memposting video ketika suhu di dalam tendanya saat bangun tidur berada di kisaran -30 derajat Celcius, yang berarti jauh lebih dingin daripada di ruang freezer kulkas rumah kita.  

Di masa lalu pendaki-pendaki profesional elite Polandia selalu memimpin rekor pendakian winter gunung-gunung tertinggi namun tidak ada satupun yang berhasil di Gunung K2. Akhirnya pada awal tahun 2021 ini, para pendaki asal Nepal yang mayoritas berasal dari suku Sherpa berhasil menaklukkan puncak K2 pada periode winternya dan mencatatkan sejarah baru dalam dunia pendakian. 

Para pendaki Nepal dan  khususnya mereka yang berasal dari suku Sherpa memang bukan orang sembarangan. Mereka memiliki adapatasi dan daya tahan tubuh yang luar biasa di ketinggian yang tidak dimiliki oleh orang-orang biasa dan mereka membuktikannya dalam  pendakian winter K2 kali ini. 

Saya dan mungkin sebagian orang pada awalnya mengetahui Sherpa hanya sebagai porter pengangkut barang dan guide untuk ekspedisi pendakian Everest, namun setelah membaca sejumlah literatur fakta tentang Sherpa ternyata  lebih dari itu. 

Mereka adalah suku  yang bermigrasi dari Tibet timur ke Nepal ratusan tahun yang lalu dan telah mendiami kaki gunung Everest selama ratusan tahun sehingga mereka paham benar mengenai medan Everest. 

Fakta sejarah mencatat bahwa ketika Sir Edmund Hilary menjadi manusia pertama yang mencapai puncak tertinggi dunia: Everest di tahun 1953 dia ditemani oleh seorang Sherpa bernama Tenzing Norgay.

Sherpa Tenzing Norgay  bersama dengan Edmund Hilary menjadi manusia  pertama yang mencapai puncak Everest di tahun 1953. Sumber gambar: wikimedia.org
Sherpa Tenzing Norgay  bersama dengan Edmund Hilary menjadi manusia  pertama yang mencapai puncak Everest di tahun 1953. Sumber gambar: wikimedia.org

Setelah peristiwa tersebut,  orang-orang Sherpa mulai dikenal dan banyak  dipekerjakan untuk membantu ekspedisi pendakian seperti mebawa barang (porter), menjadi guide, memasang tali temali di tempat-tempat berbahaya untuk dilalui, menjadi konsultan ekspedisi dan lain-lainnya. Karena pendakian Everest roda perekonomian berkembang di desa-desa terpencil mereka. 

Memang tidak selalu cerita-cerita yang menyenangkan mengenai roda perekonomian suku Sherpa yang membaik karena pendakian Everest ini, sejumlah kisah tragis juga terjadi seperti sejumlah Sherpa yang kehilangan nyawanya selama proses pendakian baik karena sakit maupun karena bencana di lokasi pendakian yang terkadang terabaikan karena kepentingan bisnis dari pendakian Everest itu sendiri.

Orang Sherpa dikenal memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa di ketinggian karena genetika mereka yang telah menyesuaikan diri hidup di tempat yang tinggi dan lebih tipis kadar oksigennya. 

Dalam studi Profesor Andrew Murray dari Cambridge University diketahui bahwa ada mutasi genetik yang membuat tubuh orang-orang Sherpa memiliki metabolisme yang lebih efisien dalam mengelola oksigen di tubuhnya. Proses adaptasi fisiologis tersebut yang membuat para Sherpa memiliki kinerja fisik yang luar biasa ketika  berada di ketinggian pegunungan Himalaya. Sebenarnya merekalah pendaki sejati pegunungan Himalaya.

Dengan keunikan genetik tersebut, akhirnya  di tahun 2021 ini orang-orang Sherpa tersebut juga menjadi bagian dari sejarah baru pendakian musim dingin Gunung K2  yang telah lama dikatakan sebagai sesuatu yang mustahil untuk dilakukan yang sekaligus melengkapi keberhasilan pendakian winter seluruh gunung dalam kelompok The fourteen of eight thousanders.  Sekali lagi manusia telah menembus batas dirinya  dan mencatatkan sejarah baru.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun