Perburuan besar-besaran kucing besar tanah Jawa untuk dikorbankan dalam tradisi Rampogan Macan telah menyebabkan populasi Harimau Jawa menyusut dengan cepat dari hutan-hutan di Jawa Tengah dan  merambat ke daerah-daerah sekitarnya.
Selain tradisi Rampogan Macan di masa lalu, masuknya senjata api era kolonial juga memberikan andil besar terhadap proses kepunahan Harimau Jawa. Dari catatan sejarah kita mengetahui bahwa pada abad ke-19 Belanda pernah menerapkan kebijakan tanam paksa.
Dengan kebijakan tersebut banyak hutan-hutan yang dibuka untuk pertanian dan perladangan sehingga  semakin mempersempit habitat Harimau Jawa. Karena habitatnya makin sempit dengan kehadiran manusia tidak jarang Harimau Jawa berkonflik dengan manusia dan manusia menganggap hewan tersebut sebagai pengganggu yang berbahaya.
Dengan senjata api, perburuan terhadap Harimau Jawa yang dianggap sebagai pengganggu kehidupan manusia saat itu semakin efisien akibatnya populasinya menyusut dengan sangat cepat dan mulai jarang terlihat di hutan-hutan yang dulu menjadi habitatnya.Â
Berpuluh-pukuh tahun  setelahnya Harimau Jawa terus diburu agar tidak mengganggu kegiatan dan kehidupan manusia seperti supaya tidak memangsa ternak-ternak yang telah dipelihara, tidak mengganggu kegiatan perkebunan dan lain-lain sampai pada harinya kita semua tersadar bahwa sang raja hutan tanah Jawa itu sudah tidak pernah terlihat lagi di hutan.
Harapan akan kemungkinan kemunculan kembali Harimau Jawa di alam
Pada tahun 2013 secercah harapan pernah muncul ketika Tim Ekspedisi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), pada tanggal 2-11 Oktober 2013, menggelar ekspedisi untuk menemukan lokasi Ranu (danau) Tompe, sebuah danau terisolir serta sangat sulit dijangkau di lereng Semeru.
Keberadaan Danau tersebut hanya diketahui dari cerita dan citra satelit. Tim ekspedisi akhirnya berhasil menemukan danau ini, danau ini memiliki keanekaragaman hayati dan rantai makanan yang masih lengkap.
Dalam artikel berjudul "Â Melacak Jejak Harimau Jawa di Lereng Semeru"Â karya Zainul Arifin (liputan 6.com, 2017) dituliskan saat melakukan Ekspedisi Eksplorasi Ekologi Ranu Tompe pada tahun 2013 silam, tim ekspedisi menemukan bekas cakaran di pohon serta kotoran hewan di kawasan Ranu Tompe.
Bentuk cakaran horizontal, sedangkan bekas kotoran mempunyai diameter 3 sentimeter sampai 5 sentimeter. Di dalam kotoran terdapat bulu dan pecahan tulang. Tim ekspedisi saat itu meyakini bekas cakaran dan kotoran itu memiliki karakteristik seperti milik Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica dan bukan milik Macan Tutul jawa (Panthera pardus melas) namun hingga hari ini belum ada bukti foto otentik mengenai keberadaan Harimau Jawa di kawasan tersebut. Akses menuju Ranu Tompe ditutup hingga hari ini untuk kepentingan penelitian.
Berita yang lebih menghebohkan datang di tahun 2017 ketika sejumlah media massa memberitakan tentang adanya penampakan (dengan bukti foto dari Jagawana) kucing besar di Taman Nasional Ujung Kulon yang diduga sebagai Harimau Jawa sedang memangsa banteng.