Istilah "A Man Behind The Gun" bukanlah kelakar banal, namun sering saya temui. Sebagai contoh, saya mempunyai seorang kawan photografer, ia mampu membuktikan istilah tersebut dengan mengajak prhotografer pemula memotret sebuah objek dan peristiwa serta momen. Ia hanya menggunakan kamera poket sedangkan photografer pemulanya menggunakan kamera profesional. Hasilnya? Amazing! Hasil pemotretan kawan saya adalah hasil photografi profesional sedangkan photografer pemulanya menghasilkan photografi yang terlampau biasa saja.
Ketika saya membaca buku novel SAMURAI pun, saya menemukan isyarat A MAN BEHIND THE GUN. Dari buku tersebut saya mendapatkan hikmah bahwa: "KEHEBATAN DAN KEKUATAN SEBUAH SAMURAI BUKANLAH PADA MATERIAL SAMURAI ITU DIBUAT NAMUN PADA SIAPA YANG MEMEGANG DAN MENGGUNAKAN SAMURAI TERSEBUT".
Di saat saya kuliah kedokteran, dosen saya yang ahli bedah mengatakan: "PISAU AKAN BERMANFAAT UNTUK KEMANUSIAAN BILA KAMI PARA AHLI BEDAH MENGGUNAKANNYA, TAPI PISAU BISA MENJADI SEBUAH TINDAKAN KEJAHATAN BILA DIGUNAKAN OLEH PARA PENJAHAT UNTUK MERAMPOK DAN MEMBUNUH ORANG LAIN."
Di tahun 2012, saya pernah diundang oleh komunitas yang mengklaim bahwa mereka adalah KOMUNITAS PETISI TERBESAR DUNIA pada sebuah acara LAUNCHING EKSISTENSI KEBERADAAN mereka di Indonesia. Komunitas ini dihadiri oleh anak-anak muda yang tidaklah berlatar belakang ideologis dan visi besar akan nasionalisme dan kebangsaannnya sendiri, namun berlatar belakang pragmatis, oportunis dan hedon. Dalam menjalankan aksinya, mereka menggunakan sosial media. Mereka membuat sebuah petisi hanyalah berdasarkan berita yang berkembang di media-media baik mainstream maupun non mainstream, tanpa menggali dan mengkaji berita tersebut dalam riset yang serius.. HP/ sellular menjadi SENJATA mereka dalam mensosialisasikan aksi mereka.
Kamera di tangan yang baik akan mengabadikan moment-moment terindah dan makanan-makanan terlezat dalam hid up kita. Kamera di tangan yang sebaliknya akan menghasilkan dan menyebarluaskan foto-foto yang tidak layak di pandang mata anak-anak kita.
Senjata di tangan yang baik akan menjadi pembelaan diri dan perlindungan atas nyawa. Senjata di tangan yang sebaliknya bisa jadi menghilangkan nyawa.
Pisau di tangan seorang koki akan menjadi karya seni kuliner yang menggungah selera. Pisau di tangan seorang penjahat akan digunakan untuk mengancam korban agar memenuhi keinginannya.
Ilmu keuangan di tangan yang baik akan menjadikan hidup lebih tertata. Ilmu keuangan di tangan yang sebaliknya akan merugikan orang lain bahkan negara.
Hipnotis di tangan terapis bisa menjadi metode penyembuhan yang luar biasa. Hipnotis di tangan penjahat akan menguras harta bahkan nyawa korbannya.
Dan masih banyak lagi alat dan teknologi yang bagaikan pisau bermata dua yang betul-betul seimbang manfaat dan mudharatnya.
Namun bagaimana jika teknologi yang tercipta menjadi lebih cenderung mengakibatkan ketidaknyamanan pihak lain – jika tidak bisa disebut sebagai kejahatan – meski di sisi lain juga bisa menghasilkan keuntungan?