Mohon tunggu...
Doddey Sanjaya
Doddey Sanjaya Mohon Tunggu... -

Sedang belajar membaca dan menulis...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apa Itu Tragis?

17 November 2011   15:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:32 1098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu faktor atau alasan mengapa berita menjadi menarik untuk dibaca adalah faktor kedekatan. Semakin dekat pembaca berita dengan kejadian dalam berita semakin besar minat pembaca membaca berita tersebut. Contohnya seperti ini, bagi saya, berita mengenai Kota Pekalongan, tempat kelahiran saya, atau Kota Bandung, tempat saya kuliah, akan lebih menarik dibandingkan dengan berita mengenai Kota Bogor yang tidak pernah saya kunjungi. Contoh lainnya berita mengenai kegiatan mahasiswa di daerah Dago akan lebih menarik bagi saya dibandingkan berita tentang kegiatan mahasiswa di daerah Cimahi.

Sepertinya kisah tragis juga dipengaruhi oleh faktor kedekatan. Walaupun sebenarnya lebih cocok bila disebut dipengaruhi oleh faktor ketahuan (akan kisah tersebut). Seseorang dengan mudah mengatakan bahwa tidak ada yang lebih tragis dibandingkan kejadian yang dialami oleh teman sekelompoknya dan mengatakan bahwa kisah orang yang lain sama sekali tidak tragis. Padahal ia tidak tahu kejadian apa saja yang dialami oleh orang lain itu.

tragis tra.gis
[a] (bersifat) menyedihkan: ia menemui ajalnya dl tangan musuhnya secara --
Referensi

Sepertinya semua orang akan sepakat bahwa ketika melihat atau mendengar kisah tragis, bernafas saja rasanya susah atau hati ini serasa tersayat-sayat. Lalu sebenarnya apa yang membuat suatu kejadian dapat dikatakan tragis? Apakah kisah tragis yang satu bisa dibanding dengan kisah tragis yang lainnya?

Seperti kisah menjadi tragis atau tidak tergantung dari mana kisah itu dipandang. Sebuah film animasi yang meraih penghargaan film animasi terbaik Oscar berjudul UP merupakan kisah yang tragis walaupun berakhir dengan bahagia. Tabungan yang digunakan untuk mewujudkan cita-cita masa kecil selalu terpakai untuk hal-hal lain yang tidak kalah penting, sampai akhirnya waktu memakan cita-cita tersebut. Tragis!

Menurut saya, hal-hal berikut termasuk kategori tragis yaitu


  • ketika usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat pada akhirnya tetap harus gagal karena usaha tersebut dinilai kurang oleh atasan,
  • ketika anak kecil bercita-cita besar tetapi cita-cita tersebut dikerdilkan oleh orang dewasa yang takut menantang dunia,
  • ketika ada hal yang ingin dilakukan, tetapi tidak didukung oleh prasarana (modal) yang memadahi,
  • ketika nait baik kepada seseorang malah dianggap sebagai hal yang mencurigakan,
  • ketika seseorang berteriak minta tolong di tempat yang ramai tetapi tidak ada satupun yang bersedia membantu.

Saya yakin masih banyak kategori lain yang menyebabkan sebuah kejadian dikatakan tragis.

Pertanyaan yang tak kalah menarik berikutnya adalah bagaimana sikap yang seharusnya diambil oleh orang yang mengalami kisah tragis? Orang yang mengalami cerita tragis cenderung mengasiani diri sendiri atau ingin dikasihani. Mereka berkata "kisahku tidak kalah menyedihkan, kenapa kamu tidak mencoba untuk menghiburku". Padahal apabila mereka yang mengalami kisah tragis berusaha lebih keras sedikit lagi, mungkin mereka dapat membuat kisah tragis mereka menjadi alasan untuk mendapatkan penghargaan sebagai kisah inspiratif.

Bila kecenderungan mengasiani diri sendiri dan faktor kedekatan yang mempengaruhi tingkat ketragisan suatu kejadian dikaitan, saya dapat menyimpulkan bahwa orang-orang yang dekat dengan pelaku kisah tragis seharusnya memposisikan diri sebagai pendengar yang baik sehingga mereka yang mengalami kisah tragis tidak (lagi) mengasiani diri mereka sendiri. Siapa tahu mereka membutuhkan bantuan, tetapi tidak tahu harus minta bantuan kepada siapa atau tidak tahu harus berbuat apa... Yang terakhir ini juga kisah tragis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun