Keterlibatan pers ternyata tidak selalu dalam konteks positif. Sejarah juga mencatat bahwa pers ikut membesarkan populisme. Contoh mutakhir adalah media yang tetap meliput kampanye Donald Trump meskipun dicerca Trump sebagai media yang tidak dapat dipercaya.Douglas Kellner  (2016) menyebut  Trump memanfaatkan dirinya sebagai media spectacle.
Lalu adakah media di dunia yang sudah mempraktikkan jurnalisme yang terlibat secara demokratis? Surat Kabar Inggris The Guardian sejak 2018 menerbitkan edisi Serial Populisme Baru  selama 6 bulan. Tulisan tersebut merupakan hasil investigasi tentang bangkitnya populisme. Untuk mempertajam hasil investigasinya The Guardian bekerja sama dengan para ahli yang dijuluki sebagai "Tim Populisme" dan dibantu data dari YouGov Cambrige Globalism Project.
Meskipun memiliki kekurangan Uslu dkk (2023) menilai analisis The Guardian telah memberikan pemahaman yang berharga bagi literatur yang semakin berkembang tentang interaksi antara populisme, media, dan jurnalisme. Sesuai dengan argumen tentang kecenderungan saat ini di kalangan jurnalis untuk melakukan pelaporan interpretatif, The Guardian dan jurnalis yang berkolaborasi dianggap sebagai aktor yang terlibat, bukan sebagai wartawan netral. Tulisan serial tersebut disajikan sebagai usaha untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang akar penyebab dan dampak dari populisme. Penelitian Uslu  menyimpulkan surat kabat The Guardian mempraktikkan jurnalisme yang terlibat secara demokratis.
Di perayaan Hari Pers Nasional tahun ini upaya mempraktikkan jurnalisme yang terlibat secara demokratis perlu dipertimbangkan. Tujuan sederhananya adalah memberikan pengetahuan tentang akar penyebab dan dampak populisme kepada masyarakat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H