Masa tenang pemilihan presiden 2024 ini ternyata riuh. Tiga hari yang disediakan sebelum pemungutan suara 14 Februari 2024 memang alat peraga kampanye dibersihkan. Jalan raya kiri kanan yang penuh foto senyum caleg dan dukungan capres dan cawapres kembali lengang. Polusi visual selama dua bulan lebih (28 November 2023-10 Februari 2024) hilang.
Namun tidak demikian dengan media sosial. Keriuhan justru terjadi. Mulai dari berita korupsi pembelian pesawat mirage (yang belakangan di bantah) hingga video dokumenter di youtube berjudul Dirty Vote yang mengungkap dugaan ketidaknetralan aparat pemerintah di pemilihan presiden 2024.
Baik isu korupsi pesawat dan dugaan ketidaknetralan aparat pemerintah muncul menjelang pemungutan suara. Dapat kita duga keduanya bagian dari kampanye mendegradasikan para calon presiden dan wakil presiden 2024. Dengan mengaitkan berbagai data dan kerahasiaan yang berhasil dibongkar maka dugaan-dugaan tersebut seperti nyata.
Tindakan mengaitkan berbagai rahasia dan kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan dapat kita sebut sebagai teori konspirasi. Teori konspirasi merujuk pada gagasan atau pandangan bahwa suatu peristiwa atau kejadian penting diatur atau direncanakan oleh sebuah kelompok tersembunyi atau pihak-pihak tertentu yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu, seringkali dengan cara yang tidak lazim atau rahasia. Teori konspirasi sering kali melibatkan asumsi bahwa ada informasi rahasia yang disembunyikan dari publik oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konspirasi tersebut.
Teori konspirasi dapat berkisar dari yang sederhana hingga yang sangat rumit, dan mereka dapat mencakup berbagai topik, termasuk politik, kesehatan, keamanan, dan keuangan. Contoh-contoh teori konspirasi meliputi klaim bahwa serangan 11 September diatur oleh pemerintah AS, bahwa vaksinasi adalah bagian dari rencana untuk mengendalikan populasi, atau bahwa pemerintah dunia menyembunyikan keberadaan alien.
Teori konspirasi memiliki beberapa ciri umum yang di antaranya adalah:
- Ketidakpercayaan terhadap otoritas: Teori konspirasi seringkali muncul ketika ada ketidakpercayaan yang signifikan terhadap institusi atau otoritas yang ada, seperti pemerintah, media, atau lembaga ilmiah. Orang-orang yang percaya pada teori konspirasi cenderung meragukan informasi yang diberikan oleh sumber-sumber resmi dan menerima narasi alternatif yang sesuai dengan kepercayaan mereka.
- Tingkat kompleksitas yang tinggi: Teori konspirasi sering kali melibatkan skenario yang sangat kompleks dan rumit, dengan keterlibatan banyak pihak dan jaringan yang saling terkait. Hal ini sering bertentangan dengan penjelasan yang sederhana dan rasional tentang suatu peristiwa.
- Ketidakcocokan dengan bukti yang ada: Teori konspirasi seringkali tidak didukung oleh bukti yang kuat atau jelas. Meskipun bisa ada beberapa bukti anekdotal atau kejanggalan yang dianggap sebagai "bukti" oleh pendukung teori konspirasi, mereka seringkali tidak tahan terhadap penelitian ilmiah atau investigasi yang menyeluruh.
- Pola pikir paranoid: Orang yang menganut teori konspirasi cenderung memiliki pola pikir paranoid, yaitu mereka melihat pola tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa yang mungkin secara rasional dijelaskan. Mereka sering mencari-cari konfirmasi untuk kepercayaan mereka dan mengabaikan atau menolak informasi yang bertentangan.
- Kesimpulan tanpa bukti yang cukup: Teori konspirasi sering kali menghasilkan kesimpulan yang kuat tanpa memiliki bukti yang cukup atau data yang valid untuk mendukungnya. Mereka sering kali berdasarkan pada spekulasi, rumor, atau interpretasi yang terdistorsi dari fakta-fakta yang ada.
- Keterlibatan aktor yang tidak mungkin atau tidak masuk akal: Beberapa teori konspirasi melibatkan keterlibatan aktor atau entitas yang tidak mungkin atau tidak masuk akal, seperti alien, makhluk supernatural, atau organisasi rahasia dengan kekuatan luar biasa.
- Bagaimana teori konspirasi menyebar ke masyarakat? Penyebaran teori konspirasi melalui media: Media massa, terutama platform online seperti situs web, forum, dan media sosial, dapat menjadi sarana utama untuk menyebarkan teori konspirasi. Konten yang mengandung teori konspirasi sering kali menarik perhatian karena kontroversi dan ketertarikan manusia pada cerita-cerita yang dramatis. Kebijakan algoritma di platform media sosial juga dapat memperkuat penyebaran teori konspirasi dengan menampilkan konten serupa kepada pengguna yang telah menunjukkan minat pada topik tersebut.
- Pembentukan opini melalui media: Media massa memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik. Ketika teori konspirasi disajikan secara berulang-ulang atau dengan cara yang meyakinkan di media, hal itu dapat mempengaruhi keyakinan dan sikap orang-orang terhadap topik yang dibahas. Media yang tidak kritis atau yang tidak memverifikasi informasi dengan baik juga dapat memperkuat kepercayaan pada teori konspirasi.
- Pemberitaan media tentang teori konspirasi: Kadang-kadang, media massa melaporkan tentang teori konspirasi sebagai berita atau sebagai bagian dari liputan yang lebih luas tentang suatu peristiwa. Cara media melaporkan tentang teori konspirasi dapat memengaruhi bagaimana mereka dipahami oleh masyarakat. Jika media memberikan perhatian berlebihan atau memperlakukan teori konspirasi sebagai perspektif yang setara dengan penjelasan yang didukung bukti, hal itu dapat meningkatkan legitimasi dan penyebaran teori konspirasi.
- Peran media alternatif: Media alternatif, seperti blog, podcast, dan saluran YouTube, sering kali menjadi tempat utama bagi teori konspirasi. Media ini dapat memberikan platform bagi individu-individu yang tidak terdengar di media tradisional untuk menyebarkan pandangan mereka. Meskipun beberapa media alternatif memainkan peran yang penting dalam mengungkapkan kebenaran yang tersembunyi, banyak juga yang menyebarluaskan teori konspirasi yang tidak terverifikasi atau tidak berdasar pada fakta.
Editor majalah Skeptic Michael Shermer punya cara mendeteksi bahwa sesuatu adalah bagian dari teori konspirasi. Ia menjelaskan kita tidak bisa sembarangan menolak semua teori semacam itu begitu saja, karena kadang-kadang konspirasi nyata memang terjadi.Â
Sebaliknya, kita harus mencari tanda-tanda yang menunjukkan bahwa sebuah teori konspirasi kemungkinan besar tidak benar. Semakin banyak teori itu menunjukkan ciri-ciri berikut, semakin rendah kemungkinan teori tersebut berdasar pada kenyataan:
1. Bukti konspirasi seolah muncul dari pola "menghubungkan titik-titik" antara peristiwa yang sebenarnya tidak perlu terhubung secara kausal. Ketika tidak ada bukti yang mendukung hubungan tersebut kecuali tuduhan konspirasi, atau ketika bukti tersebut sama baiknya untuk hubungan kausal lainnya—atau kebetulan—teori konspirasi kemungkinan besar salah.
2. Para pelaku di balik pola konspirasi tersebut akan membutuhkan kekuatan yang hampir super manusia untuk melakukannya. Manusia biasanya tidak sekuat yang kita pikirkan.
3. Konspirasi itu kompleks, dan penyelesaiannya yang sukses membutuhkan sejumlah besar elemen.
4. Demikian pula, konspirasi melibatkan sejumlah besar orang yang semuanya harus tetap diam tentang rahasia mereka. Semakin banyak orang yang terlibat, semakin tidak realistis.
5. Konspirasi mencakup ambisi besar untuk mengendalikan sebuah negara, ekonomi, atau sistem politik. Jika itu mengusulkan dominasi dunia, kemungkinan besar teori itu tidak benar.
6. Teori konspirasi mengarah dari peristiwa kecil yang mungkin benar menjadi peristiwa yang jauh lebih besar dan jauh lebih tidak mungkin.
7. Teori konspirasi memberikan makna penting, sinis pada apa yang kemungkinan besar peristiwa kecil, yang tidak berarti.
8. Teori tersebut cenderung memadukan fakta dan spekulasi tanpa membedakan di antara keduanya dan tanpa menetapkan tingkat probabilitas atau faktualitas.
9. Pencetus teori secara sembarangan mencurigai semua lembaga pemerintah atau kelompok swasta, yang menunjukkan ketidakmampuan untuk membedakan perbedaan antara konspirasi yang benar dan yang salah.
10. Orang yang menyebarluaskan teori konspirasi menolak untuk mempertimbangkan penjelasan alternatif, menolak semua bukti yang membantah, dan dengan jelas hanya mencari bukti konfirmatif untuk mendukung apa yang sudah mereka tentukan sebelumnya sebagai kebenaran.
Fakta bahwa kadang-kadang politisi berbohong atau perusahaan kadang-kadang menipu tidak berarti bahwa setiap peristiwa adalah hasil dari konspirasi rumit. Sebagian besar waktu, hal-hal hanya terjadi, dan otak kita menghubungkan titik-titik itu menjadi pola yang bermakna.
Kuncinya di masa tenang ini tetaplah berpikir kritis. Sebagai pemilik suara di negara yang merdeka andalah sepenuhnya yang menentukan kepada siapa suara anda percayakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H