Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Laporan Keuangannya, Bukan Logonya

22 Maret 2022   16:16 Diperbarui: 22 Maret 2022   17:13 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Halal (Sumber: Dok. Kementerian Agama)

Pro kontra logo halal baru sepertinya akan memasuki babak baru. Kepala Pusat Registrasi Halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki membuka kemungkinan aspirasi publik yang meminta pengubahan logo (medcom.id).Sebelumnya Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta kementrian agama mempertimbangkan masukan masyarakat (wartaekonomi.co.id).

Sebuah petisi  diluncurkan oleh yang menamakan dirinya Warga Negara Indonesia sepekan yang lalu. Judul petisi tersebut :Apakah anda setuju Logo Halal MUI dirubah jadi Logo Halal Kemetrian Agama..? Menariknya di penjelasan petisi tersebut tertulis  ingin mendengar pendapat anda.Hingga tulisan ini dibuat sudah 4.467 tanda tangan dari 5000 tanda tangan yang ditargetkan.

Saya sendiri tidak menandatangani petisi tersebut karena petisi pada dasarnya adalah sebuah kegiatan pencarian dukungan, setuju atau tidak pada suatu tindakan. Bukan mencari tahu pendapat setuju atau tidak. Kalau itu namanya polling. Jajak pendapat. Jadi menurut saya petisi tersebut agak menjebak.

Perubahan logo halal juga tidak mendiskreditkan kehalalalan suatu produk. Bentuknya yang mirip gunungan wayang juga memberikan diferensiasi dan positioning logo halal dibandingkan negara-negara lain. Jadi persepsi bahwa perubahan logo halal tidak dapat dikenali lagi buat saya hanyalah alasan yang terlalu naif.

Alih-alih memperdebatkan logo halal menurut saya yang perlu dikejar adalah laporan pertanggungjawaban keuangan MUI dari proses sertifikasi halal tersebut. Media online Tirto tahun 2016 pernah menyoroti persoalan tersebut.

Liputan Tirto tersebut memperkirakan potensi pemasukkan selama satu tahun saja sangat besar, mencapai Rp 102,1milyar rupiah. Ini tentu bukan dana yang kecil. Lalu mengapa MUI wajib memberikan laporan keuangannya? Karena sebagai badan yang menerima dana sebagian atau sepenuhnya dari pemerintah maka UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mewajibkan untuk membuka laporannya ke publik.

Anwar Abbas  sebagai Sekjen MUI menyatakan "Banyak ormas di Indonesia yang menghimpun dana dari masyarakat. Kenapa mereka tidak minta (laporan keuangannya)? Kenapa hanya MUI yang diminta?" ujar Anwar, kepada BBC.

Ini tentu jawaban kekanak-kanakkan untuk selevel dosen bergelar doktor. Posisinya Abbas sebagai pengurus MUI justru seharusnya memberi keteladanan dalam sikap tindak sebagai warga negara yang baik.

Persoalan laporan keuangan itulah yang seharusnya didesak untuk diterapkan oleh BPJPH. Dengan membuka laporan keuangannya kepada publik maka keremang-remangan dana sertifikasi halal tidak akan terjadi (lagi).Lembaga besar seperti BPJPH tentu tidak kalah dengan pengurus masjid di Indonesia yang memberi informasi Laporan Keuangannya setiap Jumat.

Mempersoalkan logo halal yang baru menurut saya adalah pengalihan isu yang lebih besar yaitu Laporan Keuangan proses sertifikasi halal yang informasi keuangannya seharusnya menjadi hak umat Islam di negeri ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun