Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

6 Bulan Pandemi Corona di Indonesia

2 September 2020   09:46 Diperbarui: 2 September 2020   16:50 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harian Kompas hari ini 2 September 2020 tampil dengan disain berbeda. Hanya ada satu berita.Itu pun posisinya di tengah-tengah. "Bersiap yang terburuk, Berharap terbaik".Kalimatnya khas Kompas. Tertulis di situ memerlukan waktu 3 bulan sejak kasus pertama menjadi 50 ribu kasus. Namun untuk menjadi 100 ribu kasus positif hanya memerlukan waktu 1 bulan dan kini 150 ribu kasus dalam waktu 25 hari. Berbagai tulisan membahas seputar Covid 19 mengisi halaman-halaman berikutnya.

Tulisan ini ingin mengangkat persoalan lain walau masih seputar Covid-19. Menyoroti pekerja pers.Selama 6 bulan di masa pandemi profesi pencari berita mengharuskan berkeliaran mencari berita di tengah seruan tetap di rumah saja. Akibatnya pun sudah diduga. Wartawan menjadi korban virus Korona. Press Emblem Campaign dalam situsnya mencatat hingga hari ini sudah 261 wartawan dari 43 negara menjadi korban keganasan virus Korona.

Wartawan pertama yang tercatat menjadi korban virus Korona tersebut adalah Jurnalis Jean-Michel Denis yang meninggal pada usia 67 pada 6 Maret di Paris Prancis. Ia adalah jurnalis yang tertarik pada musik dunia, khususnya untuk musik Afrika. Jean-Michel Denis adalah pencatat yang tak kenal lelah dari perkembangan genre musik yang membuat benua itu begitu istimewa. Denis menguraikan tren ini untuk Madame Elite, kemudian menghabiskan dua puluh tahun di Majalah Afrique sebelum berkolaborasi dengan VSD dan Paris Match Afrique.

Situs Press Emblem  Campaign juga mencatat pada 14 Juli 2020 lebih dari 50 staf jaringan radio publik di Surabaya terjangkit Covid-19, sementara 2 karyawan stasiun TV meninggal dunia. Sebelumnya Pemerintah daerah provinsi Bali juga mengabarkan satu wartawan meninggal dunia karena Covid-19. Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) meminta perusahaan media untuk meningkatkan kesadaran tentang keselamatan dan kesehatan jurnalis di tengah pandemi Covid-19.

Lain Indonesia lain India.Peristiwa tragis terjadi di India 8 Juli 2020. Wartawan media Dainik Bhaskar bernama Tarun Sisodia tewas setelah terjun dari lantai 3 gedung rumah sakit All India Institute of Medical Science (AIIMS). Jurnalis berusia 37 tahun tersebut sedang di rawat karena positif Covid-19.

Di Brazil para wartawan terpaksa harus di karantina setelah mewawancarai Presiden Brazil Jair Bolsonaro. Bolsononaro mengaku positif Covid-19 pada suatu wawancara. Ketika wawancara berlangsung Bolsonaro tiba-tiba membuka maskernya. Rekaman televise memperluhatkan bagaimana presiden Brazil tersebut mundur beberapa langkah ke belakang dan membuka maskernya. Persatuan wartawan Brazil mengajukan gugatan kepada Bolsonaro dengan alasan telah melakukan tindakan yang membahayakan wartawan.

Sebetulnya selain resiko kematian akibat virus korona wartawan sudah mengalami kecemasan dan depresi. Sebuah penelitian yang dilakukan Reuters Institute for Study of Journalism dan Universitas Toronto mencoba mengetahui bagaimana kondisi dan  emosi wartawan ketika meliput berita Covid-19. 

73 wartawan dari berbagai perusahaan media di dunia menjadi responden penelitian ini. Hasil penelitian ini menujukkan lebih dari 70% wartawan mengalami depresi dan 26 persen lainnya terindikasi gejala Generalized Anxiety Disorder dengan ciri-ciri cemas, gelisah, sulit tidur alias insomnia, kesulitan konsentrasi dan kelelahan. 

11 % responden mengalami gejala PTSD (post traumatic stress disorder) yaitu yang mencakup pikiran dan ingatan mengganggu berulang tentang peristiwa traumatis terkait COVID-19, keinginan untuk menghindari ingatan tentang peristiwa tersebut, dan perasaan bersalah, takut, marah, ngeri, dan malu.

Hanya 4% responden adalah wartawan desk kesehatan. Sedangkan 74% lainnya meliput Covid-19  karena berkaitan dengan desknya. Hasil penelitian juga menujukkan tidak sedikit wartawan mengaku tidak dapat melakukan tugas jurnalistik sebagaimana seharusnya. Kebebasan meliput Covid-19 tidaklah seperti di negara-negara lainnya. Mereka diwajibkan mengikuti kebijakan pemerintah dan tidak dapat sepenuhnya melaporkan kondisi di berbagai wilayah lainnya. Kondisi ini tentu menambah stress wartawan.

Para wartawan juga menegaskan bahwa kombinasi bekerja di rumah dan sekolah daring  saat bekerja di rumah bagi mereka adalah kemustahilan.responden penelitian ini adalah wartawan dengan usia rata-rata 41 tahun, memiliki anak dan 58% adalah perempuan. Bagaimana dengan wartawan di Indonesia? Tidakkah memiliki kemiripan dengan hasil survey tersebut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun