Hari Raya Idul Adha atau hari raya Haji tinggal menghitung hari. Para jemaah haji sudah mulai berkumpul di tanah suci untuk bersiap melakukan ritual yang sudah berlangsung ribuan tahun lalu. Ya, ritual yang dilakukan Ibrahim sang Khalil, yang dicintai Tuhan.
Di Indonesia rombongan jemaah haji melalui kelompok terbang (kloter) sudah banyak yang sampai di sana. Tahun ini ada tambahan 10 ribu orang Indonesia yang dapat menjejakkan kaki di tanah nabi terakhir. Â Sehingga total kuota haji Indonesia adalah 231 ribu orang.Jarak menanti pergi ke tanah suci pun berkurang menjadi 18 tahun.
Salah satu budaya yang masih erat berkaitan dengan ibadah haji adalah rombongan pengantar calon haji. Datanglah ke asrama haji embarkasi Jakarta Pondok Gede,misalnya. Anda akan melihat kendaraan yang mengantar sanak saudara tetangga handai taulan  ke tanah suci. Yang berangkat haji dua orang, yang mengantar satu kampung. Begitu ledekan yang biasa terdengar.
Budaya mengantar haji memang bukan sekedar budaya melainkan bagian dari makna istimewa ibadah haji. Perjalanan ke tanah suci melaksanakan rukun Islam ke-5 adalah perjalanan yang mahaberat. Pertama lihatlah waktu tempuh perjalanan.Kini memang perjalanan ditempuh dengan pesawat udara sehingga waktu tempuh menjadi lebih cepat. Tahun 70-an dan sebelumnya orang Indonesia pergi haji menaiki kapal laut. Waktu naik haji pun menjadi sangat panjang karena keberangkatan hingga di pelabuhan Jedah bisa memakan waktu 1 bulan.
Meskipun sudah lebih cepat namun bukan berarti tantangan ibadah haji menjadi ringan. Cuaca yang sangat berbeda dengan Indonesia menjadi tantangan tersendiri. Siang begitu panas sedangkan malam sangat dingin
Mungkin yang agak berubah adalah usia para jemaah haji. Di abad 21 kini sudah banyak para jemaah haji yang masih berusia di bawah lima puluh tahun. Dahulu kala para lanjut usia mendominasi mereka yang pergi haji. Saya duga berkaitan dengan persoalan lama mengumpulkan uang dan juga masa menopause untuk perempuan.Â
Bagi perempuan dengan masa menopause tak ada halangan berarti melaksanakan ibadah haji. Saat kini para perempuan muda dapat melakukan rekayasa hormonal sehingga siklus haid dapat diatur.
Kembali ke soal mengantar jemaah haji saya punya pengalaman tak terlupakan. Sekitar tahun 1980-an hampir setiap musim haji rumah kami di Kemayoran dikunjungi para pengantar haji. Mereka datang malam hari dengan mobil dan numpan istirahat dan mandi di rumah kami. Ibu saya almarhum juga hobi mengantar para jemaah haji ke embarkasi Pondok Gede.
Mungkin karena berkah mengantar para jemaah haji itu pula orangtua kami akhirnya dipangil beribadah haji tahun 1993. Saya dan adik saya ditemani tetangga bersama-sama mengantar ke asrama haji Pondok Gede.Â
Ketika itu bapak saya sedang sakit. Tak tanggung-tanggungsakitnya adalah kanker laring. Tumbuhnya daging di pita suara. Hal ini disebabkan hobi merokok yang dilakukan sejak lama. Karena jalan nafas ditenggorokan terganggu akhirnya leher bapak dilobangi. Sejak itu kami tak pernah bisa lagi mendengar suaranya.
Dengan kondisi kesehatan yang tak normal tentunya kekhawatiran kami sangat besar. Saya ingat betul ketika perpisahan hendak berangkat saya terisak memeluknya dan berkata, "Pak, nanti pulang ya". Bapak saya mengangguk. Saya khawatir cuaca ekstrim di tanah suci dengan kondisi kesehatan bapak membuatnya tak bisa pulang.