Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menimbang Gibran

27 Juli 2019   20:30 Diperbarui: 27 Juli 2019   20:36 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Politics is the art of looking for trouble, finding it everywhere, diagnosing it incorrectly, and applying the wrong remedies."~Groucho Marx (komedian)

Mencuatnya nama Gibran Rakabuming dalam  bursa calon walikota Solo menarik untuk disimak.

Putra sulung Presiden Joko Widodo ini melejit dalam kancah politik setelah survei Lembaga Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi Solo mencatatnya termasuk deretan tokoh populer di Solo.

Sebagaimana dikutip Merdeka.com ada 3 kategori materi uji. Yakni popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas. Berdasarkan hasil uji popularitas, 90 diantaranya 766 responden mengenai Gibran.

Sementara untuk Kaesang, 83 persen responden juga mengenal pengusaha pisang itu.

Selain 4 nama tersebut, beberapa nama lainnya juga muncul. Diantaranya Ketua Kadin Gareng S Haryanto, pengasuh Ponpes Al Quraniy Azzayadiy KH Abdul Karim (Gus Karim), Mantan Rektor UNS Ravik Karsidi, pengusaha Slamet Rahardjo, Ketua Tim Pemenangan Daerah Jokowi-Maruf Her Suprabu dan Akuntan Publik Rachmad Wahyudi.

Sejak era demokrasi langsung maka popularitas (keterkenalan) memang menjadi daya tarik utama. Dengan mengusung orang yang populer maka lebih mudah untuk diterima pemilih suara.

Selain itu ada aksebilitas dan elektabilitas. Keduanya berkaitan dengan kemampuan diterima dan dipilih.Dengan menguasai popularitas dua aspek lainnya dapat diupayakan. Misalnya dengan membuat program kerja yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kembali ke persoalan Gibran, para partai politik sudah siap mendukung pencalonan pemilik catering Chili Pari ini.

Seperti telah disebutkan partai politik sangat mengutamakan popularitas ketimbang hal yang lain. Apalagi pilkada Solo akan berlangsung tahun depan, sehingga faktor populartas menjadi snagat penting.

Pola mengutamakan popularitas ini tentunya sangat berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi. Sudah banyak bukti kepopuleran tidak linear dengan kemampuan kerja seseorang. Boleh anda teliti para artis yang menjadi anggota dewan yang terhormat apakah sudah betul-betul memperjuangkan rakyat?

Sejak Joko Widodo menjadi Presiden sebetulnya Indonesia sudah punya template bagaimana sebaiknya seseorang menjadi pemimpin nasional.

Di mulai dengan menjadi kepala daerah (walikota Solo) lalu naik menjadi Gubernur DKI. Hingga akhirnya dua kali terpilih menjadi presiden. Sebelum menjabat sebagai walikota Solo Jokowi dikenal sebagai pengusaha mebel yang sukses. Lalu bagaimana dengan Gibran?

Usia Gibran masih terbilang muda. 31 Oktober nanti berusia 32 tahun. Sebagai perbandingan Joko Widodo memulai karir politik sebagai walikota solo di usia 44 tahun.

Bisnis catering Gibran terbilang sukses di kota Solo. Ciri khasnya adalah tidak mau ndompleng ketenaran ayahnya.Urusan bisnis dipisahkan dengan jabatan ayahnya.Suatu hal yang sangat jarang terjadi di era KKN adalah hal biasa hingga kini.

Jikalau Gibran ternyata sepakat untuk maju menjadi walikota Solo maka keluarga Joko Widodo membentuk suatu trah politik baru. Sulit untuk memisahkan Gibran sebagai walikota dan Gibran sebagai putra sulung Joko Widodo.

Besar kemungkinan akan terjadi banyak ewuh pakewuh.Misalnya Gubernur Jawa Tengah yang secara administratif membawahi kota Solo akan kagok karena sang walikota adalah putra presiden.

Akhirnya partai politik seharusnya tidak mempedulikan kepentingan saat ini. Parpol seharusnya menyadari bahwa setiap kader yang menjadi bakal memimpin daerah pada akhirnya harus punya kualifikasi menjadi pemimpin nasional.

Jika tidak maka benarlah apa yang dikatakan komedian Groucho Marx  yang saya sebut di atas.Politik adalah seni mencari penyakit, mencarinya kemana-mana, mendiagnosa penyakit dengan keliru dan mengobati penyakit dengan obat yang salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun