Gonjang-ganjing PT Pos Indonesia menyadarkan saya bahwa ada bagian dari kehidupan yang kini siap ditelan jaman. Mereka yang lahir di masa 80-an pasti mengalami masa-masa surat menyurat entah untuk orangtua, pacar, teman atau kenalan baru. Surat, Kertas surat, perangko, kartu pos, kartu wesel  dan juga pak pos adalah istilah yang lekat dalam keseharian. Setelah komunikasi digital lahir perlahan istilah yang populer itu  redup dan hilang.
Berbeda dengan saudara mudanya yang bernama Surat Menyurat Singkat alias SMS, surat bisa berpanjang lebar. Ada "kaligrafi" di setiap tulisan karena setiap orang menulis sendiri sebagai tanda pribadi. Walau ada pula menggunakan mesin tik atau print computer sebagai bentuk formalitas.. Tak seperti huruf kini yang monoton, tulisan surat sangat pribadi dalam artian mengekspresikan emosi dalam bentuk tulisan tangan. Semuanya melalui waktu yang tak singkat. Tak tergesa-gesa dan abadi karena bentuknya yang mewujud.
Surat menyurat tanpa sadar harus diakui mempengaruhi jalannya peradaban manusia hingga abad 21 ini. Kiprah surat menyurat tersimpan dalam beragam produk budaya mulai dari surat itu sendiri, lagu, dan juga film.
Keabadian surat terbukti hingga kini. Menjadi bagian dari sejarah tak hanya pribadi namun juga bangsa jikalau penulisnya adalah tokoh. Simak surat Bung Karno kepada  istrinya Haryatie yang saya kutip dari  laman https://rosodaras.wordpress.com/tag/surat-surat-bung-karno/
Untuk Yatie isteriku
Petunjuk Hidup
(tanda tangan Soekarno, tertanggal 26 Januari 1965)
Hidup adalah satu rangkaian kejadian-kejadian, pengalaman-pengalaman, persoalan-persoalan, --- dan agar manusia dapat menjalani rangkaian itu dengan baik, maka diberikanlah oleh Tuhan kepada manusia Qur'an ini sebagai pandu dan petunjuk.
Yatie, ikutilah petunjuk-petunjuk itu!
Cintaku
Soekarno