Tahap ketiga adalah iklan yang menyerang (attack ads). Iklan menyerang diperlukan sebagai upaya membedakan dengan pesaing sekaligus memberitahukan keunggulan partai politik atau calon yan dikampanyekan.Â
Di Indonesia KPU melarang iklan kampanye yang menyerang kandidat atau partai politik lain. Tahap keempat adalah tahap Positive visionary ads.Iklan dibuat sebagai pengantar citra positif yang akan dilekatkan kepada pemilik suara. Ditayangkan jelang pemilihan dilaksanakan.
Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah iklan politik di masa kampanye ini efektif menggerakan pemilik suara untuk datang ke TPS dan mencoblos mereka yang diiklankan? Bisa ya bisa tidak.Â
Yang jelas biaya mengiklankan melalui media arus utama itu mahal. Hadirnya media sosial seperti Facebook, Twitter atau instagram seharusnya membuat biaya kampanye politik lebih murah.Â
Selain itu tanggapan audiens langsung bisa diketahui. Itu yang seharusnya dilakukan para calon legislatif yang nampaknya di abad 21 ini masih berkutat di spanduk dan baliho pinggir jalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H