Meski pintu sudah di depan mata namun  Anies tak dapat membukanya semudah membalikkan telapak tangan. Ada laki-laki bernama Prabowo Subianto yang juga punya ambisi memimpin Indonesia. Sejarah mencatat Prabowo Subianto bersama partai Gerindra menjadi pendukung pertama dan utama pencalonan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI berpasangan dengan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok sebagai Wakil Gubernur.Hanya berselang dua tahun orang yang didukung menjadi pesaing capres 2014. Pengalaman pahit ini tentunya akan menjadi pelajaran berharga purnawirawan Jendral bintang tiga ini. Apakah Prabowo "rela" dirinya digantikan Anies Baswedan demi kemenangan partai Gerindra?"Kerelaan" ini yang dilakukan Megawati sehingga merestui Jokowi nyapres dan menang di pilpres 2014. Apakah hal ini akan terulang pada diri Prabowo Subianto? Ataukah maju bersama Anies sebagai wapresnya? Masih kita tunggu saat pendaftaran calon presiden dan wakil presiden awal Agustus 2018.
Anies Baswedan sendiri harus membuktikan dirinya sebagai mantan pecatan kabinet Jokowi yang mampu mengurus ibu kota. Dengan dua tahun masa "kampanye" untuk memposisikan diri layak jadi RI-1. Acara besar Asian Games 2018 bisa jadi portfolio dirinya.Sukses tidaknya acara skala dunia ini menjadi catatan masyarakat Indonesia. Anies sendiri tampaknya berusaha mempertahankan diri sebagai pemimpin muslim.Citra pemimpin muslim, yang dinisbatkan dan menjadi faktor penting kemenangannya di pilkada DKI, sepertinya mulai dipasarkan untuk konsumsi nasional.
Kasus penutupan Alexis adalah contoh bahwa label sebagai pemimpin muslim yang memberantas kemaksiatan ingin dilekatkan ke dirinya.Meskipun bukan tanpa resiko. Para pengusaha restoran dan hotel Jakarta pun bertanya-tanya dengan kebijakan gubernur barunya itu. Apalagi pernyataan bahwa ia menolak sumber pendapatan DKI dari uang yang haram. Uang haram tidak berkah katanya.Pernyataan ini menanggapi  klaim pihak Alexis yang membayar pajak Rp 30 milyar setahun.
Masalahnya makin lebar. Uang yang haram itu  seperti apa? Khusus pajak dari Alexis? Bagaimana dengan pajak dari restoran, panti pijat dan hotel lainnya? Jumlahnya tidak sedikit.Bagaimana dengan Bank DKI? Bukankah bunga bank itu haram seperti dilansir beberapa pihak?
Di sini konsistensi sebagai pemimpin diuji. Keputusan harus jelas. Tidak tebang pilih. Tidak sekarang iya besok tidak. Inilah yang disebut ketegasan.Ketegasan inilah yang diuji sebagai seorang Anies Baswedan yang pernah ikut konvensi partai Demokrat dalam menjaring capres, jadi juru bicara capres Jokowi dengan mengkritisi Prabowo Subianto dan kini menjadi Gubernur DKI dengan dukungan orang yang dikritiknya.
Kesadaran pendukung Jokowi bahwa Anies Baswedan berpotensi maju dalam pilpres sudah ada. Ajakan untuk tidak mempopulerkannya adalah salah satu bukti. Seharusnya yang diperjuangkan  pendukung Jokowi adalah bagaimana mengemudikan wacana Anies Baswedan alih-alih tidak mempopulerkannya. Tidak menuliskan kata Anies dalam postingan media sosial hanya memberi kesempatan para pendukung Anies untuk  mengisinya dengan informasi/berita positif dirinya. Mereka akan terus membandingkan dengan para pejabat lama (Jokowi, Ahok, Djarot). Anies akan dihadirkan dengan informasi yang mendorong citra positif semua tindak tanduknya sebagai pejabat publik yang lebih baik daripada ketiga gubernur sebelumnya. Sikap kritis akan hilang.
Yang hadir hanya permakluman. Masyarakat tidak mendapat informasi seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya. Tidak tercipta well informed society.
Akhirnya marilah kritisi para pejabat publik termasuk Gubernur DKI Anies Baswedan. Berilah alasan. Tulislah jika kerjanya bagus akui bagus. Jika kerjanya jelek, tulis dan tunjukkan kejelekkannya. Kepopuleran bukanlah jaminan untuk keterpilihan.Bagaimanapun akal sehat harus tetap ditegakkan meskipun menghadapi orang atau kelompok yang menghalalkan segala cara, termasuk dengan menunggangi agama sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H