Mohon tunggu...
Doddy Hidayat
Doddy Hidayat Mohon Tunggu... profesional -

Ada yang panggil saya pemimpi, orang planet, ngawur dan sok pintar..dan itu betul semua :D http://www.konsultankreatif.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menanggapi Pernyataan Pak Menteri Pertanian Soal Penguasaan Asing Terhadap Pangan Nasional

16 Agustus 2012   21:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:39 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pangan Dikuasai Asing, Negara Kesulitan Memihak Rakyat
Menteri Pertanian Suswono mengatakan terjadinya gejolak harga sembilan bahan pokok (Sembako) di setiap akan memasuki bulan Ramadan dan lebaran tidak bisa dilepaskan dari posisi pangan Indonesia yang diserahkan ke pasar bebas.




Menurut Suswono, negara mengalami kesulitan yang cukup tinggi dalam membuat regulasi pangan yang berpihak pada masyarakat karena semuanya sudah dikuasai asing baik melalui jalur investasi atau impor produk.


Lonjakan harga sembako disaat memasuki Ramadan dan lebaran merupakan konsekuensi dari ketergantungan pangan Indonesia kepada pasar bebas, kata Suswono, dalam acara pemberian penghargaan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Walikota Padang Fauzi Bahar dan sejumlah daerah tingkat II lainnya, di Kementerian Pertanian RI, Jakarta, (19/7).
Apa kaitannya urusan politik dan urusan makanan? Mana Penting sih, sehingga tahu pasti mana yang prioritas didahulukan? Yang jelas kasat mata dari kacamata kita sebagai rakyat, urusan politik itu menghamburkan banyak uang yang kalau dibelikan makanan WAW banyaknya, bisa nyuapin banyak mulut. Yuk kita berpikir sederhana saja Pak Menteri
Politik adalah alat menuju keadilan yang seharusnya ampuh memberantas ketidak adilan (injustice). Keadilan adalah syarat membenahi berbagai masalah termasuk soal kemiskinan (poverty). Apa kata pengelola negara ini tentang kemiskinan?
Menurut pemerintah seseorang dikatakan miskin kalau memiliki pengeluaran Rp 211.726,- per bulan atau menurut saya setara dengan 4 bungkus paket burger outlaw di Burger KING Thamrin. Pemerintah mengclaim jumlah penduduk miskin sekarang tinggal 31 juta jiwa ( itukan lbh besar dari jumlah penduduk Malaysia ). Pengamat sosial blg jumlahnya pasti lebih banyak dari itu. Sedangkan jumlah KK penerima beras raskin lebih dari 17 juta Keluarga, kalo 1 kluarga punya 2 anak sj maka at least sdh ada 70 juta jiwa yg hidup dlm kemiskinan (subhanallah itu kan lbh banyak dari jumlah penduduk Thailand).
Apa yang mau diharap? Untuk menyediakan pangan saja pemerintah mesti impor: beras, jagung, garam, kedelai, buah - buahan dll. Kalau the worse case happen, terjadi sesuatu denga produksi pangan di negara - negara importir, maka tak terbayang musibah kemanusiaan yang akan terjadi di Indonesia, Puluhan juta orang akan menderita kelaparan atau setara dengan lebih dari 20 kali jumlah penduduk somalia yang sekarang sedang mengalami bencana kelaparan.
Bukan mau menyebar sikap pesimis, tapi berpikir dengan landasan kepentingan utama, yaitu kepentingan rakyat. Rasanya percuma juga jadi orang kaya saat itu, mungkin hidup penuh ketakutan, takut dijarah oleh orang - orang yang kelaparan.
Uruslah politik untuk perut rakyat, utk kemandirian ekonomi rakyat. Jangan sampai anugerah besar Tuhan berupa tanah subur nan luas ini yang dikelilingi air laut penuh isi aneka sumberdaya dan sumber makanan melimpah ini kita sia - siakan. Mari kita contoh Nabi Yusuf, sudahlah ganteng, baik hati, pandai pula mengelola sumber daya untuk kemashalatan bersama.
Untuk pemerintah, jadilah seperti pemuda Umar bin Khatab, yang menangis melihat rakyatnya kelaparan. Mari tingkatkan janji - janji manis mu atau rencana - rencana indah mu dengan cara mutlak meningkatkan upaya sungguh - sungguh agar ilustrasi saya diatas tidak akan pernah terjadi di negeri kita tercinta ini.
http://creativealwayson.blogspot.com/2012/08/menanggapi-pernyataan-pak-menteri-soal.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun