Mohon tunggu...
Doddi Ahmad Fauji
Doddi Ahmad Fauji Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis Mandiri, penulis puisi, aktivis tani ternak

Another Voice

Selanjutnya

Tutup

Seni

Satu Abad Penyair Chairil yang Terpental

7 Juli 2022   08:14 Diperbarui: 7 Juli 2022   08:16 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Puisi memang hanyalah benda 'intangible' yang tak akan bisa membangun atau merobohkan gedung-gedung, tak bisa mengenyangkan perut lapar, juga tak dapat membungkam suara-suara miring yang mengganggu kuping. Namun puisi yang berhasil menyelami lubuk kata, bisa menjadi inspirasi dan menyalakan ruh, lalu menerangi kegelapan sanubari, dan akhirnya menggerakan manusia. Keyakinan ini berangkat dari diktum bahwa pusi adalah bahasa, dan dengan larik 'kun fayakun' (Jadi maka jadilah), Allah mencipta ini mayapada.


Penyair Subagio Sastrowardoyo menulis puisi dengan juluk Kata: Asal mula adalah kata/Jagat tersusun dari kata/Di balik itu hanya/ruang kosong dan angin pagi."

Banyak penyair di Indonesia, tapi kenapa banyak yang memilih Chairil Anwar sebagai salah satu ikon kepenyairan di Indonesia? Kenapa misalnya, tidak memilih Subagio? Banyak sebabnya, antara lain karena penahbisan oleh kritikus sastra HB Jassin.


Di luar penahbisan, bila kita amati secara sungguh dan jujur, puisi Chairil yang ditulis pada dekade 1940-an, memiliki artikulasi yang kuat dalam mengkomunikasikan gagasan melalui bahasa, yang terasa lebih segar di banding penyair pendahulunya, dan jauh lebih 'lingas' dibanding bertumpuk puisi yang di-kotret pada era majalah dinding pribadi internet (madingpret = facebook).


desain kaos satu Abad Chairil Anwar karya Eki Thadan
desain kaos satu Abad Chairil Anwar karya Eki Thadan
Dulu Chairil menggeram: Yang bukan penyair, dilarang ambil bagian. Geraman itu tak ujug-ujug digonggongkan, tapi karena berjubalnya puisi yang menurut Chairil, tidak mengandung ruh 'zeit geitz' (semangat jaman).


Di era madingpret, bahkan bukan saja siapapun boleh menulis puisi, tapi siapapun bisa menyebut dirinya penyair, atau disebut penyair oleh temannya, atau terabsen sebagai penyair oleh tim marketing pemangku estetika puisi yang disebut kurator. Tapi bila jeli kita periksa, terlalu banyak puisi sekarang ini yang 'kalah awu' oleh kebengalan puisi Chairil. Meski Chairil 'menang awu', justru ia yang terpental, 'yang terempas dan yang putus'.


Untuk mencari jawab pertanyaan 'seberapa penting penyair bagi sebuah bangsa', ingatan saya pun berkelana ke galur-galur yang pernah di-cukcruk, pada obrolan-obrolan santey namun serius di sebuah apartemen nun di Kota Moscwa yang jauh, di mana perang Rusia-Ukraina 2022, genderangya di tabuh di kota ini.


Di Kota yang dikelilingin kanal sepanjang 72 KM itu, agar banjir tak mendera, terdapat penguasa yang bertahta di Lapangan Merah atau Kremlin. Para Presiden Rusia berkantor di sini, dan genderang perang ditabuh oleh Putin dari situ. Ada patung yang berbanjar untuk menghormati orang-orang penting di Rusia. Tetengger ketiga terjauh dari Kremlin, didirikan untuk mengenang Bapak politik orang Rusia, yaitu Ihya Ulyanov Lenin. Tetengger terjauh kedua adalah patung Yuri Gagarin, astronot yang menjadi kebanggaan Rusia, dan tetengger terdekat dari Kremlin ternyata patung Alexander Pushkin.


Pushkin adalah penyair Rusia yang disanjung-sanjung dan menjadi ikon sebuah bangsa. Penghargaan atasnya, dengan dibuatkan patung terdekat dari Kremlin, dan pada sastrawan Dostoyevsky menulis: "Pushkin adalah salah satu penyair dunia yang memiliki kemampuan lebih untuk berubah sepenuhnya. Ia dapat menjadi warga dunia tanpa sedikit pun meninggalkan identitasnya." Begitulah sepenggal bunyi naskah pidato fenomenal Dostoyevsky. Diterbitkan pada 1 Agustus 1880 dengan judul Buku Harian Penulis. Penerbitan naskah pidato terjadi beberapa bulan sebelum kematiannya (Iwan Jaconiah, mediaindonesia.com/sajak-kofe).


Selain dibuatkan patung tetengger, hal-hal yang terkait dengan Pushkin pun dibuatkan museumnya hingga berdiri di lima lokasi. Itulah salah satu cara bangsa besar dalam capaian peradaban, meski kadang pepimpin politik Rusia tampak garang dan barbar, dalam menghargai salah satu inspirator bangsanya. Penyair adalah inspirator lewat kata, bahkan Tuhan mencipta buana juga dengan kata.


Dari patung Pushkin, ingatan saya menjalar ke sepetak tanah di mulut Jl. Veteran II, yang tak jauh dari Istana Negara, di Jakarta. Pada sepetak tanah itu terdapat plank kecil warna hitam, dengan tulisan putih: Taman Chairil Anwar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun