Dari perspektif lain, fakta bahwa salah seorang perempuan yang dinikahi Nabi saw sebagian besar adalah perempuan janda yang boleh dibilang jauh dari kata rupawan menggugurkan sekaligus menepis tudingan dan pandangan sinis (biasa dilontarkan oleh pihak yang memusuhi Islam dan Islam phobia dengan mendiskreditkan Nabi saw) tentang beristri banyak atau berpoligami Nabi saw sebagai pelampiasan nafsu libido belaka.Â
Sebaliknya, pernikahan tersebut lebih dimaknai sebagai pembebasan (dari perbudakan, ketertindasan dan kemiskinan).Â
Akan halnya imbauan dan petuah dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Effendi agar lelaki kaya menikahi perempuan miskin.Â
Semestinya ia tak perlu jengah lalu berkelit atau mengelak ketika ditanya wartawan seraya mengatakan bahwa pernyataannya itu hanyalah gurauan semata, kalau saja ia mengetahui (mungkin hanya lupa) tentang riwayat pernikahan Nabi saw dengan Ummul Mukminin tersebut.Â
Bahkan harusnya diyakinkan kepada para lelaki kaya bahwa menikahi perempuan miskin merupakan sunnah Nabi saw, jika lelaki tersebut benar-benar mengaku Nabi saw sebagai imamnya, apalagi jika sudah pernah berziarah ke makam beliau.Â
Pastinya lelaki tersebut akan mendapatkan syafaat di hari kiamat dan tinggall bertetangga dengan beliau di sorga kelak. Mana yang lebih dipilih? Kesenangan kehidupan di dunia atau kebahagiaan di akhirat untuk selamanya?Â
Sebagaimana diingatkan Alquran QS 28:77 (Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan).Â
Lagi pula sekiranya umat muslim mau dan mampu mengamalkan sebagai mukmin secara total, maka pastilah jumlah angka kemiskinan di negeri ini dapat menurun dan berkurang drastis, sebagaimana diamanatkan Alquran QS 107: 1-3.
Nah loo...siapa takut!! Siapkah dan mampukah umat muslim mewujudkannya? Adapun persyaratan 'kufu' atau sepadan seperti kerap dianjurkan dalam suatu pernikahan boleh saja diterapkan untuk perempuan lain, en toch sejauh ini persyaratan tersebut tidak menjamin terwujudnya sebuah pernikahan yang samawa (sakinah, mawaddah, wa rahmah).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H