Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... Editor - nalar sehat N mawas diri jadi kata kunci

RidaMu Kutuju

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

WNI Eks ISIS, antara Residu dan Perkara Hulu

21 Februari 2020   04:30 Diperbarui: 21 Februari 2020   04:25 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Polemik dan kontroversi masalah Pemulangan WNI Eks ISIS sesungguhnya hanyalah merupakan residu dari sebuah sumber pokok persoalan besar dan mendasar di negeri ini. 

Meskipun menghadapi residu yang dapat dianalogikan seperti mengolah limbah sampah, selain penting juga diperlukan penganan yang tepat, karena jika dibiarkan pastinya akan menjadi sumber penyakit yang menimbulkan problem baru. 

Sehingga menangani akar masalah yang merupakan perkara hulu sebagaimana dimaksudkan di awal tulisan sesungguhnya jauh menjadi lebih penting. Mengakomodasikan dan mengalokasikan pikiran, tenaga, waktu dan sumber daya untuk menangani dan pemulangan WNI Eks ISIS saat ini, sungguh ironis ketika atau jika dibandingkan misalnya dengan nasib para veteran "Seroja", banyak di antara mereka mengalami cacat seumur hidup seperti kaki atau tangan putus, sempat merasa ditelantarkan oleh pemerintah. Padahal mereka secara sah dan jelas-jelas mengemban tugas negara di Timor Timur selagi masih integrasi dalam bingkai NKRI.

Berkaitan dengan itu, jika dirunut lebih jauh banyak di antara kalangan pemimpin serta pemuka agama Islam, terutama generasi pasca Perang Dunia II dan lebih spesifik lagi generasi awal abad 21 sesungguhnya telah mengetahui dan memahami esensi sumber persoalan tersebut dari fakta sejarah dalam spektrum yang lebih luas. 

Sungguhpun begitu dalam banyak kesempatan tausiyah, hal tersebut jarang diungkapkan serta ditelaah, lebih-lebih di dalam forum-forum lokal dan akar rumput yang seharusnya justru lebih memerlukan pencerahan. Oleh karenanya secara ringkas dan garis besar, tulisan ini mencoba untuk memberikan ikhtisar dan peta masalah. 

Dalam sebuah Hadist riwayat HR.Thobroni disebutkan bahwa umat Islam kelak akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk atau menjadi ahli neraka kecuali satu golongan yang selamat dan masuk serta menjadi ahli sorga, yakni mereka yang mengikuti sunnah Nabi saw dan sahabat utama beliau. 

Berdasarkan hadist tersebut, maka segenap manusia yang merasa dan menyatakan dirinya sebagai pengikut Rasulullah saw beramai-ramai bahkan berebut dan mengambil tempat untuk dihuni dan berhimpun menjadi satu golongan yang disebut selamat itu. Takaran yang dapat dibilang merupakan prediksi Nabi saw tersebut mulai menampakkan kebenarannya malahan tak lama berselang sepeninggal Rasulullah saw. 

Satu demi satu serpihan kelompok umat muslim bermunculan, mulai dari golongan Khawarij, Murjiah, Mu'tazilah, Jabbariyah, hingga Syiah. Bahkan kemudian sebagian di antaranya secara harfiah dan simplistik mengambil nama Ahlus Sunah wal Jamaah yang dapat terjebak dalam format simbolistik dan formalistik, persis mengikuti istilah dan identifikasi golongan ahli sorga yang disebutkan dalam hadist tersebut. Namun manusia boleh saja mengklaim merupakan bagian dari golongan yang satu dan yang selamat itu, tetapi pada akhirnya Allah Yang Maha Menentukan. Mereka semua bisa jadi hanyalah merasa dan berprasangka saja, sebagaimana secara normatif digambarkan Alquran.


...Katakanlah: "Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?". Kalian tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kalain tidak lain hanyalah berdusta".

Al-An'am 148

Karena pada kenyataannya, sejak diturunkan Alquran lebih dari satu setengah abad yang lalu kebenaran itu tak pernah terwujud secara sempurna dan utuh dalam perjalanan sejarah umat muslim kecuali hanya untuk kurun waktu yang boleh dikatakan sangat singkat, yakni pada masa hidup Nabi saw dan para penggantinya yang diberi petunjuk (al khulafa ar raasyidun). Ini artinya bahwa klaim adanya suatu kebenaran Islam yang ideal, esensial dan dapat terus bertahan serta berlaku hingga sepanjang sejarah, termasuk hari ini, adalah sebuah mitos atau utopia yang tak ada kaitannya dengan fakta sejarah yang ada.

Simak juga: Politisasi pemahaman dalam Islam

Yang jelas, perpecahan itu dijalani dan dihadapi oleh umat sesudah Nabi saw. Sehingga jumlah perpecahan golongan dalam Hadist tersebut bisa jadi bukan bermakna harfiah dan fix, akan tetapi hanyalah merupakan angka simbolik. Sebagaimana terbukti kemudian, baik bentuk maupun jumlah perpecahan itu bisa berubah dan berbeda pada zaman yang berbeda pula. Namun satu hal yang patut dicatat adalah bahwa terutama selama rentang zaman keemasan disusul keruntuhan imperium Islam hingga akhir abad dua puluh lalu perpecahan yang timbul masih dalam batas kaidah kelimuan dan kajian teologis serta penghormatan terhadap wahyu Alquran. Tetapi setelah memasuki era teknologi informasi dan arus globalisasi yang luar biasa cepat, potensi perpecahan itu kian besar dan kompleks untuk tidak mengatakan brutal di abad 21 ini. Sehingga wajar bila masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat muslim pada khususnya seringkali mengalami kegamangan dalam membaca atau mencermati fenomena tersebut. Bahkan salah-salah mereka dapat terkecoh dan terjerumus mengikuti aliran atau paham yang keliru dan sesat karena kecanggihan dalam mengemas suatu masalah yang berkembang di tengah masyarakat. Oleh karenanya, bagi kaum muslimin yang awam tetapi peduli terhadap makna inti dan pesan visioner dari Hadist tersebut kiranya diperlukan semacam pemetaan yang lebih sederhana mengenai pemikiran dan pemahaman agama (Islam) yang berkembang dewasa ini.

Dari berbagai paham dan pemikiran yang berkembang di dunia Islam dewasa ini khususnya di Indonesia, secara garis besar dapat diidentifkasikan dan dikategorikan menjadi tiga golongan, dengan merujuk sabda Nabi saw tersebut hanya satu golongan yang selamat, yakni:

  1. Golongan pertama adalah mereka dengan ciri suka mengatasnamakan agama (Islam) untuk kepentingan dan meraih kekuasaan dunia semata.
  2. Golongan kedua.
  3. Golongan ketiga ialah mereka yang rendah hati (tawadhu') dan teguh (istiqomah) dalam pendirian dan beragama (Islam), serta meyakini bahwa kehadiran Rasulullah saw tiada lain kecuali (sebagai suri tauladan) untuk menyempurnakan kemuliaan dan keagungan akhlak (manusia) seraya menebarkan perdamaian dan kasih sayang (rahmat) di alam semesta. Dalam hal itu, patut dicatat pendapat Ibnu Miskawaih, seorang ahli filsafat etika yang disebut sebagai Guru Ketiga, setelah Al-Farabi sebagai Guru Kedua, dan Aristoteles sebagai Guru Pertama dalam filsafat etika, mendefinisikan akhlak sebagai suatu peri keadaan jiwa yang mendorong dan mengajak untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan (spontan) dan diperhitungkan sebelumnya.

           Sedangkan Golongan kedua terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:

  • Kelompok pertama adalah mereka yang bersikap dan merasa mengetahui segala-galanya bahkan seakan-akan melebihi Tuhan atau menurut terminologi Jawa disebut "ndisiki kersaning Pengeran" (mendahului kehendak Tuhan). Sehingga sepertinya mereka tidak takut kepada Tuhan dan pada gilirannya tak segan-segan untuk melakukan apa saja atau istilah populer 'menghalalkan segala cara' (Machiavelis)untuk meraih tujuan.
  • Kelompok kedua adalah mereka yang suka membebek secara membabi buta alias "pak turut" atau dalam bahasa agama disebut "taklid".  Berdasarkan pengamatan, di Indonesia kelompok kedua ini cukup besar jumlahnya. Disadari atau tidak disadari, disengaja atau tidak disengaja, di antara kelompok tersebut dan pimpinan ditengarai terjalin hubungan simbiosis mutualistis.

Pada akhirya harus dipahami bahwa munculnya berbagai aliran dan golongan tersebut disebabkan adanya realitas pemahaman atas sejumlah hal dalam agama Islam yang acapkali berbeda-beda bahkan secara diametral di kalangan umat khususnya ulama sendiri, sekalipun pijakan dan pedoman mereka sama, yakni Alquran dan Hadist.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun