Jangan Mimpi Haji Kalau Kepingin Pergi Haji

Sedangkan tentang rukun Islam yang ke-5, yakni tentang ibadah haji praktis tidak banyak disinggung. Memang sangat berbeda dengan sistem pendidikan agama zaman sekarang, utamanya di sekolah kalangan mampu bahkan sejak tingkat Taman Kawak-kawak (ehh..salah, Kanak-kanak) mata pelajaran praktik manasik haji sudah diberikan. Mungkin karena pengaruh sistem pendidikan agama yang saya terima waktu yang membentuk pola pikir bahwa praktik agama itu lebih ditekankan pada akhlak mulia yang berdampak sosial, bukan ritual semata. 

Sehingga terus terang hingga tahun 1996 saya belum pernah terpikir ataupun bermimpi apalagi "ambisi" untuk pergi haji, kendatipun saya bersama istri seringkali diundang dan menghadiri walimah safar teman atau tetangga yang hendak berangkat haji. Sikap itu hanya didasari oleh pikiran yang polos dan perasaan "tahu diri" bahwa kondisi finasial saya waktu itu memang tidak mungkinkan untuk biaya pergi haji. Karena saya masih harus menanggung biaya kuliah dua anak saya di perguruan tinggi yang tinggal beberapa semester lagi selesai strata satu.

Saya jalani hidup ini benar-benar sebagaimana kerap dikatakan orang, bagaikan air mengalir. Ketika mentok berdiam sementara dan dengan tenang mengalir kembali ketika terbuka dataran rendah. Kalaupun berdoa dan memohon kepadaTuhan dilakukan sewajarnya saja, tidak pernah sampai meraung-raung seperti hendak memaksa Tuhan. Saya kira Tuhan juga tidak menyukai hambaNya yang kelewat cengeng, meskipun katanya Tuhan menyuruh hambaNya untuk berdoa. 

Dan benar saja, ketika permukaan rendah itu terbuka, maka air itu berubah menjadi bah menggulung semua yang ada di depan wujudnya. Saya yakin dan percaya bahwa salah satu ayat dari surat Yasin 82 ("Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia" ) yang maknanya bukan seperti sulap "ada gadabra" tanpa sebab akibat atau melawan kaidah sunnatullah yang  diciptakan Tuhan sendiri. 

Kalau dipikir ada benarnya orang mengatakan bahwa rezeki manusia itu seperti binatang. Ada yang rezekinya seperti ayam, setiap hari ketemu meskipun sedikit demi sedikit. Lain lagi dengan ular sanca atau piton, mungkin hanya seminggu atau dua minggu sekali mendapat mangsa, tetapi sekalinya mendapat mangsa anak kambing. 

Ketika saya mendapatkan order proyek penulisan buku dari Pertamina senilai lebih dari 500 juta kunci penentunya adalah pertemuan saya dengan seorang kawan akrab pensiunan Pertamina di koridor kantor pusat perusahaan minyak milik pemerintah terbesar itu. Coba bayangkan, andai saja dalam 1 atau 2 menit saya atau dia datang lebih awal atau lebih akhir sehingga pertemuan di koridor itu tidak terjadi, maka proyek tersebut tidak akan pernah ada. Untuk proyek itu saya tidak pernah memohon-mohon kepada Tuhan agar berhasil, karena saya "tahu diri" kalau proyek tersebut hanya mimpi. 

Tapi kenyataan berkata lain dan Tuhan punya caraNya sendiri untuk menilai hambaNya. Dan proyek itulah akhirnya dapat menjadi sebab mengantarkan saya berdua istri ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Maka terbuktilah firman Allah swt dalam Alquran QS 65:3 ("Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."). 

Dan satu hal lagi yang lebih ajaib, setelah berada di embarkasi bandara Halim Perdana Kusuma dalam menunggu dalam hati saya sempat termenung dan teringat bahwa ternyata selama saya diundang dan dapat menghadiri acara pamitan walimah safar dari teman dan tetangga persis genap tujuh kali baru saya sendiri dapat berangkat ke tanah suci. Bulu roma saya sempat tergetar. Saya hanya bisa menundukkan kepala seraya dalam hati berbisik sendu: "Sepertinya Tuhan kasihan kepada saya". Tiba-tiba mata saya terasa panas dan air mata mengalir deras, sementara ingus cair dari hidung terus mengalir membasahi kumis dan bibir. Saya berpikir, dalam kondisi sekarang yang sudah mengalami kemajuan pesat dalam berbagai bidang, maka sudah saatnya berhaji bagi mereka yang telah memiliki syarat menurut syariat agama. 

*) "Berhitunglah (pada dirimu sendiri) sebelum engkau dihitung (di hari akhir nanti)"