Di era digital yang serba cepat ini, TikTok telah menjadi fenomena global yang tak terbendung. Aplikasi berbagi video pendek ini telah mengubah cara kita mengonsumsi konten dan berinteraksi di dunia maya. Namun, di balik kesuksesan dan popularitasnya yang luar biasa, TikTok menyimpan berbagai bahaya yang perlu kita waspadai.
Dampak Psikologis dan Kecanduan
TikTok berbahaya bukan hanya sekadar ungkapan belaka. Platform ini dirancang dengan algoritma yang sangat canggih untuk membuat penggunanya terus-menerus mengonsumsi konten. Seperti mesin slot di kasino, fitur "scroll" tanpa henti menciptakan dopamin loop yang membuat pengguna sulit melepaskan diri. Akibatnya, banyak pengguna, terutama generasi muda, menghabiskan berjam-jam waktunya hanya untuk menonton video pendek yang sebenarnya tidak terlalu bermakna.
Banyak orang bahkan menyebut TikTok sebagai sosial media "orang bodoh" karena kemampuannya menurunkan rentang perhatian penggunanya. Konten yang singkat dan cepat berganti membuat otak terbiasa dengan stimulus instan, sehingga sulit berkonsentrasi pada aktivitas yang membutuhkan fokus lebih lama.
Pertumbuhan Bermata Dua: Antara Kreativitas dan Destruktivitas
Tidak bisa dipungkiri bahwa TikTok telah membuka ruang kreativitas bagi banyak orang. Platform ini memungkinkan siapa saja menjadi content creator dan bahkan menghasilkan pendapatan. Namun, pertumbuhan bermata dua ini juga membawa sisi gelap. Demi mendapatkan views dan followers, banyak pengguna rela melakukan hal-hal berbahaya atau menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi.
Sebagai contoh, seorang pengguna TikTok bernama Charles Smith, yang dikenal sebagai "Wolfie Kahletti," ditangkap setelah merekam dirinya menyemprotkan pestisida pada produk makanan di sebuah toko Walmart di Mesa, Arizona. Dalam video yang diunggah ke TikTok, Smith terlihat menyemprotkan pestisida pada sayuran, buah-buahan, dan ayam panggang hanya demi konten. Aksi ini tidak hanya merugikan pihak toko yang harus membuang semua produk terkontaminasi, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat. Smith akhirnya ditangkap dan didakwa dengan kejahatan serius, termasuk memperkenalkan racun ke makanan. Contoh ini menggambarkan bagaimana obsesi terhadap popularitas di media sosial dapat mendorong perilaku destruktif yang tidak bertanggung jawab.
Mesin Propaganda dan Manipulasi Informasi
TikTok juga telah berkembang menjadi mesin propaganda yang efektif. Algoritma yang digunakan dapat dengan mudah menciptakan echo chamber, di mana pengguna hanya terpapar pada konten-konten yang sesuai dengan preferensi mereka. Hal ini dapat memperkuat bias dan memperburuk polarisasi di masyarakat.
Konsiderasi moderasi konten di TikTok masih menjadi perdebatan. Meskipun platform ini memiliki kebijakan moderasi, implementasinya seringkali tidak konsisten dan kurang efektif. Banyak konten berbahaya yang tetap dapat beredar dengan bebas, sementara konten edukatif terkadang justru terkena pembatasan.
TikTok dan Normalisasi Tindakan Tidak Etis
Fenomena lain yang cukup mengkhawatirkan adalah bagaimana TikTok dapat memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap tindakan tidak etis. Salah satu contohnya adalah aksi seorang driver ojek online di Makassar yang menguras uang di ATM menggunakan PIN berdasarkan tanggal lahir yang tercantum di KTP korban. Aksi ini direkam dan menjadi viral di TikTok, bahkan mendapatkan dukungan dari beberapa netizen. Mereka menganggap aksi tersebut cerdik dan menyalahkan korban karena menggunakan PIN yang mudah ditebak.
Fenomena ini menunjukkan bahwa TikTok tidak hanya menjadi platform hiburan, tetapi juga dapat membentuk opini publik, bahkan mendukung perilaku yang tidak sesuai dengan norma atau hukum. Hal ini semakin menegaskan perlunya literasi digital untuk mengedukasi pengguna agar lebih bijak dalam mengonsumsi konten.
Bagaimana TikTok Mengubah Satu Generasi Bangsa
TikTok tidak hanya menjadi alat hiburan, tetapi juga alat yang mengubah cara generasi muda berperilaku, berbahasa, dan bahkan berpikir. Dengan konten yang singkat dan menghibur, TikTok menciptakan pola konsumsi informasi yang cepat dan dangkal. Banyak pengguna muda yang lebih memilih belajar melalui video singkat di TikTok daripada membaca artikel panjang atau buku.
Selain itu, TikTok telah menciptakan tren-tren sosial yang memengaruhi cara generasi muda mengekspresikan diri, mulai dari fashion hingga pandangan politik. Dalam banyak kasus, platform ini menjadi ruang untuk menyuarakan opini dan memobilisasi gerakan sosial, yang terkadang dapat membawa dampak positif. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa dominasi TikTok dalam kehidupan generasi muda dapat mengikis nilai-nilai tradisional dan mempercepat asimilasi budaya asing.
TikTok dan Standarisasi Hidup
Salah satu dampak paling signifikan dari TikTok adalah standarisasi hidup yang didorong oleh tren di platform tersebut. TikTok seringkali menampilkan standar kecantikan, gaya hidup, dan kesuksesan tertentu yang dapat memengaruhi cara pengguna melihat diri mereka sendiri. Banyak remaja merasa tekanan untuk mengikuti tren populer, seperti memiliki tubuh ideal, memakai merek tertentu, atau menjalani gaya hidup mewah yang sebenarnya di luar kemampuan mereka.
Fenomena ini dapat berdampak pada kesehatan mental, karena pengguna merasa harus memenuhi standar yang tidak realistis. Lebih jauh lagi, standarisasi ini juga menciptakan kesenjangan sosial yang lebih besar, karena mereka yang tidak dapat mengikuti tren merasa tertinggal atau tidak cukup baik. Penting bagi pengguna untuk menyadari bahwa tidak semua yang ditampilkan di TikTok adalah nyata atau layak dijadikan acuan hidup.
Tanggung Jawab Bersama untuk Solusi
Menanggapi bahaya yang ditimbulkan TikTok, semua pihak yang bertanggung jawab perlu bekerja sama. Pertama, TikTok sendiri harus meningkatkan sistem moderasi dan transparansi algoritmanya. Kedua, TikTok tidak boleh mengesampingkan regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Pihak berwenang, terutama di negara asal TikTok, China, seharusnya ikut serta dalam upaya menjamin keamanan bagi pengguna. Ketiga, pengguna TikTok, terutama segmen anak dan remaja, seharusnya dilindungi dengan langkah-langka yang rasional dan tidak melanggar hak asasi.
Pengguna itu sendiri mesti lebih kritis dan bijak dalam mengonsumsi konten. Batasi saja waktu penggunaan, verifikasi informasi yang akan dibagikan, dan hindari terlibat dalam tren-tren berbahaya di media sosial. Orang tua pun harus berperan aktif dalam mengawasi dan mengedukasi anak-anaknya untuk bisa menggunakan media sosial dengan sehat.
Kesimpulan
Mengubah cara kita berkomunikasi. Meski tidak bisa diabaikan, TikTok tentu tidak bisa luput dari bahaya. Bahaya yang ditimbulkan berasal dari banyak faktor. Diperlukan kesadaran kolektif dan tindakan nyata dari semua pihak supaya platform ini tidak mengganggu kesehatan mental, kesehatan informasi, dan tidak merugikan kesejahteraan masyarakat.
Mungkin sudah saatnya kita mengevaluasi lagi hubungan kita dengan platform ini. TikTok dapat berfungsi sebagai alat yang menguntungkan, bila kita menggunakannya dengan baik. Tetapi ia bisa juga berfungsi sebagai alat yang merugikan, bila kita membiarkannya tanpa kendali. Kita sebagai pengguna-lah yang menentukan, pada akhirnya, bukan di tangan TikTok, bukan di tangan gubernur, bukan di tangan polisi, untuk membentuk masa depan alat yang satu ini: apakah lebih sehat, lebih aman, dan lebih berpikir panjang, atau tak lebih daripada digital junk food.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H