Berbagai respon positif dan negatif dari kalangan publik ramai mewarnai pelantikan Presiden RI (Prabowo Subianto) dan wakil presiden RI (Gibran Rakabuming Raka) periode tahun 2024 - 2029. Faktanya Presiden RI (Prabowo Subianto) selama masa kampanye yakin bahwa dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi di angka 8%  dengan mudah dalam dua atau tiga tahun masa pemerintahannya bersama kabinet yang dibentuk (Kabinet Merah Putih). Angka ini, meski secara matematis mungkin saja diraih dengan kondisi ideal, dalam kenyataannya menjadi target yang hampir utopis di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu, ketidakpastian investasi, serta masalah struktural di dalam negeri. Tantangan ini diperberat pula  oleh berbagai faktor global seperti ketidakpastian ekonomi akibat perang dagang, resesi di beberapa negara besar, dan gangguan rantai pasok akibat pandemi yang belum sepenuhnya pulih. Lalu, bagaimana Indonesia bisa mencapai target ambisius ini ?
Pencapaian Ekonomi (Masa Pemerintahan Presiden Jokowi)
Sebelum kita membahas strategi atau langkah yang diambil pemerintah dalam merealisasikan target ini, kita perlu meninjau ulang bagaimana keadaan ekonomi pada masa masa pemerintahan Jokowi (2019 -2024).
Dapat dilihat dari grafik pertumbuhan ekonomi indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di kisaran 5 persen, meski sempat turun pada periode tahun 2020 - 2021 dimana Indonesia mengalami kontraksi ekonomi akibat pandemi COVID-19, dengan pertumbuhan PDB masing-masing tercatat di angka -2,07% dan -3,7%. Namun, pemulihan mulai terlihat pada tahun 2022, ketika ekonomi kembali tumbuh positif. Berikut merupakan pencapaian utama masa pemerintahan Presiden jokowi.
1. Penurunan Tingkat Pengangguran
Pada tahun 2024, tingkat pengangguran di Indonesia menurun menjadi sekitar 4,8%, yang mencerminkan pemulihan pasar kerja pasca-pandemi. Ini merupakan hasil dari berbagai program penciptaan lapangan kerja dan pelatihan keterampilan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Â Program-program seperti Kartu Pra Kerja dan bantuan sosial lainnya telah berkontribusi dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja dan memberikan dukungan kepada mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Ini membantu mempercepat pemulihan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.
2. Pendanaan Infrastruktur Indonesia
Pembangunan infrastruktur di Indonesia selama masa pemerintahan Jokowi dari 2019 hingga 2024 telah mengalami kemajuan yang signifikan, dengan fokus pada berbagai proyek strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Â Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, total kebutuhan dana untuk penyediaan infrastruktur diperkirakan mencapai Rp 6.445 triliun, meningkat dari Rp 4.796,2 triliun pada RPJMN sebelumnya (2015-2019). Dalam RPJMN 2020-2024, pembangunan infrastruktur diprioritaskan pada infrastruktur untuk mendukung pelayanan dasar, pembangunan ekonomi, dan perkotaan.
3. Investasi dan Kebijakan Ekonomi
Dari tahun 2019 hingga 2023, total realisasi PMDN menunjukkan pertumbuhan yang konsisten. Pada triwulan I tahun 2019, PMDN mencapai Rp 386,5 milyar, meningkat menjadi Rp 405,5 milyar pada semester I tahun yang sama. Selama periode ini, realisasi PMDN terus mengalami peningkatan, dengan total investasi PMDN pada akhir tahun 2023 diperkirakan mencapai lebih dari Rp 680,8 milyar. Pemerintah memberikan berbagai insentif pajak untuk menarik lebih banyak investasi domestik. Ini termasuk pengurangan pajak untuk sektor-sektor tertentu yang dianggap strategis untuk pertumbuhan ekonomi. Kestabilan politik dan ekonomi selama pemerintahan Jokowi dianggap sebagai faktor kunci dalam meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia.Â
4. Perspektif Pemerintah dan Evaluasi
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan melanjutkan kontinuasi kebijakan yang telah sukses di era sebelumnya, tetapi juga harus menyadari bahwa setiap era memiliki dinamikanya sendiri. Kontinuitas politik dan stabilitas ekonomi sangat penting karena kedua hal tersebut memainkan peran sentral dalam menarik investasi dan meningkatkan keyakinan investor. Meskipun era lampau telah mencapai beberapa pencapaian yang signifikan, ada beberapa kelemahan yang perlu diperbaiki. Misalnya,
Ketergantungan pada Sektor-Sektor Tradisional: Selama pemerintahan Jokowi, Indonesia masih sangat bergantung pada sektor-sektor tradisional seperti minyak sawit dan batubara. Ketergantungan ini membuat ekonomi Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga global dan permintaan internasional. Meskipun ada upaya untuk mendiversifikasi ekonomi, langkah-langkah tersebut belum cukup kuat untuk mengurangi risiko yang terkait dengan ketergantungan ini.
Keterbatasan Infrastruktur, Meskipun terdapat kemajuan dalam pembangunan infrastruktur, banyak proyek masih tertunda atau tidak selesai tepat waktu. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk birokrasi yang rumit, masalah pendanaan, dan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Keterbatasan infrastruktur ini menghambat konektivitas dan efisiensi ekonomi, serta mengurangi daya saing Indonesia di pasar global
Masalah Birokrasi: Reformasi birokrasi yang dilakukan selama era Jokowi belum sepenuhnya berhasil. Meskipun ada beberapa inisiatif untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi, banyak proses birokrasi masih lambat dan kompleks. Hal ini sering kali menjadi penghalang bagi investor yang ingin berinvestasi di Indonesia, karena mereka harus menghadapi banyak regulasi dan prosedur yang tidak efisien.
Rekomendasi Strategi
Meskipun dinilai masih terlalu ambisius dan mustahil untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi Indonesia  8%, dalam konteks tantangan yang dihadapi, serta evaluasi dari pencapaian ekonomi masa pemerintahan sebelumnya, berikut adalah rekomendasi strategi yang dapat diterapkan untuk setidaknya menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk periode pemerintahan yang baru.
Optimasi Infrastruktur
Fokus pada proyek-proyek infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Proyek transportasi massal, penyediaan energi terbarukan, dan akses air bersih harus menjadi prioritas utama. Ini sejalan dengan kebutuhan mendasar untuk memperkuat konektivitas antar wilayah dan meningkatkan efisiensi logistik. Penerapan teknologi modern dalam pembangunan infrastruktur juga dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. Misalnya, penggunaan sistem manajemen berbasis IoT (Internet of Things) untuk pemantauan dan pemeliharaan infrastruktur secara real-time. Terlepas dari semua itu, Pemerintah harus memastikan bahwa proyek infrastruktur tidak hanya terfokus pada daerah perkotaan tetapi juga menjangkau daerah terpencil. Hal ini akan membantu mengurangi kesenjangan pembangunan antara daerah dan meningkatkan peluang ekonomi lokal.
Pemberdayaan SDM
Pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu pilar utama dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius di bawah pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Untuk meningkatkan kualitas SDM, pemerintah perlu melanjutkan program pelatihan keterampilan seperti Kartu Pra Kerja, yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Memperluas akses pelatihan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang terdampak pandemi. Kurikulum pelatihan juga harus disesuaikan dengan kebutuhan industri agar peserta dapat langsung diterima di pasar kerja.
Selain itu, pemerintah harus mendorong inovasi dan kreasi dengan mendukung startup serta usaha kecil melalui pendirian inkubator dan akselerator bisnis. Kolaborasi antara universitas dan industri dalam penelitian dan pengembangan (R&D) juga perlu ditingkatkan untuk menciptakan produk dan layanan baru yang inovatif. Pendidikan vokasi harus menjadi fokus utama, dengan menjalin kemitraan dengan sektor industri untuk memastikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Ini termasuk menyediakan kesempatan magang dan program pembelajaran berbasis kerja.
Investasi Strategis
Pemerintah harus menetapkan insentif pajak yang fleksibel untuk menarik lebih banyak investasi domestik dan asing. Insentif ini dapat berupa pengurangan pajak untuk sektor-sektor tertentu yang dianggap strategis, seperti energi terbarukan, teknologi informasi, dan industri manufaktur. Dengan memberikan insentif ini, harapannya investor akan lebih tertarik untuk menanamkan modal mereka di Indonesia. Pemerintah juga perlu mengidentifikasi sektor-sektor dengan potensi pertumbuhan tinggi dan memberikan dukungan khusus untuk pengembangan sektor-sektor tersebut. Misalnya, sektor pariwisata berkelanjutan dan industri kreatif dapat menjadi fokus utama dalam menarik investasi, karena keduanya memiliki permintaan yang terus meningkat baik di pasar domestik maupun internasional.
Reformasi Struktural
Salah satu langkah utama dalam reformasi struktural adalah otomatisasi prosedur administratif. Proses birokrasi yang lambat dan kompleks sering kali menjadi penghalang bagi pelaku bisnis, terutama bagi investor asing yang ingin menanamkan modal di Indonesia. Dengan mengotomatisasi dan menyederhanakan proses perizinan, pemerintah dapat mempercepat waktu yang dibutuhkan untuk memulai usaha, sehingga menciptakan iklim investasi yang lebih menarik. Ditambah lagi, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara juga harus ditingkatkan. Reformasi ini penting untuk membangun kepercayaan publik dan investor terhadap kebijakan pemerintah. Dengan meningkatkan transparansi, masyarakat dapat lebih memahami penggunaan anggaran dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi. Ini juga akan membantu mengurangi potensi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, yang sering kali menghambat pertumbuhan ekonomi.
Mitigasi Risiko Global
Indonesia menghadapi tantangan signifikan dari ketidakpastian ekonomi global, termasuk perang dagang, resesi di negara besar, dan gangguan rantai pasok akibat pandemi COVID-19 yang belum sepenuhnya pulih. Oleh karena itu, strategi mitigasi risiko yang efektif sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik dan menarik investasi. Salah satu langkah utama dalam memitigasi risiko global adalah dengan diversifikasi produk ekspor. Dengan mengurangi ketergantungan pada beberapa komoditas utama, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif dari fluktuasi harga global. Pemerintah perlu mendorong pengembangan sektor-sektor baru yang memiliki potensi ekspor tinggi, seperti produk pertanian organik, teknologi informasi, dan industri kreatif. Diversifikasi ini tidak hanya akan memperkuat ketahanan ekonomi tetapi juga meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI