Namun, memasuki awal tahun 2022 dan ditengah-tengah meluasnya varian Omicron, inflasi Indonesia di bulan Januari 2022 tercatat sebesar 2.19 persen (yoy) yang artinya inflasi ini masih terkendali dalam kisaran sasaran target inflasi tahun 2022 yang disampaikan oleh pemerintah. Selain itu, inflasi Januari 2022 menjadi inflasi tertinggi pada periode yang sama sejak tahun 2019 yaitu berkisar 0.56 persen (mtm).
Capaian inflasi pada Januari 2022 dipengaruhi adanya pergerakan pada seluruh komponen inflasi dengan komponen inti yang disebabkan oleh peningkatan harga komoditas ikan segar, mobil, tarif kontrak rumah dan sewa rumah. Dalam menjaga tren pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah terus mengamati prospek dan risiko pencapaian inflasi tahun 2022.Â
Dilihat dari sisi aktivitas ekonomi dunia yang tinggi ditunjang dengan permintaan yang juga tinggi telah mendorong naiknya harga-harga komoditas esensial dan berdampak terhadap kenaikan inflasi global. Hal tersebut disampaikan oleh IMF melalui publikasi terbaru World Economic Forum (2022) disebutkan bahwa kenaikan inflasi merupakan salah satu faktor risiko pemulihan ekonomi di tahun 2022.
Mengamati kondisi Indonesia yang saat ini mulai ramai akan varian Omicron, penulis melakukan analisis terhadap dampak yang diakibatkan oleh masuknya Omicron ke Indonesia terhadap kondisi perekonomian yang tengah terjadi pada beberapa aktivitas perekonomian yang dilansir dari berbagai sumber sebagai berikut:
A. Â Iklim Investasi
Dalam situasi seperti ini, Director PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen Eri Kusnadi mengatakan bahwa kondisi perekonomian masih bergerak ke arah yang positif dan pasar saham emerging market masih atraktif. Menurutnya, saat ini para investor sedang berjaga-jaga dan menunggu akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat.Â
Bank sentral AS, Federal Reserve berubah pandangan menjadi lebih hawkish akibat tingginya inflasi di Amerika Serikat, dengan mereduksi program pembelian obligasi dan diharapkan akan menaikkan suku bunga acuan lebih banyak di tahun ini, tambah Eri dalam acara diskusi online oleh Bank Commonwealth.Â
Dalam prosesnya menghadapi kebijakan the Fed ini, kondisi ekonomi Indonesia jauh lebih baik dengan indikasi tercapainya surplus neraca perdagangan sepanjang tahun 2021. Selain itu, cadangan devisa Indonesia cukup terbilang besar dalam kisaran USD 144,9 miliar per Desember 2021. Diharapkan kondisi perekonomian Indonesia dapat lebih stabil dalam menghadapi kebijakan moneter Amerika Serikat dengan mempertimbangkan bekal fundamental yang cukup besar.
Dalam pasar saham sendiri menunjukkan kinerja positif di tahun 2021. Hal ini terlihat dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengalami tekanan di awal Januari tahun ini. Volatilitas dari pasar saham baik domestik dan global meningkat yang disebabkan oleh lonjakan imbal hasil obligasi Amerika Serikat terkait perubahan pandangan Fed terhadap inflasi yang diikuti rencana pengetatan kebijakan moneter yang agresif.Â
Namun, situasi ini tidak memicu investor asing untuk keluar dari pasar saham di Indonesia. Tercatat hingga 19 Januari 2022 total aksi beli bersih oleh investor asing sebanyak Rp 6,9 triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar saham emerging market masih memberikan nilai yang terbilang cukup atraktif dibandingkan pasar saham developed market.
B. Konsumsi Masyarakat
Bulan Oktober tahun 2021 merupakan bulan yang baik dalam hal jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia. Grafik kasus mulai melandai, dan mobilitas masyarakat mulai meningkat bahkan indeks kepercayaan konsumen kembali ke zona positif, dari yang sebelumnya negatif sepanjang bulan juli sampai september 2021.
Walaupun berita varian baru Delta dan Omicron bermunculan, nampaknya saat itu Indonesia tidak terlalu terdampak. Tahun 2022 pun tiba, dengan optimisme tinggi masyarakat akan bebas dari Virus Corona.Â
Namun 2 minggu setelah tahun baru, pada tanggal 15 Januari tahun 2022, jumlah kasus Covid-19 pun mulai merangkak naik lagi. Sampai 5 Februari tahun 2022, kasus positif pun melanjutkan kenaikannya, dan kembali ke angka lebih dari 30,000 pasien.
Apakah kenaikan ini disebabkan oleh Omicron yang sedang panas diberitakan? Ternyata tidak. Sampai 31 Januari 2022, ada 2.980 kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia secara total. Tentu angka ini jauh sekali dibanding dengan kasus positif per hari yang mencapai 30.000.Â
Dari kondisi saat ini dapat dikatakan, sejauh ini Omicron tidak berdampak besar terhadap Indonesia. Namun, kenaikan Covid-19 lebih banyak disebabkan oleh aktivitas masyarakat selama tahun baru, yaitu berkumpul dan juga melakukan perjalanan ke luar negeri. Untuk itu masyarakat harus tetap berhati-hati bila ingin grafik Covid-19 kembali melandai.
Pada awal pandemi, ada hal penting yang mempengaruhi konsumsi masyarakat Indonesia. Yaitu berubahnya selera serta pola konsumsi masyarakat. Salah satu contohnya yakni masyarakat yang awalnya sering memilih makan di luar rumah, beralih ke memesan makanan, baik melalui layanan telepon maupun secara daring. Hal ini juga berlaku pada pemenuhan kebutuhan jenis lain terutama sektor Fast Moving Consumer Goods dan selama Pandemi Covid-19. Hal ini pun berdampak pada kenaikan pengguna layanan e-commerce sebesar 88 persen sepanjang tahun 2021.
Namun, dengan kembali naiknya kasus Covid-19 di Indonesia, apa dampaknya pada konsumsi masyarakat? Salah satu faktor utama yang mempengaruhi konsumsi masyarakat adalah tingkat pendapatan. Menurut data BPS, tingkat pengangguran pada bulan Agustus tahun 2021 turun menjadi 6.49 %, dimana pada periode yang sama angka pengangguran berada pada 7.07%, Atau turun 670 ribu orang yoy. Selain itu, tingkat konsumsi masyarakat juga dapat dilihat melalui indeks keyakinan konsumen.Â
Pada bulan Desember pun juga berada pada zona positif yaitu 118,3. Angka konsumsi masyarakat pun tidak turun drastis, kecuali terjadi peningkatan kasus Covid-19 karena faktor eksternal lain. Hal ini didukung oleh banyaknya kemudahan seperti e-commerce, dan juga pengalaman masyarakat selama PSBB.
C. Aktivitas Ekspor
Untuk menghidupkan kembali aktivitas ekspor dan impor di Indonesia selama pandemi Covid-19, pemerintah juga telah memberlakukan berbagai stimulus. Yang pertama ada stimulus non-fiskal. Beberapa langkah yang diambil untuk mewujudkan stimulus non-fiskal antara lain, Penyederhanaan dan pengurangan pada jumlah larangan dan pembatasan pada aktivitas ekspor. Stimulus ini berlaku pada 749 komoditas atau 55 persen dari total komoditas ekspor yang diperdagangkan.Â
Selain itu, pemerintah juga memberikan percepatan proses untuk pelaku perdagangan internasional dengan kepatuhan tinggi. Perusahan dengan kepatuhan tinggi masuk ke dalam Authorized Economic Operator, bentuk percepatan proses yang diterapkan antara lain, persetujuan otomatis serta penghapusan laporan surveyor
Lantas, apa pengaruh yang diberikan oleh stimulus non-fiskal tersebut? Pada awal pandemi Covid-19, salah satu bisnis yang terdampak besar adalah sektor perdagangan luar negeri. Dengan kewaspadaan dunia yang tinggi terhadap Covid-19, tercipta banyak sekali halangan untuk melakukan perdagangan antar negara.Â
Namun, dunia terus berputar dan beradaptasi dengan kondisi yang dialaminya. Pada tahun 2020, total ekspor Indonesia berada pada volume terendah sejak tahun 2016, tren ini juga diikuti oleh volume impor yang mencetak angka terendah selama lima tahun terakhir.Â
Namun Indonesia tetap mengalami surplus perdagangan selama tahun 2020. Sedangkan pada tahun 2021, Neraca perdagangan Indonesia pun berjaya, dengan mencetak surplus tertinggi selama lima tahun terakhir.
Hal ini pun menunjukkan bahwa dampak Covid-19 tidak terlalu besar terhadap perdagangan internasional Indonesia bila dilihat secara garis besar. Bila kita lihat dari angka saja memang sepertinya tidak ada masalah besar, namun ada faktor lain yang harus ditimbang bila kita melihat dampak perdagangan internasional yaitu harga produk yang diperdagangkan. Hal ini terutama berlaku pada kegiatan impor.Â
Dengan 'macetnya' keran impor, dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan barang-barang tertentu, hal ini pun otomatis membuat harga menjadi naik, yang memiliki efek panjang, yaitu sampai dengan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Namun hal ini pun dapat dihindari, yaitu dengan mensubstitusi barang impor dengan barang lokal.
Jadi, apakah Omicron akan memberikan pengaruh negatif yang besar terhadap neraca perdagangan Indonesia? Ditinjau berdasarkan sejarah yang sudah terjadi, kemungkinan besar perdagangan internasional Indonesia tidak akan terdampak besar akan hadirnya Omicron (karena negara yang telah beradaptasi dengan kondisi Covid-19 sebelumnya).Â
Justru pemulihan ekonomi yang terjadi beberapa bulan terakhir harusnya menjadi pendorong bagi pelaku usaha Indonesia untuk dapat melakukan ekspansi, menggenjot ekspor dan menekan angka impor untuk mendorong kemandirian Indonesia.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada saat ini dampak Omicron terhadap perekonomian Indonesia belum terlalu berakibat fatal. Meskipun varian Omicron telah masuk ke Indonesia, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani juga cukup optimis bahwa perekonomian pada triwulan I-2022 tidak akan seperti tahun lalu yang mengalami dampak sangat berat serta optimis ekonomi Indonesia kuartal I-2022 tumbuh lebih tinggi dari pada triwulan I-2021.Â
Hal tersebut disampaikan dengan pertimbangan bahwa varian Omicron memiliki karakter yang berbeda dengan varian Delta, masifnya pemberian vaksin, serta masih berjalannya perekonomian dan mobilitas masyarakat.Â
Selain itu, pemerintah akan terus memberikan dukungan dari sisi fiskal untuk sektor kesehatan, khususnya pada program vaksinasi, serta terus adaptif dan fleksibel merespon dampak dari munculnya varian Covid-19. Presiden juga menginstruksikan agar vaksinasi juga menjangkau anak-anak usia antara 6-11 tahun serta kelompok masyarakat yang paling rentan untuk terpapar Covid-19. Program vaksinasi booster juga sudah terlaksana mulai 12 Januari 2022 pada penduduk usia 18 tahun ke atas dengan jenis vaksin yang sudah mendapat EUA BPOM sebagai dosis lanjutan (booster) adalah Sinovac (homologous), Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Zifi Vax (masing-masing secara heterologous).
Pembukaan sektor ekonomi dan stimulus kebijakan sebagai modal optimisme akan pemulihan ekonomi Indonesia menjadi lebih baik pada tahun 2022 juga dilakukan melalui kebijakan peningkatan supply, serta memperkuat pertumbuhan yang lebih tinggi dalam jangka menengah melalui kebijakan reformasi struktural.Â
Sementara untuk program pemulihan ekonomi nasional, Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp451 triliun yang dialokasikan untuk 3 (tiga) klaster utama, yakni Kesehatan, Perlindungan Masyarakat, serta Penguatan Pemulihan Ekonomi yang antara lain berisi Insentif fiskal, Dukungan UMKM dan Korporasi.Â
Meskipun demikian, sikap waspada terhadap lonjakan kasus varian Omicron ini perlu selalu diterapkan. Jika kasusnya meningkat, pemerintah tentu akan melakukan intervensi dengan menaikkan level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) untuk mencegah penularannya yang semakin masif.Â
Kenaikan level PPKM ini dapat mereduksi pergerakan atau aktivitas perekonomian. Penurunan aktivitas ekonomi akan membuat permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa menurun, sehingga konsumsi masyarakat pun berkurang. Bahkan, konsumsi dunia usaha atau sektor swasta pun dapat turut berkurang. Jika konsumsi swasta berkurang, investasi juga berpeluang mengalami penurunan akibat lesunya perekonomian